“Benda berat apa?” tanya Renata heran, kemudian mengulang pesannya pada Edgar. Sebentar kemudian, telepon sudah kembali berpindah tangan.
“Benda berat apa, Kak? Kenapa harus ada barikade segala?”
“Bukan barikade.” Marco memberi tanda pada Gerald, yang segera bergerak mengumpulkan seluruh pekerja ke depan Marco. “Itu segel,” lanjutnya pelan. “Supaya tidak ada yang masuk tanpa izin dari kalian.”
Untuk sesaat hanya ada hening. Edgar seperti sedang berusaha meresapi apa yang diperintahkan Marco.
“Baiklah,” ucap pria itu akhirnya. Sambungan telepon ditutup.
“Ada apa?” tanya Jose. Ia bisa merasakan ketegangan merambat keluar dari tiap pori pamannya. Pria itu terlihat lebih serius dari biasanya.
Marco menempelkan telunjuk di depan bibir, kemudian mendesis dan menggeleng. Pamannya dan Gerald bicara dengan bahasa isyarat tangan, kemudian mereka mengendap-endap pergi dari koridor barat.
“Mau ke mana?” tanya Jose cepat. Ia menatap pada kamar-kamar yang belum diperiksa. Mereka baru memeriksa tiga kamar tetapi Marco sudah menarik mundur para pekerja, bahkan tidak mau mendiskusikan persoalan dengannya. Ia ingin bersikeras tinggal untuk memeriksa sisa kamar, tapi membatalkan hal tersebut. Para pekerja tidak berada di bawah perintahnya. Keras kepala hanya akan mempermalukan diri sendiri. Maka Jose ikut melangkah menyusul Marco. Berjalan dalam diam adalah keahliannya, dalam sekejap ia sudah menjajari pamannya.
“Aku benar-benar melihatnya di koridor sayap barat,” bisik Jose pada Marco. “Tidak di tempat lain!”
Pamannya tidak menanggapi. Bahkan menoleh pun tidak. Hanya suara gesekan langkah samar di atas lantai marmer yang bisa didengar malam itu.
Untuk mencapai kamar-kamar di sayap timur, mereka harus turun tangga dulu dan kembali lagi ke lantai bawah, kemudian menyusuri antar ruang dan naik ke lantai lain untuk mencapai koridor timur. Tidak ada penghubung langsung antar dua sayap rumah.
“Aneh,” bisik Jose pelan ketika mereka menaiki tangga. Matanya menatap sekitar dengan waswas. Hiasan marmer, jambangan besar, deretan lukisan, semuanya mengirim sinyal pada seluruh susunan saraf Jose, membuat bulu kuduknya meremang tanpa bisa dijelaskan. “Aneh, ini terlalu sepi,” ucapnya pelan. “Para pelayan harusnya terjaga semua, kan?”
“Sssst!” hanya desisan itu yang keluar dari bibir Marco.
“Harusnya ada pelayan yang berjaga di depan kamar Ayah dan Ibu,” Jose berkata lagi, kali ini lebih keras. Ia bisa melihat lewat ekor matanya bahwa Marco memberi pelototan tajam, tetapi itu tidak ia pedulikan. Yang penting baginya sekarang adalah kondisi kedua orang tuanya. Jantungnya berdegup tak menentu dan telapak tangannya mulai kaku karena dingin. Ia membuka dan mengatupkan jari-jarinya dengan cepat, berusaha melemaskan tangan. “Anna!” serunya keras, memanggil nama salah satu dayang ibunya.
“Jose!” Marco menimpali seruannya dengan sebuah teguran. “Apa kau sudah gila!? Jangan berteriak-teriak!”
“Anna! Linda!!” Jose mengabaikan pamannya, ia justru berseru makin keras dan meloncat makin jauh. Ini aneh dan mencurigakan. Harusnya ada beberapa pelayan yang tinggal. Hal yang paling aneh baginya adalah pamannya. Harusnya Marco sudah menangkap kejanggalan itu, tetapi kenapa pamannya diam saja? Kenapa malah tetap mengendap-endap seperti pencuri di dalam rumah?
Jose awalnya tidak mengerti, tapi kesunyian membuatnya paham.
Pamannya ingin menangkap si penyusup, bahkan meski itu berarti harus membuat Edgar dan Renata menjadi umpan. Makanya ada pembicaraan soal barikade. Taktik itu akan berhasil kalau yang mereka hadapi adalah manusia.
Tapi kami tidak berhadapan dengan manusia.
Jose menjejak makin mantap dan lompatannya makin jauh.
Di belakangnya, para pekerja pasti menatap dengan heran. Pamannya mungkin malah sedang melotot marah. Jose tidak peduli. Ia merasa harus memastikan bahwa kedua orang tuanya baik-baik saja.
Ia bisa melihatnya sekarang, pintu kamar kedua orangtuanya yang menghadap ke selatan. Para pelayan yang menjaga juga ada. Dua orang dayang. Keduanya ada di lantai. Tidur.
Tidak, itu bukan tidur. Jose merasa seolah kengerian berubah bentuk menjadi sebuah gas, masuk ke dalam paru-paru dan mencekiknya, membuatnya tidak bisa bernapas.
Anna memejamkan mata, kepalanya terkulai lemah di bahu Linda. Tetapi Linda sendiri membuka kedua matanya, seperti membelalak ketakutan. Jose seperti dihantam rasa mual. Perutnya mulas dan punggungnya menggigil. Ia pikir dayang itu sudah mati.
Di belakangnya ada suara ribut langkah kaki. Marco dan para pekerja sudah melupakan niat untuk menangkap penyusup itu karena Jose sudah terlanjur berteriak-teriak.
“Ada apa dengan—“ ucapan Marco terpotong begitu melihat kondisi dua orang di depan pintu.
Terdengar suara kesiap serta sentakan napas dari para pekerja. Untuk sesaat semua orang hanya diam, membiarkan kesenyapan mengambil alih dialog bagi mereka.
Marco yang pertama sadar. Seperti biasa, ia menepuk tangannya dengan keras dua kali, isyarat untuk menarik perhatian. Bahkan Jose pun tanpa sadar sudah memalingkan wajahnya dan menatap Marco. Ia baru pertama kali melihat wajah pamannya seperti sekarang.
Kedua mata elangnya berkilat-kilat dengan sorot yang tidak pernah didapati oleh Jose. Itu seperti perasaan … terhina.
“Gerald,” Marco memanggil. “Bawa dua dayang ini ke bawah, mereka masih hidup! Mereka hanya kaget!”
Jose mengembalikan pandangan ke depan. Memang, saat diperhatikan dengan baik, tubuh Linda bergerak-gerak dalam aliran napas yang konstan. Wanita itu masih hidup. Begitu pula Anna.
Para pekerja juga mengembuskan napas dengan lega mengetahui tidak ada lagi yang meninggal dalam rumah keluarga ini. Belum ada, ralat Jose dalam hati. Ia harus memastikan kondisi kedua orangtuanya sekarang.
“Ayah? Ibu?” Jose segera menuju pintu begitu dua tubuh dayang itu dibopong turun menuju kamar pelayan. “Ayah? Ini aku!” suaranya makin tinggi karena tidak ada jawaban.
“Periksa semua kamar lain,” perintah Marco sambil merentangkan tangan. “Lima orang tetap di sini bersama kami!”
Grup segera terbentuk sendirinya dan melakukan apa yang diperintahkan Marco. Kalau saja keadaannya berbeda, Jose pasti akan mengagumi kharisma serta wibawa pamannya. Tetapi sekarang kondisinya lain. Prioritas utamanya adalah mengetahui apa yang terjadi pada kedua orangtuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Reksa Nanta
Jika membuat keributan, justru penyusupnya jadi waspada dan lebih sulit ditangkap.
2023-03-26
0
💫
bandel kamu Jose.... diem dulu Napa...😁 ini kubbaca ulang utk yg ketiga kali ny KK👍👍👍👍👍
2022-10-14
1
atmaranii
Jose pdhal udh bisa d blg desa to my anak kecil...cerewet
2021-04-24
0