HUBBY,,, Yo'Re My Clothes
Tidak Mudah
Satu tahun telah berlalu,,, semenjak kecelakaan yang menimpa Nehan.
Tidak ada perubahan berarti dalam dirinya. Ia masih tergolek lemah tak berdaya dalam kursi rodanya.
Sudah berbagai macam pengobatan dan terapi telah ia jalani, tetapi hasilnya masih nihil. Kata Dokter,, kelumpuhan yang dibilang sementara ini ternyata masih belum mau beranjak pergi meninggalkan tubuh Nehan.
Hanya kondisi psikisnya yang mulai membaik. Tidak menutup diri lagi dan emosinya lebih bisa terkontrol.
Sepertinya ia mulai bisa menerima kondisinya yang lumpuh. Menerima takdir yang telah ditetapkan untuknya. Meskipun sikapnya masih belum bisa ramah dan baik kepada Hanin,,, istrinya.
Adzan subuh telah membangunkan Nehan,,
Seperti biasa,, setelah berdzikir usai sholat tahajud,, Hanin mempersiapkan segala keperluan Nehan.
Keperluan untuk mandi dan juga untuk sholat. Hanin begitu telaten dan perhatian merawat suaminya. Tapi respon Nehan selalu dingin,, penuh dengan keterpaksaan.
Tapi Nehan bisa apa,, tak semua hal bisa ia lakukan sendiri. Sebenarnya sikapnya yang dingin dan bahkan sampai kasar terhadap Hanin tidak lain adalah karena rasa mindernya yang bercampur malu yang ia rasakan disebabkan karena keadaannya yang lumpuh ini.
Ia merasa seperti dikasihani oleh Hanin. Dalam kondisi sakit dan tak berdaya seperti itu pun,, gengsinya masih saja tinggi.
Padahal Hanin sama sekali tidak pernah sekalipun punya pemikiran seperti itu,, melainkan hanya untuk mengerjakan tugas sebagai istri yang solehah.
Nehan bener-bener mirip seperti Galih,,, manja dan gengsinya tinggi.Tepat seperti pepatah "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" Hadeuh,,,
Setelah selesai mandi,, Nehan kemudian berwudhu. Dibantu oleh Hanin tentunya. Tak lupa Hanin menggunakan sarung tangan tangan plastik,, agar tidak batal wudhu suaminya.
Membantunya berpakaian dan kemudian mereka sholat bersama. Nehan sholat diatas ranjang dengan posisi duduk,, diikuti Hanin yang sholat di bawah sebagai makmum.
Tidak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Mereka saling diam,, sudah terbiasa dengan situasi yang membisu ini.
Ini jauh lebih baik daripada Nehan yang sebelumnya,, yang penuh dengan emosional dan selalu menolak apabila disentuh oleh Hanin serta tak segan berkata atau berbuat kasar terhadap Hanin. Lumpuh-lumpuh masih kasar juga euy,,, ck,,ck,,ck.
Setidaknya,, suaminya itu masih tetap menjalankan kewajibannya kepada SANG PENCIPTA meskipun dalam keadaan lumpuh. Hanin benar-benar bersyukur atas karunia ini.
Karena tidak semua orang mau melaksanakan kewajibannya ini di saat kondisi tubuh mereka yang sakit bahkan tidak bisa bergerak.
Usai sholat,, Hanin kemudian keluar dari kamarnya. Tak lupa ia meminta izin untuk turun kebawah kepada suaminya. Meskipun ia tahu bahwa Nehan tak akan menjawabnya.
Terasa mendapatkan angin segar yang bebas ia hirup ketika ia keluar dari kamarnya. Keluar dari ruangan yang penuh dengan sesak. Sesak hati dan jiwa.
Berjalan menuju dapur dengan perasaan lega,,, terlepas dari situasi kebisuan untuk sementara.
Hanin menyapa ramah kepada Art yang bekerja di rumah mereka,,,
Hanin
Apa Bunda belum keluar,,,?
Hanin
Mau masak apa kita hari ini,,,?
Tanya Hanin dengan senyumannya yang hanya kelihatan dari kedua ujung matanya. Ia masih setia memakai cadarnya meskipun di dalam rumah.
Art
Itu dia,,, semalam Nyonya belum memberitahu saya mau masak apa,,,?
Mbak Art jadi sedikit bingung,,
Tak berapa lama Caca keluar dari kamarnya dan berjalan kearah dapur. Menghampiri mereka.
Usai Hanin mencium tangannya,, Caca merengkuh tubuh menantunya yang kecil itu. Mencium keningnya lembut kemudian memeluknya erat.
Kasih sayang dari mertuanya inilah yang menjadi booster bagi Hanin. Untuk menjalani kehidupannya yang penuh dengan sesak di hati.
Pelipur lara atas sikap dingin suaminya terhadapnya. Ia hanya bisa berdoa,,, berharap semoga ALLAH TAALLA berkenan melunakkan hati suaminya agar mau menerima dirinya.
Setelah proses salam dan temu kangen,, mereka pun memulai aktivitas memasak mereka. Suasana dapur yang penuh dengan kehangatan. Mereka memasak dengan diiringi canda,, tawa dan cinta.
Satu jam telah berlalu,,, makanan sudah selesai dimasak dan siap dihidangkan,,
Hanin juga baru selesai membantu Art mencuci peralatan masak. Sebenarnya Caca sudah melarangnya mengerjakan pekerjaan tersebut,, tapi ya begitulah penyakitnya orang Indonesia,,, suka ngeyel.
Caca hanya bisa tersenyum dan menatap menantunya itu penuh dengan kasih sayang. Mengamatinya melakukan hal yang diinginkanya.
Caca
Sarapannya sudah siap. Ajak suamimu turun.
Hanin tersenyum seraya mengangguk.
Melangkahkan kakinya menaiki anak tangga,, perasaan Hanin sudah mulai menegang. Bersiap untuk menerima respon dingin dari suaminya.
Mengetuk pintu satu kali dan mengucapkan kata "saya akan masuk",, untuk bisa masuk ke dalam.
Karena walaupun berkali-kali ia mengetuk pintu dan meminta izin untuk masukpun tak akan pernah di jawab oleh Nehan.
Perlahan Hanin membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali setelah ia berada di dalam.
Terlihat Nehan yang sedang berkutat dengan laptopnya.
Hanin memanggil suaminya dengan suara yang amat lembut. Ia juga telah melepaskan cadarnya,, berharap suaminya itu mau menatap wajahnya.
Tapi,, seperti yang sudah-sudah,, Nehan masih enggan untuk menatap istrinya. Ia hanya fokus mematikan laptopnya.
Hanin
Sarapannya sudah siap,, ayuk kita turun.
Hanin beranjak mendekati suaminya. Bermaksud untuk membantu mendorongkan kursi rodanya.
Dengan sigap Nehan langsung menekan power kursi rodanya agar segera berjalan menjauhi Hanin. Mengarah ke pintu dan keluar terlebih dahulu.
Meskipun hampir setiap hari Hanin mendapatkan perlakuan yang sama seperti ini,, tapi tetap saja bulir bening dipelupuk matanya selalu tergenang,, tertahan disana,, berusaha keras agar tidak tumpah.
Ini benar-benar tidak mudah.
Menyusul suaminya turun ke bawah,, terlihat semua anggota keluarga sudah berada di meja makan. Siap untuk sarapan.
Termasuk Rere,, adik ipar Hanin. Yang sebentar lagi akan menikah.
Hanin tersenyum senatural mungkin,, menutupi bekas bulir bening yang tergenang tadi.
Jawab mereka semua serentak, terkecuali Nehan tentunya.
Aretha
Maafin aku ya,, kak. Karena nggak bantuin di dapur tadi.
Abis sholat subuh aku ketiduran tadi. Maaf banget ya,,
Hanin hanya tersenyum dan mengangguk
Aretha
Why didn't Mommy wake me up earlier,,,?
Caca
Masih kayak gini,, nih. Katanya udah mau nikah.
Caca berucap seraya menyebikkan mulutnya. Dan tangannya terampil mengambikan lauk dan nasi untuk suaminya.
Begitu juga dengan Hanin yang tengah sibuk mengambikan lauk dan nasi untuk Nehan.
Aretha meminta dukungan daddynya manja.
Galih
Your mommy is right.
You have a lot of to learn. Preparation for marriagge.
Tatapan Aretha beralih ke arah Nehan. Tapi Nehan menoleh pun tidak. Merasa tak mendapatkan dukungan,, iapun hanya bisa menyebikkan mulutnya juga.
Semua piring telah terpenuhi oleh nasi dan lauk pauk serta sayuran. Mereka pun berdoa bersama dan mulai memakan sarapan mereka.
Ketika tengah menikmati sarapan,, tiba-tiba Nehan tersedak.
Hanin segera menyodorkan air putih yang berada di dekatnya. Seraya menepuk-nepuk punggung suaminya. Selesai minum,, detik berikutnya Nehan mengibaskan tangan Hanin.
Fast respon,, Caca langsung menghampiri Hanin dan menyuruhnya duduk kembali. Menetralkan suasana yang tak mengenakkan itu bagi Hanin.
Melanjutkan sarapan dengan keheningan. Jika mereka terlalu menekan Nehan karena sikapnya yang kurang baik terhadap istrinya,, mereka takut jika hal itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan dan juga psikisnya.
Mereka begitu kasihan melihat Hanin,, tapi Nehan,,dia juga masih sakit dan sangat sensitif perasaannya.
Mereka benar-benar dalam posisi dilema dan bingung.
Meski ini tak mudah, tapi hanya sabar dan bertahan,, itulah kuncinya. Itulah kata-kata yang selalu Caca sematkan di hati menantunya itu.
ALLAH AZAWAJALLA tidak tidur. Dia Maha Melihat lagi Maha Adil. InsyaAllah pasti,,, SANG MAHA KUASA telah menyiapkan sesuatu yang indah diujung sana,, diujung ikhtiar kita. Aamiin.
Comments