Hot Sugar Daddy
Langkah gadis manis itu terhenti paksa ketika dihadang seseorang yang sangat dekat di hatinya. Seseorang yang selama ini mewarnai hari-harinya dengan keceriaan dan persahabatan. Tetapi semua itu, hancur seketika sekarang. Runtuh bagaikan menara yang kehilangan fondasi.
"Tunggu! Aku mau ngomong sama kamu," paksa orang itu sambil memegang lengan si gadis manis. Kegigihan itu, membuat pergelangan tangan si gadis merasa agak sakit, tapi sebisa mungkin dia mencoba tenang dan santai. Jangan terpancing, jangan terpancing, bisiknya pada diri sendiri.
"Ah, nggak perlu."
Berusaha buang muka, tapi sia-sia. Orang itu sepertinya berkemauan kuat pada dirinya. Bahkan dia sekarang berdiri tanpa rasa bersalah di hadapan sang gadis. Menghalangi jalannya, dan tinggi badan itu memang menguntungkan, dia memang lebih tinggi dan memiliki tubuh sedikit lebih berisi.
"Jadi kamu marah sama aku?" selidik orang yang menghalangi jalan tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Nggak."
Cepat-cepat gadis manis mengelak, agar keresahan hatinya tak terbaca. Dia tidak ingin marah atau menangis sekarang, jangan sampai terlihat lemah. Tidak di hadapan cewek murahan itu! Namun sayang, dia salah perhitungan. Yang sedang berhadapan dengannya bukan orang yang baru dikenal satu atau dua hari melainkan bertahun-tahun sejak keduanya muda belia, melewati masa kecil bersama. Berbagi mainan, makanan, bahkan selayaknya saudara, seperti sesama anggota keluarga.
"Kenapa kamu menghindariku?"
"Ah, itu, mungkin hanya perasaanmu. Aku harus bergegas ke kelas ada catatan yang belum lengkap."
Gadis manis berusaha sekuat tenaga untuk tidak menatap ke lawan bicaranya. Dia tidak boleh terlihat lemah. Terus mencoba menyembunyikan gejolak yang tak kunjung padam di hati. Langkahnya cepat, meninggalkan seseorang yang telah menanamkan benci teramat besar itu.
"Tunggu, Livi. Kita harus bicara!"
Keduanya saling menatap dengan canggung ketika langkah si gadis manis terkejar. Keras kepala sekali dia. Apakah sampai sini saja hubungan mereka?
"Jelaskan, apa salahku sampai kamu mengindariku seperti ini? Bukankah, selama ini, aku selalu jadi temanmu."
"Sudah kubilang tak ada apa-apa."
"Bohong. Aku tau kamu bohong."
"Masalahnya kamu berkencan dengan AYAHKU!" Livi nyaris menjerit sehingga mereka berdua menjadi pusat perhatian di sepanjang selasar SMA.
Tiba-tiba saja keduanya jadi pusat perhatian.
"Jadi kamu sudah tahu hubunganku dengan ayahmu?"
"Ya, dan aku, benci itu."
"Itulah alasanmu marah. Kamu tahu, Livi, kamu sama sekali nggak berhak untuk marah. Kupikir kita adalah orang-orang dengan pikiran terbuka."
"Em, ya, bisa jadi. Tapi tetap saja berkencan dengan ayah sahabatmu itu sulit diterima. Jadi aku minta padamu, agar kalian putus saja!"
"Nggak bisa, Livi."
"Kenapa? Apa kamu takut tidak akan ada yang membelikanmu baju? Sepatu? Make up?"
"Jangan kira aku memanfaatkan ayahmu untuk keuntungan materi ya. Aku tidak seperti itu. Kamu kenal aku. Aku suka ayahmu, aku sayang, tulus."
"Ya, bisa jadi. Aku hanya—"
"Hanya apa?"
"Hanya bingung bagaimana menempatkanmu nanti. Tolong, pertimbangkan perasaanku juga, Jona."
"Livi, aku menyayangi kalian."
Seketika Livi bergidik ngeri membayangkan sahabatnya, teman masa kecil yang juga pernah disayang oleh sang ibu, menggantikan posisi ibu Livi yang telah meninggal dunia.
Dari begitu banyak wanita dewasa, cantik dan mandiri di dunia ini mengapa ayahnya memilih Jona? Seorang remaja labil, yang bahkan tak lebih pintar dari dirinya?
Lalu sekarang, semua orang sudah tahu bahwa Jona adalah kekasih ayahnya yang menduda. Apa yang akan dipikirkan anak-anak? Julukan apa yang akan lebih buruk dari anak tiri sahabatmu sendiri?
Livi sangat kecewa pada Jona, terlebih kepada sang ayah yang merahasiakan hubungan asmaranya. Mengapa Jona? Tak habis pikir Livi dibuatnya sehingga pertanyaan itu sudah terlintas ribuan kali dalam benak gadis itu.
Kedua orang itu sekarang, tak lebih sebagai penghianat untuk Livi. Jika ayahnya tak mau berpisah dengan Jona, Livi mungkin lebih baik tidak pulang ke rumah saja. Biar saja, dia akan tinggal dengan Opa dan Oma di Bandung.
"Menjijikan!" desis Livi meninggalkan Jona yang sepertinya mulai putus asa.
***
Saat malam tiba, Livi mencoba membujuk ayahnya untuk putus dengan Jona. Dia memohon dengan sangat, agar Jordy memikirkan dirinya juga, satu-satunya anak yang dia miliki.
"Lagipula, kami belum resmi pacaran," jawab enteng sang ayah membuat Livi begitu putus asa.
"Tolonglah, Ayah, pertimbangkan perasaanku."
"Tentu saja, Sayang. Segera setelah hubungan Ayah dengan Jona menjadi jelas. Jika kami saja tidak jadian, bagaimana bisa untuk putus?"
"Ayah benar."
"Ayah menyayangimu, Livi."
Sebenarnya, Livi sama sekali tidak merasa puas dengan jawaban sang ayah. Yang dia inginkan adalah, ayahnya berjanji untuk berpisah dengan Jona. Dan lagi, kapan sih, mereka mulai dekat? Kok, rasanya sangat mendadak sekali. Mengapa Livi tidak tahu akan hal itu?
Atau, sebenarnya selama ini mereka saling tertarik dan luput dari perhatian Livi? Mengingat Jona memang sering datang ke rumah. Lalu apa, yang ayahnya lihat dari sosok seorang Jona? Tak lebih hanya gadis biasa, yang cenderung miskin dan bodoh.
Cantik? Memang iya, tapi bukankah masih terlalu muda? Ayahnya yang duda itu bahkan bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari Jona. Lebih cantik, dewasa dan matang, lebih mandiri juga tentunya.
Kenapa? Kenapa mesti Jona? Cewek yang selama ini sangat dekat dengannya. Mengapa ayahnya bisa tergila-gila dengan sahabatnya itu? Atau ada semacam rahasia yang dimiliki Jona yang luput dari pengetahuan Livi. Mungkin saja gadis itu sengaja memantrai Jordy agar jatuh hati padanya.
Apa motifnya? Jona sendiri bisa mendapatkan cowok yang ganteng, tajir dan beken di sekolah. Bermodalkan wajahnya yang cantik dan menarik, suaranya yang merdu, bukankah itu juga sebuah bakat yang patut diperhitungkan.
Kalau sekadar untuk mendapatkan baju, tas, uang, dan lainnya, sebenarnya dia tidak perlu pacaran dengan Om-Om. Terlebih, selama mereka saling mengenal memang Jona bukan tipe cewek murahan seperti itu? Ataukah, Livi memang benar-benar tidak mengenal Jona?
"Jona, apa yang telah kamu lakukan pada Ayahku?" ucap Livi dalam keremangan kamarnya. Dia terus berpikir, dan berpikir. Kemudian bayangan mengenai rumor yang akan beredar di sekolah sebentar lagi, yang merambat lebih cepat dari induksi panas, bagaimana dia akan bisa mengatasi itu?
Seharusnya, baik Jona maupun Jordy berpikir tentang reputasi Livi sebagai seorang pelajar SMA, kan? Lalu, walau bagaimanapun, Jona juga perlu menjaga reputasinya sendiri di sekolah. Apa dia tidak berpikir sejauh itu?
"Ayah, Jona, ada apa dengan kalian?"
Kepala Livi terasa amat berat, sehingga memilih untuk menenggelamkan diri dalam mimpi begitu makan malam selesai. Dia akan tinggal di sana, dalam mimpi yang hanya dihuni mereka berdua, Livi dan ibunda. Semoga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Uni Kamek
g
2021-10-24
0
Maya AL Fadl
wowww
2021-07-29
1
Istri Pertama Seungcheol
Hay hallo holla 😊
Mampir di cerita aku yaa 🙏
Ceo Dingin Vs Pilot Ganteng ❤
Mampir ya semua nya ✌
Salam sayang dari aku 😊
🌼🌼 Tessa Amelia Wahyudi 🌼🌼
Follow juga ig Aku di @amelia_falisha1511 🐻
2021-07-17
1