Sesampainya di rumah, papa menyambutku di teras. Aku mencium pipi kanan-kiri papa.
"Papa udah pulang?"
"Iya, baru aja, Nak. Besok papa libur, lusa papa berangkat kerja lagi."
"Wah, nanti Val bikinin cake buat Papa." Kataku.
"Asyik... Pasti enak bikinan anak Papa."
"Baru mau nyoba, Pa."
"Ya udah, sana masuk dulu. Mandi dulu baru ngapa-ngapain."
"Iya, Pa."
Aku senang Papa di rumah, jika malam tiba, Mama ga sendirian lagi. Aku mencium Mama yang baru melipat baju Papa.
Segera aku menyegarkan tubuhku di kamar mandi. Aku bersemangat untuk membuat cake, malam ini juga! Setelah mengisi perut aku menyiapkan bahan kue, mama ikut membantu menyiapkan. Kami berdua memang kompak kalau soal di dapur. Mama juga ingin tahu resep apa yang ingin aku coba. Akhirnya setelah 2 jam di dapur jadilah cake itu.
Not bad lah ya penampakannya, papa dan mama langsung mencicipi dan rasanya, hmmm... Mereka habis 3 potong. Aku pun mencicipi, enaakk... Hanya penampilannya aja yang perlu dibenahi.
"Besok kalau Val udah ga kerja di kantor, kita buka bakery yuk, Ma." Ajakku.
Mama mengangguk dengan semangat. Ah, mama bakal membuat keisenganku menjadi nyata.
Kami bercengkrama bersama di ruang makan. Ah, andai Cantika di sini pasti dia juga merasakan kebahagiaan ini. Aku mengirimkan gambar cake itu padanya.
Langsung ada bunyi notifikasi balasan pesan dari Cantika, aku segera membukanya.
Cantika
[Kakak yang bikin?]
Valeria
[Iya donk]
Cantika
[Pinter Kakak, Surya juga aku lihatin cakenya. Dia ngiler mau ngicipin, Kak.]
[Katanya besok minta dibikinin sama Kakak]
Ugh, ternyata baru ada Si Jahat di dekat Cantika. Iya, bakalan aku bikinin, kucampur sianida. Ups...
Valeria
[Ya udah, met malem Cantika. Pacaran jangan malem-malem ya]
Cantika
[Ini abis meeting di kantor kok, Kak.]
Hah, gila apa meeting ampe jam segini? Bener-bener ga mikir kebutuhan karyawan. Kejam!
Valeria
[Oh, ya udah, hati-hati ya pulangnya, Tika.]
Cantika
[Iya, Kak. Salam buat Papa dan Mama]
Aku meletakkan gawaiku. Lalu kusampaikan salam Cantika pada Papa dan Mama. Kuberi tahu mereka bahwa dia habis meeting.
"Semoga Cantika bisa betah bekerja di sana, ya?" Ujar Papa.
"Iya, Pa." Kataku.
Memang baru kali ini Cantika bekerja, dia belum memiliki pengalaman kerja dimana pun. Maka dari itu aku merasa senang dia langsung diterima kerja di kantor itu, meski pada akhirnya aku mengetahui bahwa itu kantor Si Jahat.
"Pa, Ma, Val mau istirahat dulu ya, capek rasanya. Besok udah berangkat kerja lagi pagi-pagi. Val takut kesiangan, dan memberi contoh ga baik buat para karyawan." Ujarku pada papa dan mama.
"Iya, Nak." Kata papa dan mama bebarengan.
Sampai di kamarku, kurebahkan tubuh di atas kasurku yang empuk, nyaman sekali di rumah sendiri. Meski dulu apartemenku juga nyaman, tetapi di rumah sendiri lebih nyaman.
Tiba-tiba gawaiku berbunyi, dengan malas aku meraihnya dari atas meja. Pesan dari Reno!
081X-XXXX-XXX
[Met malem, Valeria. Reno.]
Rasa malas menjalar ke otakku, tetapi aku tetap membalasnya, meski nanti jika rasa kantukku datang, aku akan membiarkannya.
Valeria
[Oh, ya. Reno. Ada apa?]
Reno SMU
[Pengen chat aja.]
Valeria
[Oh...?]
Reno SMU
[Aku ganggu, ga?]
Rasa kantuk begitu memberatkan mataku, hingga aku terlelap dengan membiarkan pesan itu terabaikan.
***
Paginya, aku merasa pusing, tapi aku harus berangkat kerja. Akhirnya, papa memaksaku untuk mengantarku ke kantor. Sebenarnya mama ingin aku ijin, tetapi sifat keras kepalaku membuat aku tetap ingin berangkat kerja. Tak lupa aku membawa bekal dari mama.
Sesampainya di kantor, rasa pusing itu masih saja terasa. Papa memastikan aku akan baik-baik saja. Aku meyakinkan papa bahwa aku sanggup bekerja hari ini. Sebutir vitamin udah aku telan, tapi aku rasa itu tidak membantu.
Hingga pukul 11 siang aku merasa sangat pusing dan panas hingga semua menjadi gelap dan aku tidak tahu yang terjadi.
Ketika aku membuka mata, aku telah berada di sebuah ruangan, di mana aku? Aku mendudukkan diriku sendiri. Sepertinya ini sebuah rumah sakit. Ada tabung oksigen, kemudian ada alat pengukur tekanan darah di atas meja.
Seorang dokter datang, dan memeriksaku.
"Ibu, apa yang ibu rasakan sekarang?" Kata dokter itu.
"Masih agak pusing, Dok. Siapa yang membawa saya ke rumah sakit ini, Dok?"
"Suami ibu, ya?"
"Su...suami? Yang mana, Dok?" Bodoh amat pertanyaanku, emang suamiku ada berapa jika itu pertanyaannya.
Dokter itu tersenyum, "Itu di ruang tunggu, Bu."
Lalu dia menuliskan dan memberikan resep obat kepadaku.
"Makasih, Dok."
"Sama-sama, Bu. Obatnya diminum sampai habis ya, Bu? Ibu terkena infeksi saluran pencernaan." Dokter wanita itu menjelaskan.
Sejujurnya aku tidak begitu memperhatikan apa kata dokter itu. Aku ingin tahu siapa pria yang membawaku ke sini.
"Baik, Dok."
Segera aku meraih resep obat itu dan melangkah menuju ke ruang tunggu. Tiba-tiba aku terhuyung.
"Eh, hati-hati, Bu." Beberapa perawat mencoba meraih lenganku dan membantuku berjalan.
Tiba di ruang tunggu, Surya sudah berdiri menghampiriku dan mengambil alih untuk memapahku.
"Kamu? Kenapa kamu bisa mengantarku ke sini?" Tanyaku sambil menepis tangannya yang memegang lenganku.
"Duduk dulu, aku jelaskan."
Aku duduk menurutinya, karena memang kepalaku masih terasa agak pusing.
"Tadi, aku mau mengantar proposal ke kantor kamu, dan di depan pintu terjadi keributan, mereka bilang bu manager pingsan. Satpam berniat akan mengantarmu ke rumah sakit. Maka, aku bilang pada satpam bahwa aku yang akan mengantarmu. Aku membopongmu masuk ke mobilku." Katanya panjang lebar.
"Apa? Kamu membopongku?" Tanyaku sambil melotot.
"Iya, kenapa? Apa ga boleh? Baiklah akan kuulangi nanti aku akan megembalikanmu, membopongmu masuk kembali ke kantor kamu." Katanya sambil terkekeh.
"Ga lucu." Tukasku pelan.
"Hmmm... Hmmm... Hmm... Baiklah sekarang aku ambilkan obatnya, setelah itu kita pulang." Katanya.
"Aku mau pulang sendiri." Aku masih dengan keras kepalaku.
"Dengan apa kamu pulang, Nona Keras Kepala?" Katanya sambil berdiri.
"Aku mau menelpon papaku. Minta jemput!"
"Silahkan, tapi gawaimu ada di tas, dan tasmu ada di mobilku." Ucapnya seolah mengejekku.
Sambil menggerutu akhirnya aku mau menunggunya mengambilkan obat-obatku di apotek.
Selama menuju parkiran, aku berjalan di belakangnya, dan tidak pernah berusaha sejajar dengannya. Akhirnya dia berjalan dengan cepat. Sebenarnya aku ingin memberhentikan angkot saja di jalan raya, tetapi dompetku ada di tas. Ugh, kenapa sial sekali aku hari ini, udah jatuh tertimpa tangga pula.
Aku menaiki mobilnya, berdua lagi dengannya. Mobil melaju di jalan dan tiba-tiba rasa itu mendesak kembali di dada, entahlah. Aku mencoba menahannya, tapi tak sanggup, lalu bulir-bulir air mata mengalir begitu saja melewati rasa hangat di mataku.
Aku memalingkan muka ke sampingku, menghindar dari tatapannya, untung dia terlalu fokus pada hiruk pikuk jalanan. Jadi, dia tidak sempat melihat ke wajahku. Aku segera menyeka air mataku.
Sesampainya di depan gang, aku berkata padanya,
"Udah, sampai di sini aja, aku bisa sendiri."
Aku meninggalkannya tanpa menoleh sedikit pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Anita Sari
dari awal baca Valeria kurang tegas walaupun karakter nya keras kepala ,.,
.udah tau Surya pacar adik nya ,. trus adik nya bilang mau serius mengapa juga Valeria mau di deketin juga sama Surya ,. kalo gak suka bilang gak suka ,jangan sok-sok gak suka to di deketin mau juga
2022-06-01
0
Desak Mank
gk bosen2 baca,, Walaupun sudah berulangx ehm.. ceritanya nyaa banget top Thor,, teruslah berkarya
2021-12-21
0
💜bucinnya taehyung💜
naik taksi aja sih bayar dirumah ngapah mesti ribet mo naik angkot bu manager
2021-12-07
1