Jose ikut mengambil mantelnya. “Ayah dan Ibu perlu diberi tahu?”
Marco tertawa ketika membuka pintu. “Kenapa? Kau takut ke luar kalau tidak bersama ibumu?”
Jose menghela napas kesal dan menjajari langkah pamannya. "Aku cuma bertanya. Kita tidak mengabari Ayah?"
“Dan membiarkannya keluar malam-malam di hari dingin begini? Tidak, kau tahu aturannya. Yang bekerja adalah pelayan sementara para majikan istirahat.”
Jose tersenyum geli. “Kalau begitu kita berdua pelayan?”
Marco menggeleng. “Kita memimpin para pekerja.”
Jose hanya tertawa. Gerald ada lima langkah di depan mereka, berjalan cepat menuju gudang jerami.
Gudang jerami terletak dua puluh meter di sebelah utara istal. Para pekerja mengikat dan menumpuk jerami untuk berbagai keperluan. Biasanya selain jerami juga disimpan karung-karung gandum serta mesin perontok.
Jose berjalan di samping Marco memasuki gudang kayu yang berbau jerami, kayu, dan gandum. Lantainya dari tanah, dengan berikat-ikat jerami ditata menumpuk di satu sisi sementara gandum di sisi lain. Ada ambalan-ambalan kayu yang lebar untuk menyimpan stok gandum yang lebih bagus. Gudang itu besar dan bersih, dengan langit-langit tinggi yang tertutup rapat. Ventilasinya diberi kawat kasa agar tidak ada binatang yang bisa masuk ke dalam untuk merusak.
Jose melewati deretan mesin penuai dan perontok sebelum memasuki kamar lain yang cuma berisi jerami. Ada pasak kayu besar yang digunakan sebagai pilar penopang gudang. Pasak itu berbentuk silinder, terbuat dari kayu mentah, lebarnya setengah meter.
Para pekerja berkerumun melingkari pilar itu. Sinar obor mewarnai ruangan.
Jose melihat bahwa ada seseorang diikat di pilar. Seseorang yang ternyata bertubuh kecil. Aneh, pikirnya. Padahal yang kulihat tubuhnya lebih besar.
Tempat itu gelap dan dingin. Lampu lilin yang tergantung di beberapa bagian tidak membantunya untuk bisa melihat dengan lebih jelas. Jose bisa mendengar suara kerosak tapak kakinya dan Marco yang menginjak helai jerami. Gesekan langkah mereka dan gumaman para pekerja adalah satu-satunya suara di gudang itu.
“Dia ini penyusupnya, Tuan,” Gerald berkata, merentangkan sebelah tangannya dengan gaya dramatis.
“Sudah kubilang aku bukan penyusup!” pekik orang itu. Sepatunya menggurat lantai tanah, menyiramkan debu dan pasir ke segala arah.
Jose mengerutkan kening. Rasanya ia mengenal suara itu. Suara tinggi yang kekanakan. Jantungnya berdegup makin kencang. Mengabaikan pelototan Marco, ia berlari cepat menyeruak kumpulan para pekerja, menatap si penyusup yang masuk ke wilayahnya.
Ternyata seorang anak kecil. Rambut pirang jagungnya acak-acakan dan pakaian kumal. Celana panjangnya ditambal di bagian lutut. Tetapi yang lebih membuat Jose kaget adalah matanya yang biru.
Mata biru itu menatapnya langsung, terlihat setengah lega dan setengah marah. “Ini dia!” seru anak itu begitu melihat Jose. “Aku mencarimu ke mana-mana!”
“Nolan?” Jose ternganga. Para pekerja menatapnya dengan heran.
Di belakangnya, ia bisa mendengar suara langkah Marco mendekat.
“Siapa dia?”
“Lepaskan aku!” sembur Nolan galak. “Kalian seenaknya menangkap dan memukuli anak perempuan!”
“Anak perempuan?” para pekerja berseru-seru keheranan, terlihat bingung.
“Kalian memukulnya?!” seru Jose tak percaya. Ia mengedarkan pandangan satu per satu para para pekerjanya.
“Sedikit,” Gerald yang menyahut.
“Banyak! Dia memukuliku terus!” teriak Nolan. “Dasar brengsek! Sialan! Kalian harusnya mati saja! Mentang-mentang sudah jadi budak orang kaya, lalu lupa pada sesamanya!”
“Kau bukan sesamaku.” Gerald mengerutkan kening. “Aku tidak berasal dari tempat kumuh yang orangnya bermulut kotor.”
Jose menoleh cepat, hendak menegur Gerald, tetapi Marco menatapnya dalam peringatan tajam.
“Dia menendang dan melawan,” Gerald menjelaskan. “Dia di wilayah Argent dan kabur ketika dikejar, tentu saja itu mencurigakan. Kami tidak tahu dia kawan Tuan Kecil.” Dia mengangkat tangan, memberi tanda pada pekerja yang lain untuk melepaskan Nolan.
“Jangan dilepas,” Marco berkata, menghentikan tiga orang yang berjalan ke pilar.
“Kenapa?” Jose yang bertanya. “Dia bukan orang yang kulihat! Yang kulihat itu tinggi dan besar, bukan anak-anak seperti ini!”
“Lepaskan aku! Lepaskan aku!” Nolan berteriak-teriak. “Aku bukan anak-anak, brengsek!”
Marco mengangguk, dan Harold berjalan maju kemudian menampar pipi Nolan.
“Harold!” bentak Jose marah.
“Pertama.” Marco mendorong bahu Jose ke samping ketika melewatinya. Ia berjalan mendekati Nolan, mengamati anak itu dengan kritis dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nolan bahkan tidak sampai setinggi dadanya ketika mereka berhadapan. “Pertama, bukan begitu caranya bicara di hadapan seorang Argent.”
“Lalu bagaimana?” Nolan meringis. Mata birunya berkilat penuh kebencian. “Apa aku harus menggonggong dan menggoyangkan ekorku?”
“Apa kau bisa melakukannya?” balas Marco. “Apa itu yang terbaik yang bisa kau lakukan? Kalau bisa, lakukan saja.”
“Tidak sudi!”
“Kedua,” Marco mengabaikan itu. Ia menatap lurus-lurus pada mata Nolan, menyelami iris matanya dengan tatapan dingin. “Apa yang kau lakukan malam-malam begini? Di tanah Keluarga Argent? Apa yang kau lakukan di istal kami? Mau mencuri kuda? Sepertinya aku pernah melihatmu di suatu tempat. Pasar penadah?"
Nolan membuka mulutnya tak percaya. “Mencuri kuda! Tentu saja tidak! Aku mungkin kotor dan lusuh, tapi bukan pencuri! Kalian orang kaya brengsek! Melihat orang kotor sedikit langsung dicap pencuri!”
Marco mundur selangkah, membiarkan Harold menampar Nolan lagi.
Jose mendorong tubuh Harold dan berdiri di antara Nolan dan Marco, memasang sikap melindungi. “Apa yang Paman lakukan?! Dia ini anak perempuan! Kenapa memperlakukannya seperti ini?!”
“Sudah kuperingatkan sebelumnya.” Marco mengangkat bahu dengan lagak pasrah. “Bukan begitu caranya bicara dengan Keluarga Argent—terlebih padaku, tapi dia tetap melakukannya. Bukankah berarti dia memang minta dipukul?”
“Aku tidak sudi menuruti perintah orang kaya sepertimu!” Nolan masih membalas dari belakang Jose. Suaranya tinggi dan kekanak-kanakan, tetapi bergetar dan basah.
Jose menoleh, melihat airmata menetes dari mata biru itu. “Kau juga, diam dulu!” bisiknya kesal.
“Kau juga tidak berhak memerintahku!” Nolan melotot, menahan isak meski air matanya sudah berderai. “Dan lepaskan ikatan tali ini! Aku bukan binatang!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Jatmiko
Kasihan Nolan
Dia memang bersalah karena menyusup di tempat orang lain dan berkata kata tidak sopan, tapi apa iya harus sampai dipukul ? Apalagi dalam keadaan terikat.
Tindakan ini justru tidak mencerminkan sikap bangsawan yang terhormat.
2023-03-28
0
Reksa Nanta
Yach mau bagaimana lagi .. Namanya juga masih anak anak, dan tidak terpelajar. Kenapa harus menghadapinya dengan cara sekasar itu ?!
2023-03-25
0
Iklima kasi💕
greget banget sama marco,,dimanapun kapanpun apapun keadaannya kayanya tata krama tentang kluarga argent tetep kudu dipake huhf...ribet bangetnya caranya orang kaya lama2 jose bakalan kabur tuh 😆
2020-09-04
3