“Paman tidak bisa melakukan ini padaku!” seru Jose kesal ketika akhirnya tiba di rumah.
Marco ada di ruang tengah, sedang minum teh dengan Edgar dan Renata. Ketiganya hanya melirik sekilas sebelum kembali pada kesibukan masing-masing. Edgar dan Marco saling berdiskusi sementara Renata membuat sulaman berbentuk bunga mawar merah.
“Bagus! Kalian mengabaikanku sekarang!” Jose berjalan ke tengah mereka dan duduk di sisi Marco.
Ayahnya menghela napas, kelihatan bosan. “Kalau ada sesuatu, bicaralah seperti layaknya lelaki sejati, Jose. Jangan berteriak-teriak seperti anak empat tahun. Dan kau kotor. "
Teguran itu membuat pipi Jose memanas. Ia berdehem pelan, lalu bangkit lagi dari kursi. “Paman menarikku pulang dengan dua polisi patroli.”
“Lalu?”
“Itu memalukan,” sahut Jose dengan sisa harga dirinya. Di seberang kanan, ibunya tersenyum menyembunyikan tawa.
“Aku sudah bilang akan menjemputnya dengan polisi kalau dia tidak pulang tepat waktu,” Marco melaporkan. Ia mengedikkan bahu dengan singkat lalu berkata, “Dia tidak pulang tepat waktu. Dan tidak ke Gedung Diskusi juga.”
“Bukan begitu—"
“Kau tidak janji dengan Lord Dominic juga, kan?” potong ayahnya dingin.
“Aku memang membuat janji dengannya,” Jose berkata tergesa. “Tapi dia tidak datang, jadi aku pergi sendiri ke Gedung Diskusi. Lalu di tengah jalan aku melihat—“
“Melihat?” tuntut ibunya.
“Eh, melihat temanku yang lain.” Jose tidak menyebutkan nama Sir William karena tidak mau ada yang tahu bahwa ia sedang menguntit orang baru itu. Ia juga enggan bercerita bahwa ia pergi ke Selatan. “Aku mengikutinya tapi dia menghilang ke Bjork Selatan."
"Kau ke sana?" Marco menatap tajam.
Jose menggeleng. "Tidak. Tapi aku baru sadar kalau polisi tidak patroli sampai ke sana. Kenapa?"
“Mereka tidak berhak.”
“Karena mereka miskin?”
“Salah satunya,” ucap Marco dingin.
Jose hampir memprotes, tetapi ayahnya mengangkat tangan sebagai kode untuk meminta kesunyian.
“Kau tidak akan bisa memberi penjelasan yang benar kalau seperti itu caranya, Kak.” Edgar tersenyum geli. Dia berpaling pada putranya dengan pandangan bijak. “Mereka tidak bisa mendapat polisi patroli karena keberadaan mereka ilegal, Jose. Daerah itu tidak seharusnya dibangun pemukiman. Tanyakan saja surat tanah dan izinnya, mereka pasti tidak bisa menunjukkan. Tempat itu kumuh dan juga tidak berpendidikan. Kami harap kau menjauhi tempat itu."
Jose teringat pada Nolan. Gadis itu memang bermulut kasar, tetapi cerdas. Ia ingin bertemu dan mengajaknya bicara sedikit lagi, tetapi pada akhirnya hanya mengangguk untuk mematuhi ayahnya.
Yah, pertemuan di Gedung Diskusi bisa diatur kapan-kapan. Untuk malam ini, sudahlah. Jose memutuskan memberi anggukan patuh. “Aku tidur dulu saja,” katanya sambil beranjak bangkit.
Marco menatapnya serius sebelum berkata, “Ingat, kalau ada suara-suara kuda, jangan keluar.”
“Aku tahu.”
“Kuda apa?” tanya Renata heran.
Marco memberi penjelasan dengan suara tenang dan rendah, tetapi Jose tidak berminat mendengarkan. Ia beranjak ke kamarnya di lantai dua sayap barat.
***
Apa aku mimpi? Tidak.
Jose terbangun. Ia mendengar suara berisik. Suara tapak kuda dan ringkikannya. Aneh sekali kalau tidak ada yang mendengarnya selain Jose. Ia menyibak selimut dan berjalan turun dari ranjang.
Marco sudah mewanti-wanti untuk tidak turun dan melihat, tetapi Jose berpikir kalau hanya melihat dalam rumah saja maka tidak akan ada masalah. Ia tidak akan keluar rumah. Suara derap dan ringkik kuda yang gelisah ini mirip dengan yang didengarnya akhir-akhir ini.
Jose curiga sekaligus penasaran. Ia ingin melihat kelebatan makhluk yang membuat darah orang-orang habis. Akan seperti apa makhluk itu?
Dan yang paling membuatnya penasaran adalah, sedang apa makhluk itu di istalnya?
Istal bisa diliat dari sayap koridor Jose. Ada jendela pada dinding yang memperlihatkan sedikit pemandangan yang mengarah pada istal. Pondok Higgins juga terlihat dari situ. Jose memutuskan untuk mengintip dengan teropong hadiah Natal-nya.
Ia berjalan berjingkat keluar dari kamar dan menyusuri koridor, mencari jendela yang ia maksud. Rumah dalam keadaan gelap dan remang-remang. Hanya ada beberapa lampu lilin redup yang dinyalakan sebagai alat penerangan untuk jalan kalau ada perlu di malam hari.
Jose menemukan jendela yang menghadap ke istal, tidak terhalang pohon. Ia bersandar ke sisi jendela, lalu mengarahkan teropong ke istal. Selama beberapa lama yang bisa ia lakukan hanya menatap kuda-kudanya yang gelisah, saling menatap ke arah satu sama lain, lalu menggoyang-goyangkan kepalanya dengan gelisah.
Karena merasa bosan, Jose menggeser teropong ke pondok Higgins, dan apa yang dilihatnya membuat Jose hampir berseru karena ngeri. Masih dengan mulut membuka, ia mundur beberapa langkah, kemudian berlari melintasi lorong menuju ke sayap timur rumah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Devi Ardhani
aku jadi takut bacanya dag dig dug
2021-07-12
0
reyna putri reyyan
ceritanya sangat keren dah 😊🤧🤗💪
2021-04-27
0
Pesek Nya Mbah
kenapa gak bisa di like ya. pasti ada tulisan *kamu sudah memberi like* padahal belum . aneh!!
2021-03-22
0