"Kat. Camilla nangis!"
William berteriak sambil menghampiriku yang tengah mempersiapkan sarapan di dapur. Sebenarnya aku mendengar Camilla menangis sejak beberapa menit lalu namun aku memutuskan menulikan telingaku. Aku ingin memberikan William sedikit tanggung jawab kali ini
"Kat! Kamu ada dengar nggak sih?!"
William mematikan kompor kemudian membalikkan tubuhku agar menghadapnya. Sebelah alisku terangkat melihat penampilan William saat ini. Rambutnya kelihatan berantakan kemudian aku menemukan kiss mark di dadanya. Huh, aku yakin ia menjalani malam yang panas dengan Julis semalam. Sebenarnya aku menunggunya pulang semalam. Aku menunggunya hingga pukul dua dini hari. Sepertinya ia pulang lebih larut dari itu
Aku memutar mataku agar fokus menatap wajahnya saja. Aku berusaha untuk tidak memikirkan kiss mark tersebut
“Ada apa?” tanyaku datar
William memutar matanya kesal. Ia berdecak pinggang sambil membalas,"Camilla nangis dari tadi. Kamu harusnya membuat susu dan menenangkannya!”
“Kamu bisa membantuku melakukannya. Kamu nggak lihat aku lagi mempersiapkan sarapan?”
Aku memutar mataku melihat ekspresi wajah William yang otomatis berubah. Ia kelihatan tidak berdaya. Huh, apakah William pikir ia dapat merayuku dengan cara seperti itu? Apakah ia bahkan tidak menyadari bahwa aku melakukannya dengan sengaja? Aku tahu masa lalu William membuatnya sulit menenangkan anak kecil namun dua tahun sudah berlalu. For Godshake! Mau sampai kapan William seperti ini terus?
“Kat, aku janji aku akan mencobanya next time. Sekarang, bisa kamu menenangkan Camilla?”
“Kamu tahu nggak sih next time kamu itu gak ada ending nya?”
“Aku janji, serius,”
“Tidak. Kamu pergi menenangkan Camilla dan aku akan tetap disini,”
William mengacak rambutnya frustasi. Ia mengigit bibirnya gelisah. Huh, melihatnya seperti ini juga membuatku tidak tega. Padahal aku berencana menekan William agar menenangkan Camilla kali ini namun kupikir waktu itu belum tiba, huh? Berapa lama lagi aku harus menunggu?
Aku menghembuskan napas pelan sambil mendorong tubuh William menjauh. Aku kesal namun aku tahu aku tidak pantas menegur William lagi. Lagian baginya kami tidak cukup penting bukan? Jika kami penting dalam hidupnya, ia akan melakukan segala cara untuk mencobanya. Sikap yang simple yang membuatku selalu dapat
menarik kesimpulan yang telak
Camilla berhenti menangis sesaat setelah aku mengendongnya. Pipinya masih merah. Aku mengusapnya sambil menghembuskan napas pelan berkali kali. William menumpuhkan dagunya di lekukkan leherku tidak lama kemudian. Ia kemudian berbisik,“Camilla tahu kamu datang makanya dia berhenti menangis,”
Tangannya turut mengelus pipi tembem Camilla. Jujur, pada detik ini mungkin semua orang akan berpikir kami adalah keluarga yang harmonis. Aku menepis pemikiran gila itu sambil mengambil satu langkah menjauh
“Ih, kamu mandi dulu. Tubuhmu bau alkohol,”
William menyergit. Ia mencoba menghirup pakaiannya sambil membalas,“Masa sih? Aku hanya minum dua gelas semalam,”
“Aku tidak tanya kamu minum berapa gelas. Tidak penting juga,”
Balasan ketusku membuat William terkekeh. Ia kembali berjalan mendekatiku. Kali ini ia sengaja melepaskan beberapa kancing kemejanya hingga mempertontonkan dada bidang serta perut six pack nya. Aku menyergit, mencoba menduga apa yang akan dilakukan William selanjutnya. Pada detik berikutnya ia telah mengulum bibirku hingga membuatku terkejut batin. Hey, aku lagi mengendong Camilla! Aku mencoba mendorongnya namun ia malah menarik pinggangku agar semakin merapat padanya
Aku tidak punya pilihan lain selain mengigit bibirnya pelan agar ia menghentikan ciuman itu. Kutatap ia dengan kesal,“Liam, aku lagi gendong Camilla. Sebaiknya kamu menghentikannya dan.. eummm,”
Aku tidak tahu gerakan tangan William begitu cepat. Ia telah memindahkan Camilla di boks bayi kemudian ia lanjut menciumku. Ciumannya memanas. Ia mengeksplor bibirku dengan habis-habisan. Jemari tangannya juga tidak tinggal diam meremas bagian tubuhku yang dapat ia raih. Ia menghentikannya setelah berhasil membuat napasku tersengal. Sial. Ia tersenyum senang dan itu membuatku semakin kesal
“It’s a morning kiss,” balasnya sambil mencium pipiku gemas
“Morning kiss?!"
William menyeringai setelah ia mencium bokongku yang terlapis underwear dan celana. Kedua mataku terbelalak dan pipiku merona. Kenapa sih William harus sevulgar itu pagi pagi? Aku menggeram kesal
"LIAM!!! Itu menjijikkan!!" teriakku sambil memukul lengannya
"I'll do everything you wish to."
Perkataan William membuat jantungku berdebar-debar. Kuharap William tidak mendengar betapa kencangnya debaran jantungku. Aku harus mengontrol raut wajahku sambil mengangkat daguku tinggi-tinggi
"Jangan hiperbola deh!"
"Ngga percaya?"
"Tidak sama sekali!"
William tertawa kecil. Dia terlihat berpikir keras sebelum kemudian Ia mengulurkan jari kelingkingnya padaku dan berkata,"Aku janji,"
Sebelah alisku terangkat, tertarik sepenuhnya atas pembicaraan kali ini
"Untuk apapun permintaanku?"
"Ya. Apapun itu,"
"Dengan cuma-cuma?"
"Yes."
“Kamu yakin kamu dapat mengabulkan apapun itu? Bagaimana jika aku meminta semua propertimu? Perusahaanmu? Tabunganmu?”
William mengangkat bahu acuh lalu kemudian dengan mudahnya ia membalas,“I’m fine. Kamu ambil seribu, aku
masih ada sisa satu. Well, you know I’m really rich,”
Sebenarnya aku agak ragu namun melihat keseriusan yang tercetak jelas di wajahnya membuatku dengan refleks melingkari jemari kelingking kami. Jemari kecilku seolah tenggelam pada tangannya yang besar. Kedua pasang mata kami beradu. Ia menatapku dengan senyum tulus namun anehnya senyum itu memberikan dampak sakit yang cukup membuatku tertegun selayaknya William menawarkan akan mengabulkan apapun permintaanku. Apakah ia baru memberiku signal? Entahlah. Aku menyakini satu hal bahwa ini adalah kesempatan emas. Aku tidak akan pernah melewatkan untuk memakainya suatu hari nanti
Kuharap pada saat aku menagih janji ini suatu hari nanti, kami masih dapat tersenyum satu sama lain seperti ini
***
"Kamu ngga ngantor?"
Aku melirik William yang sedang asyik bermain dengan Camilla di sofa dan jam dinding yang hampir menunjukkan pukul sepuluh pagi bergantian
"Ada. Sebentar lagi."
Aku mengangguk ria. Kunyalakan televisi sambil menghampiri William yang tengah memangku Camilla di sofa. Sebelah tangan William terbentang luas di punggung sofa namun aku memutuskan untuk tidak menyadarkan tubuh atau kepalaku disana. Aku mengambil Camilla dari pangkuan William saat ia tengah memakai kaos kakinya. Tangan mungil Camilla langsung menarik-narik pakaianku. Camilla mungkin masih mengenali buah dadaku, pikirku sambil terkekeh.
“Ada yang lucu?” tanya William sambil melirikku
Aku menggelengkan kepalaku sambil mengangkat bahuku,“Tidak ada,”
Sesaat setelah William selesai mengenakan kaos kaki, ia pun mengambil Camilla dari pangkuanku. Ia membaringkan Camilla di perutnya sementara ia membaringkan kepalanya di pahaku. Sebelah alisku terangkat,
terkejut. Geez, perlakuan manis William membuatku merona lagi. Aku harus memutar kepalaku, menatap ke sembarang arah sambil menenangkan perasaanku
Aku menahan napas ketika menyadari William ternyata tengah menatapku. Aku berdeham pelan sambil berkata, “Hey, baju kamu jadi kusut nanti lho,”
William membalas,“You know, what? Kadang kadang kamu itu sulit dibaca,”
“Apakah itu pujian atau sindiran?”
“Well, ini bukan sindiran tapi ini isi pikiranku. Kadang kadang kamu kelihatan sangat misterius, membuatku penasaran isi dalam kepala mungilmu itu,”
Aku tersenyum lirih. Entah mengapa pernyataan itu membuatku semakin merasa kasihan atas diriku sendiri. Sebenarnya bukan aku yang misterius namun dia. Mungkin dia belum menyadarinya bagaimana sulitnya bagiku berhubungan dengan sosok semisterius sepertinya. Huh, sejak kapan William menjadi sosok misterius bagiku pula? Sejak dua tahun lalu mungkin?
“Kalau kita ikut lomba, kamu masih juara satu misteriusnya,” balasku sambil tertawa kecil
Tawa kecilku sepertinya menular. Ia ikut tertawa kecil. Gigi putih dan rapinya membuat jantungku berdebar sedikit lebih kencang lagi. Aku tidak tahu sejak kapan jemari tanganku mulai mengelus pipinya. Aku mulai menelusuri setiap bagian wajahnya yang tidak berhenti membuatku jatuh cinta. Alisnya yang hitam selalu memberi kesan tegas namun seksi. Hidung mancung dan bibirnya memerah selalu membuatku cemburu. Mengapa ada laki laki sesempurna dirinya?
Aku tidak berhenti mengelus wajahnya hingga jemari tanganku berhenti di bibirnya lagi. Deg.. jemari tanganku mendingin. Aku bergegas menarik tanganku menjauh sambil berdeham berkali kali setelah menyadari perbuatan gilaku. Gila gila! Apa yang akan dipikirkan William? Jangan jangan dia jadi menyadari kalau aku ada perasaan dengannya? Gawat!
“Aku juara satu dan kamu runner up nya?”
“Em, mungkin?”
William tertawa kecil lagi. Ia mengecup bibirku sebelum kemudian bangkit berdiri mengendong Camilla. Ia
membawa Camilla ke kamar sambil bermain main dengannya, meninggalkan aku yang masih termanggu atas kecupan ringan itu. Apakah….William baru menciumku lagi?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
coba pnggil Will well Will jgn liam 🤣🤣
2022-04-04
0