GHOST FACE
******* erotis terdengar semakin panjang ketika benda asing semakin bergerak liar di dalam miliknya. Dia sangat tersiksa. Tersiksa dalam kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuh hingga melemahkan syarafnya.
Sosok pria itu tidak mau berhenti menjamah tubuh gadis di bawah kungkungannya, sebelum dia memberikan rasa yang nyaman hingga tiada tara sampai membuat sang gadis kewalahan tidak sadarkan diri.
Maka pria itu bisa menghilang tanpa meninggalkan jejak mencurigakan.
Tiit Tiit...
Bunyi jam digital di samping tempat tidur menghentikan segalanya dalam sekejap. Menarik kesadaran Evelyn ke dunia nyata. Nafasnya memburu disertai keringat dingin mengalir segar di sekujur tubuhnya. Semua yang dia alami bagaikan mimpi, namun terasa nyata. Buktinya dia selalu terbangun dalam keadaan tidak mengenakan apa-apa kecuali selimut. Pakaiannya berserakan di lantai kamarnya, sekujur tubuhnya timbul bercak kemerahan. Jangan lupa di bagian bawah ************ yang terasa sangat ngilu setiap dia dan pria misterius itu selesai bercinta.
Anehnya, sampai sekarang Evelyn masih belum tahu siapa pria yang setiap malam bercinta dengannya.
Terhitung tiga minggu belakangan ini ada seorang pria yang sering menyelinap masuk ke kamarnya diam-diam. Entah bagaimana cara pria itu menyelinap karena tidak ada tanda-tanda kerusakan pada jendela ataupun pintu kamarnya.
Aneh bukan? Evelyn tidak memberitahu masalah ini pada siapapun. Entah itu sepupunya, sahabatnya, bahkan kekasihnya sekalipun, Kennard Aston.
"Morning!"
Justin Wheeler. Pria berusia 2 tahun lebih tua dari Evelyn.
...Justin Wheeler...
...Evelyn Wheeler...
Evelyn Wheeler beserta sepupunya tinggal berdua semenjak orang tua gadis itu meninggal dalam kecelakaan mobil 6 bulan yang lalu. Saat ini Evelyn tengah menjalani rutinitas sebagai mahasiswi di Saint-Petersburg State University, Rusia. Sementara sepupunya Justin merupakan mantan seorang militer yang kini sedang mengurus Perusahaan milik orang tua Evelyn.
"Morning!" balas gadis itu lalu mengambil selembar roti serta mengolesinya dengan selai cokelat nutela.
"Kapan kau kembali dari tugasmu?" Dia bertanya pada Justin yang sedang berkutat dengan IPad-nya.
"Pagi tadi." Walau tanggapan Justin terdengar pendek, tapi dia seorang sepupu yang perhatian.
Setelah meneguk orang jus alami yang baru diambil dari lemari pendingin, Evelyn meraih tasnya yang bersebelahan dengan kursi tempat dia duduki. "Sampai nanti, Justin. Bye."
"Bye."
***
Bruukk!
...Kennard Aston...
Datang-datang Kennard asal main banting ranselnya ke atas meja dengan tampang frustasi.
"Biar kutebak. Masalahmu belum selesai, kan?" Christian Wu, pria berdarah Canada bercampur China itu berkomentar di bangkunya.
...Christian Wu...
"Jelas masih belum. Kau buta ya?" Yang diajak ngobrol Kennard. Tetapi yang menyahut si pria tinggi lainnya, Stanley O'Conner.
...Stanley O'Conner...
"Sudah kuperingatkan untuk jangan terlalu bersenang-senang." Tao Fang, lelaki asli Chinese itu ikut menimpali tanpa beralih fokus dari komik kesukaannya.
...Tao Fang...
"Bukankah tidak normal jika tidak berselingkuh?" ucap Kennard menyeringai sinis yang ditanggapi decakan masa bodoh dari teman-temannya, dia pun baru menyadari sesuatu. "Di mana Alfred?"
"Toilet?" Tao bergumam skeptis.
Kennard berniat membuka topik baru. Tapi seseorang di bangku paling pojok membuat Kennard merasa terganggu sekaligus risih. Lantas dia beranjak mendatangi lelaki di sana. Seketika atmosfer di dalam kelas berubah menjadi tegang.
"Apa yang kau perhatikan dari tadi, orang aneh?"
Pria nerd berkaca mata bulat yang dijuluki manusia freak sekampus itu tidak berani mengangkat wajahnya yang seperti biasa akan pucat jika berhadapan dengan seorang Kennard Aston. Pria yang paling dia dan orang-orang lemah sepertinya takuti.
"Lihat aku ketika aku bicara denganmu, *****!"
Kennard berdecak dan dengan mudah menarik kerah bajunya, membuat lelaki yang gemetaran itu seketika berjinjit karena Kennard terlalu kuat mencengkram kerahnya. Lelaki itu masih belum berani menatap mata elang Kennard.
"Aku tidak suka mata penyakitanmu itu melihatku. Kau dengar itu?"
Sama sekali tidak berani bergeming. Dengan brutal Kennard mendorongnya hingga menabrak kursi dan meja.
Kennard meludah di lantai seakan laki-laki itu hanyalah seonggok bangkai, lalu dia keluar bersama teman-temannya yang sejak tadi menyeringi puas, seolah penderitaan pria itu merupakan kesenangan bagi mereka.
"Lihat siapa yang datang!" Stanley menepuk pundak Kennard dengan menunjuk ke arah halaman kampus.
"Kau akan diam saja?" Christian sekadar memperingati Kennard yang tampak membuang-buang waktu berdiri mematung.
Pun Kennard menghela nafas lalu menghampiri Evelyn yang pada saat itu juga gadis itu langsung memutar arah. Kentara sekali dia masih marah padanya.
"Hei. Hei. Hei!" Namun Kennard berhasil meraih pergelangan gadis itu sampai mereka berhadapan. Dan Kennard bingung harus memulai dari mana, karena permintaan maaf sungguh norak baginya. "Kejadian semalam tidak seperti yang kau pikirkan."
"Orang gila pun tahu apa yang dilakukan ketika melihat dua orang tanpa busana di atas ranjang." Evelyn berusaha terlihat tenang, membebaskan tangannya dari cengkraman Kennard. "Dan, wow, pacarku dan sahabatku bercinta. Amazing." sindirnya yang diakhiri kekehan sarkatis.
"Demi Tuhan kami tidak berniat melakukannya!" Kennard bersih tegas menjelaskan. “Kami—”
"—mabuk hingga tidak sadar melakukannya.” sambung Evelyn dengan pandangan masa bodoh. “Lupakan saja.”
Kennard gagal menahan kepergian Evelyn yang sulit sekali dia hentikan.
"Eve! Evelyn!" teriaknya. "Damn it!"
Di lorong kampus saat Evelyn menuju ruang kelas, tiga gadis terlihat menghentikannya. Evelyn mencoba menghindar seperti dia menghindari Kennard tadi.
"Eve! Tolong berhenti!" Casey mengejarnya sampai membuat gadis itu berhasil berhenti. "Kau kenal aku. Dan aku paling sulit terkendalikan jika sudah berada dalam situasi semalam. Aku mengaku salah. Aku minta maaf. Please...,"
...Casey White...
Evelyn terdiam cukup lama lalu dia segera memberi jawaban. "Aku butuh waktu untuk memahami semua ini. Aku harus menyelesaikan skripsiku."
Hanya itu yang Evelyn katakan sebelum dia melenggang pergi.
***
Di lain tempat.
Gadis yang terlentang di atas meja saat ini semakin kuat mencengkram kuat kedua sisi meja dengan tangannya begitu Alfred melesakkan jari-jarinya dalam labirin gadis itu. Bagian tubuh atas yang sudah tidak mengenakan apapun, rok mini berbahan jeans yang tersingkap dengan CD sudah melorot hingga mata kaki. Ia menyerukan nama Alfred saat lelaki itu semakin brutal mempermainkan bagian intimnya. Gadis itu ingin lebih. Rasanya belum puas jika Alfred tidak menggunakan kejantanannya itu.
Dengan senang hati Alfred mengabulkan keinginan sang gadis.
...Alfred Barclay...
Alfred Barclay bukanlah tipe lelaki yang lebih dulu mengajak lawan jenisnya berhubungan intim. Sebaliknya, para perempuan lah yang datang menyerahkan tubuh mereka. Laki-laki mana yang tidak menolak jika para kaum hawa menyerahkan diri secara cuma-cuma? Alfred memang laki-laki brengsek. Baginya, s*x juga merupakan kebutuhan. Hanya saja dia tidak terlalu menonjolkan keinginan itu. Lelaki seperti Alfred yang tidak banyak bicara membuat dirinya susah ditebak orang lain. Bahkan para sahabatnya hanya tahu dia sosok yang pendiam. Kehidupannya yang terlalu tertutup membuat dirinya sungguh misterius.
"Dari mana saja?" Stanley bertanya pada Alfred yang baru duduk di bangkunya.
"Toilet."
"Kau bukannya habis melakukan sesuatu dengan Jannice? Si pemilik big b**bs itu. Aku sempat melihat kalian masuk ke gudang." Stanley mengedipkan sebelah matanya nakal.
Mana bisa Alfred mengelak kalau Stanley berkata benar. Hanya seringaian tipis sebagai jawaban yang diberikan lelaki berkulit pucat itu.
"Selamat siang!"
Hingga kemudian Prof. Jones memasuki ruangan. Hari ini Prof. Jones akan mengumumkan hasil ujian kemarin. Dan untuk yang ke sekian kalinya, nilai yang tertinggi di kelas masih ditempati Adam Brown. Pria berwajah dungu yang posisi duduknya terkucilkan di belakang sana.
"Ck! Dia lagi," gumam Stanley dengan nada meremahkan.
Dan yang lainnya mulai berkasak-kusuk tidak benar tentang Adam.
Jessica yang duduk di depan Stanley lantas menoleh. "Kalian sangat berlebihan. Padahal ini bukan yang pertama kalinya. Jangan bilang kalian juga tidak tahu kalau si freak itu selalu mendapat beasiswa?"
"Bagaimanana kau tahu?" Tiba-tiba saja Evelyn tertarik dengan obrolan mereka di sebelahnya.
"Hanya mendengar gosip."
Sudah berbulan-bulan satu ruangan bersama Adam. Baru kali ini Evelyn mengamatinya. Dia tahu laki-laki itu sering di bully habis-habisan. Dan saat itu Evelyn tidak terlalu peduli walau pelakunya Kennard beserta kawan-kawannya sendiri.
"Kerja bagus, Mr. Brown." Puji Prof. Jones. Satu-satunya orang yang mengakui prestasi cemerlang Adam di ruangan tersebut.
Sementara yang lainnya tidak ingin peduli pada Adam yang bagi mereka tidaklah penting. Jika saja Adam tidak memiliki IQ melebihi kapasitas manusia biasa, mereka hanya terus menganggapnya seperti tidak pernah ada.
...Adam Brown...
Adam Brown merupakan satu-satunya mahasiswa yang dikucilkan di kampus. Dia selalu di bully karena mereka menganggapnya seperti virus yang akan menularkan penyakit apabila didekati. Berawal dari Adam yang mendadak kejang-kejang di ruang kelas hingga mulutnya berbusa. Dia lebih sering menunduk ketika diajak bicara, seperti takut menatap mata lawan bicaranya. Cara bicaranya juga gagap. Selalu menyendiri. Penampilannya tampak sangat jadul. Baju hem berlengan panjang yang sering dimasukkan ke dalam celana. Ditambah seluruh kancing di pasangi hingga di bagian leher. Benar-benar culun. Hingga siapapun yang melihat Adam melintas, mereka akan melempari botol jika kebetulan ada di tangan atau di sekitar mereka.
*
Mendapati Kantin yang terlihat penuh. Namun Evelyn berhasil menemukan tempat duduk yang kebetulan ditempati Adam seorang.
Apakah tidak masalah jika dia bergabung dengan meja terkucil itu?
"Hai. Boleh aku bergabung? Sepertinya semua tempat penuh...,"
Adam mengangguk setelah melirik Evelyn satu kali, lalu kembali pada aktivitasnya. Membaca buku tebal yang menjadi rutinitasnya di waktu senggang. Sementara Evelyn sudah menyantap makan siangnya.
Apa yang menjadi kegiatan Adam mulai menarik perhatian Evelyn hingga tidak sadar dia termenung cukup lama.
'Norak sih. Tapi kelihatan rapi juga.Dan..., culun?'
Terlalu asyik dengan pemikirannya hingga tidak sadar lelaki itu memergoki tatapannya. Bahkan ponselnya yang sejak tadi berdering juga diabaikan.
"Permisi..." Adam berkata takut-takut. Bermaksud menyadarkan Evelyn yang masih mengkhayal. Dengan sedikit keberanian Adam melambai-lambaikan tangannya pelan di depan wajah Evelyn.
Lantas Evelyn tersentak kaget. "Maaf," katanya tiba-tiba salah tingkah.
"Pop-pon-ponselmu..., Ber-berbunyi," Adam tergagap. Dia memang seperti itu kadang-kadang.
Evelyn segera mengangkat mengangkat panggilannya dan memberitahu si penelpon bahwa dia akan ke lahan parkiran setelah selesai menghabiskan makan siangnya.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Terima kasih tempat duduknya." Evelyn bertingkah seolah mereka sudah akrab. Gadis itu merupakan satu-satunya yang mengajak Adam berinteraksi dengan sangat baik.
Lima menit setelah kepergian Evelyn. Adam ikut beranjak. Namun dia dikejutkan oleh kehadiran Kennard bersama gengnya yang tiba-tiba menghadangnya. Seketika seisi Kantin menjadi hening dan bersorak-sorak. Seakan-akan menunggu hiburan yang akan ditunjukkan Kennard seperti biasanya.
"Sepertinya ada yang sengaja mencari masalah." Christian terdengar memanas-manaskan situasi di belakang sana.
Kennard terkekeh sinis. "Tolong bilang jika kau sudah bosan hidup. Maka aku dengan senang hati mengirimmu ke neraka."
Selain gemetaran, Adam tidak berani bergeming, membuat Kennard menarik kasar kerah bajunya—lagi— sampai hidung mereka nyaris bersentuhan.
"Jika kudapati kau menatapnya seperti itu lagi, aku bersumpah akan mencongkel biji matamu sampai keluar untuk kujadikan koleksi di rumahku." Kennard bahkan memperagakan bagaimana dua jarinya menuju arah mata Adam yang terhalangi kaca matanya sampai dia memekik ketakutan.
Tubuhnya hampir terpelentang ketika Kennard dengan sengaja menabrak bahunya agar menyingkir. Dan yang lainnya dengan iseng berbuat hal yang sama, kecuali Alfred.
Evelyn menghampiri ketiga gadis yang menunggu di laham parkiran kampus. Meskipun dia masih kesal terhadap Casey, tapi mereka tetap pulang bersamaan.
"Di mana yang lainnya?" tanya Evelyn.
"Tadi mereka menyusulmu ke Kantin. Tidak ketemu ya?" Itu Sunny yang menyahut barusan.
...Sunny Russel...
Evelyn menggeleng.
“Itu mereka.” Jessica memberitahukan.
...Jessica Robert...
Kennard menyadari Evelyn yang masih menjaga jarak darinya. Lelaki itu lalu membawa gadisnya menjauh beberapa meter, dan mengatakan pada yang lainnya bahwa mereka akan menyusul di belakang.
"Oke. Sudah cukup. Jangan menyiksaku lagi, Eve...," Begitu memohonnya Kennard dengan mata sendu agar mereka bisa baikan lagi. "Aku benar-benar menyesal. Eve... Hei. Please, give me a chance."
Pada akhirnya Evelyn mau memberinya kesempatan, dengan alasan dia masih menginginkan laki-laki dalam hidupnya.
"Good girl." Kennard menyelipkan helai rambut gadisnya ke belakang telinga, lalu memberi kecupan di bibir. "Aku tidak akan lebih berhati-hati lagi."[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
atmaranii
mnarik..seru
aku curiga ma Alfred...jgn2 Dy s mysterious man
2022-05-18
1
𝚅𝚎𝚗𝚞𝚜
waaah menariiik!
2022-03-30
1
JA Chrysant
wkwkw mantab sekalii
2022-03-18
1