Beberapa saat kemudian, Rommel mengajaknya ke Asrama AD Batalyon Infanteri 403 Kompi senapan C yang jaraknya jauh dari Bandara internasional Adi Sutjipto. Sementara itu, Syamsul dan yang lain
sedang melakukan pemeriksaan disebuah mobil ambulan.
"Haah... Sekarang hanya tersisa kita berempat, peperangan dan pembunuhan sudah melekati pikiranku" ucap Syamsul.
"Empat orang sudah menjadi korban di Tarakan dan sekarang kita tak tahu harus melakukan apa setelah ini. Tak ada orang tua atau sanak-saudara yang disini, membuat kita semakin putus asa" kata Apris sambil duduk dikursi.
"Aku yakin kita tidak akan berguna setelah ini. Percuma saja kita keluar dari Tarakan tapi akhirnya malah begini. Sementara itu, Herzog dan Steiner akan pulang ke Jerman nantinya. Lebih baik aku mati saja di Tarakan agar tidak menderita seperti ini" tambah Syamsul.
"Ya, yang kau ucapkan itu benar, Syamsul. Mungkin kita akan menjadi gelandangan yang hidup berpindah-pindah tempat dijalanan sambil mencari makan ditempat sampah, atau menjadi pengemis yang mencari sumbangan uang pada orang-orang. Tapi karena masih muda, aku sebaiknya tidak ingin melakukan hal itu" jawab Apris.
"Dan juga mencuri, mencuri itu tidak epik dan hanya menjadikan kita seperti berandal dan juga preman" kata Syamsul.
Amel yang mendengarkan perkataan itu menjadi depresi dan putus asa karena tak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini.
"Setidaknya untuk menyambung hidup, kita bisa mendaftarkan diri menjadi pengasuh panti jompo atau asuhan" jawab Nadia yang sedang diobati oleh seorang petugas medis.
"Apakah benar kita akan menjadi gelandangan?" tanya Amel dengan khawatir
"Tidak, Amel. Kita tidak akan menjadi gelandangan, kita bisa mencari pekerjaan yang halal untuk dilakukan walaupun gaji atau upahnya kecil" jawab Nadia.
"Kakak bisa tinggal bersama denganmu. Setelah perang berakhir, kita akan menjadi sejarah dan dikenal oleh banyak orang, jadi jangan khawatir yah... Semangat dong..." tambahnya sambil menenangkan hati Amel dengan tersenyum..
"Amel sekarang tidak mempunyai orang tua ataupun keluarga disini. Amel sendiri merupakan anak tunggal yang orang tuaku sangat sayangi sepenuh hati. Kini sekarang hanya tinggal nama" kata Amel dengan sedih dan menitikkan air matanya.
"Jangan sedih, Amel... Orang tuamu mungkin sudah bahagia dan tenang disana" jawab Nadia dengan menenangkan Amel.
"Mengapa kalian semua tidak menjadi bagian dari anggota medis? sekarang ada perekrutan anggota medis dari setiap kalangan tanpa ada biaya atau pun syarat kependidikan sama sekali" ucap petugas medis yang mengobati luka Nadia.
"Kira dimana kami harus mendaftar?" tanya Apris.
"Wah... Saya lupa, tapi kalau saya ingat, saya akan beritahu kalian" jawab petugas medis itu.
"Ngomong-ngomong saya takjub pada kalian, tidak ingin melakukan hal-hal negatif untuk menyambung hidup setelah ini. Teruskan perjuangan kalian! kalian akan terkenal disuatu hari!" tambahnya dengan tersenyum.
"Hidup itu keras, jika tidak berusaha akan mudah putus asa dan berakhir dengan bunuh diri. Perjuangan kalian akan menginspirasi banyak orang untuk tidak menyerah dalam kondisi seperti ini. Kalian akan membawa kedamaian pada dunia yang tak abadi ini" tambahnya lagi.
Syamsul dan yang lainnya pun mulai merasakan kebahagiaan pada diri mereka masing-masing setelah mendengarkan perkataan petugas medis tadi. Lalu, Herzog datang kepada mereka untuk mengajaknya menetap diasrama sementara.
"Ayo, kita akan pergi ke Asrama TNI AD Kompi Senapan C karena tempat pengungsian utama 1 sudah penuh jadi kita akan menginap disana" kata Herzog.
"Dimana itu?" tanya Syamsul.
"Jauh dari bandara ini, aku ingin kalian menginap di asrama itu untuk memantau dengan mudah keadaan kalian setelah melihat kehancuran Tarakan" yang masih selamat atas kejadian buruk yang menimpa kalian " jawab Herzog.
"Jauhnya...." jawab Apris.
"Sudah, pokoknya kita kesana dulu, aku akan meminta izin dulu" kata Herzog.
"Baik" jawab mereka semua.
Dia pun pergi kepada Panglima TNI untuk mengantarkan mereka semua ke Asrama AD Kompi senapan C.
"Pak, apakah ada satu mobil pengangkut untuk teman-teman saya?" tanya Herzog sambil menunjuk ke arah teman-temannya.
"Ada, memangnya kamu mau membawanya kemana? tempat pengungsian utama 1 sudah penuh, pengungsian utama 3 di Kalimantan Barat di serang pasukan pemberontak, dan pengungsian utama 2 sudah penuh" jawab Jenderal.
"Saya akan mengantarkannya di Asrama TNI AD Kompi senapan C, apakah boleh?" tanya Herzog.
"Boleh, ada 5 Asrama yang kosong disana, satu Asrama cukup untuk satu orang, memangnya ada berapa orang?" tanya balik Jenderal itu.
"Ada empat orang laki-laki, dua orang perempuan" jawab Herzog.
"Sepertinya cukup untuk kalian tempati sementara" kata Jenderal itu.
"Bisakah anda memberitahu nomor setiap asramanya yang masih kosong bisa diberitahu?" tanya balik Herzog.
"No. 29, No. 30, No. 31, No. 32, No. 33, No. 37, dan No. 20. Semoga nyaman disana" jawab Jenderal itu.
"Terima kasih banyak" kata Herzog sambil berjabat tangan dan memberi hormat.
"Iya, sama-sama" jawab Jenderal itu.
Lalu, Herzog pergi memanggil teman-temannya untuk berkumpul.
"Apris! panggil mereka semua kesini!" teriak Herzog.
"iya!" jawab Apris dengan berteriak.
Teman-temannya pun datang mendatangi Herzog.
"Ada apa, Herzog?" tanya Syamsul.
"Ayo kita akan pergi ke asrama menggunakan mobil pengangkut TNI diluar bandara" jawab Herzog.
"Siap..." ucap teman-temannya.
Mereka berlima pun mulai berjalan keluar bandara dan menuju ke sebuah mobil pengangkut TNI. Satu persatu dari mereka mulai menaikinya. Dari kejauhan terlihat Steiner yang datang sambil menggulungkan lengan bajunya.
"Kau darimana saja?" tanya Herzog.
"Minum air sebentar dimobil ambulan" jawab Steiner sambil mendatangi Herzog.
"Ahhh... Aku tidak percaya bahwa bisa selamat" tambahnya.
"Yeah... Aku juga, mungkin kedepannya kita akan bertempur" jawab Herzog.
"Ngomong-ngomong bagaimana dengan tentara Jerman yang ada disini?" tanya Steiner.
"Dipulangkan kembali ke Jerman... Karena saat ini terjadi konflik dahsyat. Tapi ku harap pemerintah Jerman ikut membantu hal ini" jawab Herzog.
"Ayo naik! kita akan berangkat" ucap prajurit TNI yang mengemudikan mobilnya.
"Oke...." jawab Herzog dan Steiner.
Setelah menaiki mobil pengangkut itu, sang Prajurit TNI mulai menyalakan mesinnya dan berjalan meninggalkan bandara menuju asrama.
"Herzog!" panggil Rommel dari kejauhan dengan tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Yaaa...!!" jawab Herzog sambil melambaikan tangannya dengan tersenyum juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments