“Kau benar-benar melihatnya, Jose?” Renata bertanya pelan.
“Ya, aku memang melihatnya,” Jose berkata tegang. Sekarang dia menoleh pada Marco. “Paman bilang sebaiknya aku membangunkan Paman kalau melihat sesuatu."
“Aku bilang kau bangunkan aku kalau mendengar sesuatu,” Marco mengoreksi ketus. “Kenapa kau sulit sekali diatur, sih?”
“Kalau aku tidak melihat keluar dengan binokular, aku tidak akan bisa membangunkan Paman. Memangnya Paman berharap bagaimana? Aku datang ke kamar Paman cuma karena mendengar suara kuda?”
“Sudah, sudah,” Edgar menengahi. Ia merapatkan piama tidurnya, sedikit merasa kedinginan—bukan karena hawa dingin melainkan karena perasaan tidak nyaman. “Aku sudah menyuruh Gerald dan beberapa pelayan lain untuk memeriksa pondok pengurus kuda. Kalau benar kata Jose—“
“Aku berkata benar," potong Jose. “Aku melihatnya dengan jelas! Sosok itu mengendus-endus di meja tempat Higgins ... terakhir kulihat. Penerangan di sana tidak ada, jadi aku memang cuma melihat sosok hitam, tapi itu jelas manusia! Dan dia mengendus-endus!” Ia jadi merinding sendiri mengingat apa yang baru saja dilihatnya.
Setelah melihat sosok mencurigakan itu, Jose masih melongo selama beberapa saat di depan jendela, lalu ia segera berlari ke kamar Marco di sayap timur rumah dan membangunkan pria itu. Marco memanggil pelayan untuk membangunkan Edgar dan Renata. Lalu Edgar menyuruh beberapa pelayan untuk memeriksa pondok pengurus kuda. Sementara itu mereka semua menunggu di kamar kerja Edgar yang hangat dan terang.
Marco ada di dekat jendela yang menghadap ke pelataran depan, menyilangkan kedua tangan di depan dada. Wajah tirusnya terlihat serius. Di samping kanannya, dua meter dari tempatnya berdiri, Edgar dan Renata duduk di atas sofa, saling memeluk pinggang satu sama lain. Renata terlihat pucat.
Jose ada di sofa yang terpisah, di samping ibunya. Wajahnya harap-harap cemas sekaligus sedikit takut. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.
“Apa yang dilakukan orang di pondok Higgins? Kenapa orang itu mengendus-endus meja? Apa yang dia cari sebenarnya? Benarkah itu manusia?” Jose menyuarakan isi pikirannya.
“Apa maksudmu dengan pertanyaan terakhir?” tanya ayahnya heran. “Apa kau melihat tanda-tanda atau apa darinya?”
“Manusia kan tidak mengendus-endus,” kilah Jose.
“Kau melihat hidungnya? Wajahnya?” selidik Marco.
“Tidak.” Jose menggeleng kecewa. “Sudah kubilang, di sana gelap ... teropongku tidak bisa menangkap. Kalau saja ada lilin atau apa sebagai penarangan. Aku tidak melihat apa-apa, tapi gerakannya jelas mengendus-endus. Dia seperti mencari sesuatu—seperti anjing mencari sesuatu dengan aroma.”
Marco tampak muram. “Semoga saja dia bisa ditangkap.”
“Apa yang sebenarnya dia cari di rumah kita?” Renata bertanya ngeri. Rambut panjangnya tergerai lurus menutupi bahu. Ia hanya mengenakan pakaian tidur di balik selimut yang membalut pundaknya.
Edgar mengusap-usap punggung istrinya, berusaha menenangkan. “Kita akan tahu sebentar lagi, Sayang, kita pasti tahu. Kau tidak perlu cemas.”
“Tapi sudah tiga kali dia datang ke rumah!” Jose menukas, disambut lirikan tajam oleh Marco.
“Tiga kali?” Renata melotot ngeri.
“Kita akan menangkapnya,” potong Edgar tegas. “Benar, kan, Marco? Kau pasti bisa menangkapnya, kan?”
“Tentu saja. Kau tidak perlu cemas, Dik.” Marco tersenyum menenangkan. “Apa pun dia, kita akan menangkap dan memenjarakannya. Mudah."
Jose berharap itu benar-benar terjadi. Semua rasa takut dan suasana yang mencekam ini benar-benar membuatnya muak. Ia baru mau menanyakan sesuatu pada Marco ketika pintu diketuk dari luar. Ada suara Gerald meminta izin untuk masuk.
Semua dalam ruangan saling berpandangan, lalu Edgar mengangguk pada Marco. Marco menoleh pada pintu dan berseru, “Masuklah!”
Gerald masuk ke dalam, meninggalkan tiga orang pelayan lain di belakangnya. Ketika pintu ruangan itu tertutup, keheningan menyelimuti orang-orang di dalamnya. Jose menatap ibunya, Renata menatap suaminya, Edgar menatap Marco.
“Bagaimana, Gerald?” Marco yang pertama bicara.
Gerald adalah pria berbadan besar dengan cambang dan jenggot lebat memenuhi wajah. Dia mengusap tangan besar berbulunya ke vest flanel berwarna hijau yang dipakainya dan menggeleng. “Tidak ditemukan apa-apa, Tuan.”
“Jejak?” tanya Jose cepat.
Sekarang Gerald mengusap rambut cokelat panjangnya yang awut-awutan, kemudian menggeleng lagi. “Tidak ada apa-apa.”
“Mungkin karena gelap, makanya tidak kelihatan,” usul Jose sambil melirik pada orang tuanya, lalu berpindah pada Marco. “Dia pasti masih ada di sekitar sini!”
“Telusuri tiap jengkal tanah kita,” Marco memerintah.
Gerald terlihat kedinginan, tetapi tidak mengatakan apa-apa.
Jose menangkap raut tak tenang itu, jadi ia menambahkan, “Lebih baik buat kelompok. Dua atau tiga orang.”
“Dan membuat celah yang besar?” tukas Marco dingin dan sinis. “Satu-satu, semuanya berpencar. Jangan ada satu senti pun yang terlewat.”
“Itu bahaya!” bantah Jose. “Bagaimana kalau mereka diserang?”
Marco menatap Gerald, menggerakkan dagunya untuk mengusir pria itu. Gerald mengangguk dan berjalan keluar ruangan. Pintu kembali tertutup dalam suara debam yang pelan. Setelah Gerald pergi, Edgar menatap putranya dengan tajam. Katanya, “Apa maksudmu barusan, Jose?”
“Apa?” balas Jose heran. “Apa tidak ada yang lihat? Mereka ketakutan! Dan malam hari memang bahaya sekarang.”
“Kau bisa mengatakannya setelah Gerald pergi,” Marco menukas gusar. Ia mendekat pada Jose, merentangkan tangannya pada kedua lengan sofa, menjulang tinggi di depan Jose. Pemuda itu menarik mundur kepalanya dengan ngeri. Marco melanjutkan dalam suara dingin, “Kau keponakanku. Jangan pernah membantahku di depan orang lain, apalagi di depan pelayan.”
Jose menelan ludah. Matanya menyorot keras kepala karena tidak merasa bersalah.
“Mengerti?” desak Marco. Mata elangnya masih menyorot tajam. Jose terpaksa mengangguk.
“Kita ini keluarga. Meski kau tidak setuju pada pendapatku atau punya pemikiran yang beda, itu tidak boleh diperlihatkan pada orang lain,” tambah Marco, disambut anggukan Edgar.
Sebaliknya, Renata tidak terlalu senang mendengar itu. Ia melotot kesal pada Marco, lalu melambaikan tangannya pada Jose dan berkata santai, “Lain kali hati-hati kalau bicara, Jose.” Ia menoleh pada suaminya dan bertanya pelan, “Jadi, siapa sebenarnya penyusup itu? Ini semakin menakutkan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Reksa Nanta
Ini tentang menjaga wibawa seorang kepala rumah tangga. Jadi memang kurang sopan melawan yang lebih tua di depan para pelayan.
2023-03-25
0
atmaranii
Marco trkesan mncurigakan...
2021-04-24
0
bluuocean__
cerita2 begini susah ditebak entah di film atau novel
cerdas nih author
2020-12-28
2