“Saya … tidak tahu.” Jack mengangkat wajah, menampilkan raut menyesal. “Waktu itu dia menabrak bahu saya, yang ini … saya terjatuh dan yang lain datang bergulat. Saya tidak sempat melihat apa-apa, Gerald menolong saya bangun dan menyuruh saya melapor dulu pada Tuan bahwa kami menemukannya.”
“Di mana itu?” tanya Marco lagi. “Apa ada pekerja yang terluka? Apa kau terluka?”
“Saya rasa, saya berdarah.” Jack membuka cengkeraman, memperlihatkan darah yang membasahi telapak tangannya.
Jose terkesiap kaget. “Harusnya kau bilang dulu sejak awal!”
Jack masih muda, usianya baru memasuki enam belas tahun ini. Pelayan itu mengucapkan permintaan maaf ketika mendengar bentakan Jose. “Saya harus melaporkan hal ini secepatnya, kata Gerald.” Dia menatap ke arah Marco dengan takut. “Kami menemukannya di dekat istal, tidak jauh dari pondok Higgins. Dia bersembunyi di balik tumpukan barang tak terpakai yang belum sempat dibuang.”
Marco mendesah. “Ada lagi yang mau kau laporkan?”
Jack berpikir selama semenit, kemudian menggeleng pelan. “Tidak ada yang lain.”
“Tunggu, dia melukaimu dengan apa?” tanya Jose cepat.
Marco menatap Jose dengan kening berkerut, begitu pula Jack. Lelaki kurus itu kelihatan tidak mengerti. “Dia, Tuan?” tanyanya. “Tapi saya pikir … saya rasa, luka ini karena saya jatuh.”
“Pergilah ke tempat Margie, minta dia mengobati lukamu.” Marco melambai. Margie adalah dayang paling senior di rumah itu. “Dan tunggu sampai dipersilakan sebelum masuk ke ruanganku. Masuk sebelum dipersilakan adalah kelancangan.”
Jack meminta maaf, lalu segera permisi pergi.
“Kita ke sana?” tanya Jose, lebih merupakan desakan.
“Ke mana?” balas Marco, kembali menghadapkan wajahnya ke jendela yang menghadap pekarangan samping.
“Tentu saja memeriksa! Siapa tahu mereka menangkap orang yang salah. Gelandangan nyasar atau semacam itu.”
Marco tertawa. Suaranya kedengaran tidak enak. “Jose, Jose … bukankah sudah kubilang? Seorang Argent harus tetap tenang di situasi apa pun. Barusan saja kau menceramahi pamanmu ini soal kemanusiaan. Tapi kau tahu apa yang kulihat barusan? Aku melihat anak kecil yang tidak sabaran. Saking tidak sabarannya malah sampai melupakan tentang kondisi pelayannya sendiri.”
Jose tidak menyangkal, tahu bahwa seharusnya ia tadi menanyakan kondisi Jack dulu, bertanya apa ada yang terluka setelah mendengar soal pergulatan dan kejar-mengejar yang dituturkan. Ia harusnya peduli pada cengkeraman tangan Jack di bahunya. Tetapi gairah karena mendengar kabar bahwa makhluk itu tertangkap membuatnya lupa diri. “Aku tahu, aku salah,” ucapnya pelan-pelan, berusaha menutupi rasa malu. “Aku akan menerima ceramah Paman sambil jalan. Sekarang, kita ke sana?”
“Kau masih belum belajar juga rupanya.” Marco berjalan mengitari meja, mengambil cangkir kopinya yang diletakkan di tengah meja kerja, dan menyesap isinya pelan-pelan. “Apakah Jack bilang bahwa penyusup itu sudah ditangkap?”
“Lho, bukannya memang sudah ditangkap? Gerald menyuruhnya ke sini karena itu.”
“Gerald menyuruh Jack ke sini untuk menyingkirkan bocah itu, untuk melindunginya. Bocah itu mengatakan pada kita, para pekerja sudah menemukan si Penyusup. Menemukan, bukan menangkap.” Marco mendesah. “Lagi pula Jack sudah bilang bahwa dia tidak tahu. Dia tidak tahu apakah penyusup itu tertangkap atau belum.”
“Itu masalah semantik,” Jose menukas tak sabar. “Tentu saja menemukan itu maksudnya menangkap! Jack cuma salah pilih kata, dia kan tidak sekolah tinggi-tinggi.”
“Tapi kau sekolah, Jose.” Marco meletakkan cangkir kopinya, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dengan dingin. “Kau sekolah, dan harusnya tahu apa yang tersirat dari sebuah penyampaian informasi. Harusnya, selain raut wajah, kau juga membaca arah cerita. Anak itu pergi ketika para pekerja datang dan bergulat. Lihat, kan? Apa dia tahu apakah penyusup itu tertangkap atau belum? Apa kita tahu?”
Jose membuka bibir untuk membantah, tetapi mengatupkannya kembali. Marco benar, tidak ada yang tahu apa yang terjadi. Jack hanya melaporkan setengah dari apa yang ingin mereka ketahui.
Ia mengempaskan tubuhnya kembali ke atas sofa. “Setidaknya, mereka sudah menemukan si penyusup.”
“Semoga saja,” ucap Marco tenang. “Semoga saja mereka tidak menangkap orang yang salah.”
“Tidak, kurasa tidak. Jack sampai terluka. Bekas lukanya itu berbaret, itu luka karena cakaran.”
“Dia sudah bilang bahwa itu karena jatuh,” Marco mengingatkan.
“Siapa yang tahu apa dia berkata benar atau tidak?”
“Sekarang kau berubah jadi meragukan para pelayan yang mau kau manusiakan?”
“Baiklah Paman, kita berputar lagi ke awal," Jose menukas kesal.
Mereka masih saling diam dan menunggu selama hampir satu jam. Jose baru merasakan kantuknya datang ketika pintu diketuk untuk yang ketiga kalinya dari luar.
Jose menatap Marco. Keduanya saling berpandangan sesaat.
“Masuk,” ucap Jose, sedikit terlalu bersemangat. “Masuklah!”
Daun pintu terayun masuk, Gerald sendiri yang berdiri di sana. Pipinya berdarah.
“Gerald? Pipimu?” Jose mengerjap heran.
“Tidak apa, Tuan Kecil, ini cuma tercakar,” Gerald berkata gagah. Bibirnya menyeringai membentuk senyuman, meski napasnya tersengal.
Jose tidak pernah suka disebut sebagai Tuan Kecil, tetapi untuk hari ini ia memaafkan panggilan itu. “Apa yang terjadi?” tanyanya. “Kalian menangkapnya? Ada yang terluka?”
“Ya, kami menangkapnya, Tuan,” Gerald mengangkat kedua jempolnya, membuat Jose melemparkan tatapan kemenangan pada Marco, meski mereka tidak bertaruh apa-apa.
Gerald ikut berpaling pada Marco dan memberi laporan. “Kami menahannya di gudang jerami. Sebenarnya pondok Higgins lebih dekat, tapi di sana kan masih jadi tempat duka, dan kami tidak mau membuat dia menemukan apa pun yang tadinya dia cari di sana.”
Jose bergidik mengingat kegiatan endus-mengendus yang sempat dilihatnya. “Dia manusia, kan?” tanyanya memastikan.
Gerald memberi tatapan heran sebelum mengangguk. “Ya, tentu saja. Dia manusia. Kami mengikatnya, para pekerja mengawasinya. Orang itu sedang diinterogasi Bernard. Wah, Tuan, andai saja Anda melihatnya tadi. Dia liar sekali. Menggigit, menendang, menerjang. Larinya cepat sekali!”
Cara Gerald bercerita benar-benar hidup, dengan kedua tangan besar yang digerakkan ke sana kemari dan intonasi yang penuh warna. Jose harus menahan diri agar tidak kelihatan terpesona. Marco pasti akan mengejeknya lagi kalau melihat ia terpesona pada cerita pelayan.
“Kita ke sana sekarang,” Marco berjalan ke gantungan mantel di samping rak buku, mengambil satu yang berwarna hitam dengan tekstur tebal serta sebuah topi fedora berwarna sama. “Jose, kau ikut?”
"Tentu!"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Rhanny Veronica
kok sepertinya gerald dan marco ini menjurus kepada serigala berbulu domba yak.. 🤔🤔
2020-06-21
2
kayladhinaagnia
melek mata langsung mampir
2020-04-23
1
Ririn catherine
manusia jadi-jadian kli ya 😁 Auto Penasaran 😟
2020-03-29
0