Tak seperti biasa hari ini aku pulang lebih awal dari kantor, karena memang pekerjaanku sudah selesai. Kulihat Ayah dan Jingga pun sudah ada di rumah.
Sore itu terasa sangat hangat, semenjak pindah ke Jakarta aku tak merasakan kehangatan keluargaku seperti hari ini. Jingga dan Ayah yang bermain catur, Ibu yang membuat cemilan untuk kami, dan tentu aku yang bahagia melihat suasana rumah seperti ini.
Tiba-tiba gawai Jingga berbunyi dan dia langsung pergi ke luar untuk menjawabnya. Ayah langsung bereaksi aneh, sikapnya yang tenang berubah menjadi kekhawatiran ketika Jingga lari ke luar rumah, serasa ada yang Ayah sembunyikan tentang Jingga.
Aku dan Ayah mendengar Jingga yang marah-marah kepada si penelepon itu.
"Aku gak mau ketemu kamu, dan aku akan bilang ke keluargamu bagaimana kelakuan kamu sebenarnya," bentak Jingga.
Tiba-tiba ayah menghampiri Jingga.
"Siapa itu Jingga?"tanya ayah.
Sambil gelagapan Jingga bilang "bukan siapa-siapa yah."
Jingga berlalu pergi ke kamarnya tapi Ayah menahan Jingga dan memaksa Jingga untuk menjelaskan masalah apa yang Jingga hadapi. Tentu saja dia menolak, tapi setelah ayah membujuknya akhirnya Jingga menangis dan bersimpuh di kaki ayah. Aku dan ibu yang melihat sikap Jingga tentu saja bertanya-tanya, ada apa ini sebenarnya?
"Ayah,maafkan Jingga Yah, Jingga ga bisa jadi anak yang Ayah banggakan," sambil terisak Jingga menahan tangis.
Aku yang gak ngerti dengan sikapnya pun sempat memarahi satu-satunya adikku itu.
"Jingga kamu ini kenapa? coba cerita ke kakak!"
"Ayo Nak sini, kamu pelan-pelan saja cerita sama kami," dengan tenangnya ayah membujuk Jingga.
"Ayah, aku hamil," ucap Jingga.
"Apa, kamu hamil?" aku yang tak tahan dengan omong kosong Jingga pun menanyakan hal yang tidak terfikirkan sebelumnya.
"Siapa orangnya? akan ku bawa kesini dan dia akan bertekuk lutut minta maaf disini," sambungku dengan emosi yang memuncak.
Kulihat Ibu sangat kaget dan hampir saja pingsan. Di sisi lain Ayah masih tegar dan menggenggam tangan Jingga dengan erat.
"Apa mungkin dia orangnya yang kemarin malam berdiri di depan pagar rumah kita?" tanya ayah.
Aku dan Jingga kaget, dan kami melihat wajah Ayah bersamaan.
"Ayah lihat wajah laki-laki itu?" tanyaku.
"Apa ayah melihat wajahnya?" sambung Jingga
"Iya, kemarin dia berdiri di depan pagar, waktu Ayah menghampirinya tiba-tiba dia melempar secarik kertas lalu dia pergi menggunakan mobil berwarna putih, dan Ayah tidak melihat jelas wajahnya, tapi pakaiannya rapi," jawab ayah seraya mengambil kertas dari dalam kantong celananya.
"Coba kulihat yah," aku yang tak sabar ingin tau apa yang laki-laki itu tulis.
"Ini kertasnya," sambil memberikan kertas itu padaku.
"Apa dia sudah gila heh mengancam keluarga kita, Jingga katakan siapa dia?" amarahku memuncak.
"Sudah-sudah, Jingga ayo kita pergi ke rumah laki-laki itu, bagaimanapun dia harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya!" ajak ayah.
"Aku ikut," timpalku.
"Tidak, kamu harus disini bersama Ibu biar Ayah yang membereskan semuanya," cegah ayah.
"Ibu ikut!" tiba-tiba Ibu ingin ikut dengan Ayah.
"Bu, Ayah janji akan membereskan semuanya, Ibu dan Senja tetap di rumah dan berhati-hati, selesai dari sana Ayah dan Jingga akan langsung pulang, doakan kami semoga masalah ini ada jalan keluarnya." pinta ayah.
Entah kenapa detik itu aku tidak mau melepas Ayah dan Jingga pergi, aku takut sesuatu terjadi pada mereka. Tapi akhirnya aku dan Ibu mengijinkan mereka pergi walau dengan setengah hati.
"Hati-hati yah, tolong kabari Ibu kalau ada sesuatu apapun," ucap ibu.
Ayah tidak berkata apapun, Ayah hanya tersenyum manis sekali kala itu sambil berlalu pergi dengan Jingga.
Malam itu turun hujan lebat sekali, sudah 2 jam ayah dan Jingga pergi bahkan gawai mereka berdua tidak dapat dihubungi. Aku dan ibu terjaga sampai pagi tiba. Tiba-tiba hari itu di pagi hari yang sejuk rumah kami kedatangan 2 orang polisi.
"Selamat pagi, dengan rumah keluarga bapak Aji?" tanya polisi itu.
"Iya pak, saya anaknya ada apa ya pak?" tanyaku tak sabar.
"Pak Aji dan anaknya Jingga ditemukan meninggal dunia disebuah rumah tua tidak jauh dari rumah sakit kota," terang polisi itu.
Tubuhku kaku, aku gak tau harus apa sedangkan Ibu yang mendengar ucapan polisi tadi langsung pingsan.
"Ayah dan adik saya kenapa pak?" tanyaku.
"Mereka korban pembunuhan, dan kami masih mendalami kasusnya, dan ini kami menemukan barang bukti kertas dengan tulisan ini"
~ Akulah yang membunuhnya ~
Aku menangis sejadi jadinya, aku masih gak percaya kalau Ayah dan Jingga sudah tiada. Kemarin sore mereka masih tertawa bersamaku, kita makan bersama dan aku ingat senyuman Ayah sebelum pergi, apa itu pertanda Ayah akan meninggalkan aku dan Ibu.
Aku yakin yang melakukan ini semua adalah laki-laki itu, yang telah menghamili adikku Jingga. Dia yang memberi tulisan itu dan dia juga yang melempar kertas ke rumah kami dengan tulisan ~ 1 langkah kamu pergi ke rumahku, aku akan hancurkan keluargamu ~
Iya, dia orangnya. Aku bersumpah demi Ayah dan Jingga juga ibu,aku akan berusaha menemukan laki-laki yang telah menghancurkan keluargaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Kadek
jangan lupa mmpir k karya ku
.kisah pendekar ramalan
.melik
2020-07-13
1
Angela Jasmine
Aku lanjuuuttt lagi kakak
Semangat 👍👍
2020-07-13
1
Risfa
Hadirr ka Veny 😘
udah fave & rate ya ka 🙏
2020-07-07
2