Hujan di sekolah

Aristia menunggu di lorong kantor sekolah, di luar hujan turun sejak sejam yang lalu. Ia memandang pintu gerbang yang berada lumayan jauh di depannya.

Matanya mengedarkan pandangan ke sekeliling, di samping kirinya merupakan aula sekolah yang biasa digunakan untuk kegiatan sekolah. Di depan aula merupakan taman dan jalan setapak untuk menuju gerbang utama sekolah. Suasana sunyi dan sepi karena anak-anak sudah pulang.

Ditengah suara gemericik hujan yang terdengar sore ini, dibelakang terdengar suara langkah kaki yang mendekat.

-Deg-

Jantung Aristia berdegub, tiba-tiba ia merasa cemas.

Ah.... Sial! rutuknya dalam hati. Agak menyesal tadi ia menolak Putri yang ingin menemaninya menyelesaikan mading sekolah.

Ia tidak tahu hari akan hujan dan sekolah akan sesepi ini ketika sore hari.

Seseorang telah berada disampingnya, berjarak sekitar satu meter dari tempat dia berdiri.

Aristia hanya menunduk, lalu ia melirik ke samping. Tampak orang itu memakai celana, yang berarti disampingnya seorang laki-laki.

Aristia tidak berani melihat wajah laki-laki itu, ia memegang tasnya dengan erat.

"Mau apa dia mendekat ke sini" Aristia berkata dalam hati.

"Tia belum pulang" sapa orang disampingnya. Aristia memberanikan diri menengok ke samping.

Seorang laki-laki yang ia kenali sudah berada tepat disebelahnya, Sandro teman seangkatannya namun beda kelas.

"Belum. Sebentar lagi" jawab Aristia singkat.

Ia menatap langit yang tidak juga menunjukkan bahwa hujan akan segera reda.

"Kamu gak bawa payung kan?" kata sandro, "Ayo kita pulang bareng. Aku akan mengantar mu" lanjut sandro lagi sambil mendekat.

Sebenarnya Aristia enggan bersama Sandro, bukan sekedar enggan ia memang selama ini menjaga jarak dari laki-laki yang tengah bersamanya ini.

Pasalnya Aswin dan Rafa pernah memukul Sandro, karena kedapatan mengganggu Putri ditoilet ketika sedang sendiri.

Sandro membuka payung, dan memayungi Aristia tanpa ragu. Di tengah kebingungan untuk menolak Sandro, tiba-tiba....

- Tuk -

Suara payung yang begesekan terdengar. Payung Sandro tergeser karena benturan dari payung lain yang cukup kuat.

Sekarang, payung berwarna bening sudah memayunginya dan jelas ia tahu payung yang diatas kepalanya bukan lagi milik Sandro.

Aristia melihat ke depan dan terkejut, "Rafa!"

Rafa memayunginya, sedang Rafa terguyur air hujan. Tangannya mencondongkan payungnya pada Aristia.

Aristia langsung mendekati Rafa yang basah.

Mata Rafa dan Sandro bertatapan, Rafa menunjukkan ketidaksukaannya pada Sandro. Semua terlihat dari sorot mata Rafa.

"Kamu kehujanan" Aristia berkata, memang seluruh payung menutupi badan Aristia.

"Aku gak apa-apa, ini menyenangkan. kamu lebih penting" balas Rafa.

"Tapi tetap nanti kamu sakit. aku gak mau kamu sakit" Aristia berkata dengan khawatir.

Aristia lalu mengusap wajah Rafa yang terkena air hujan.

"Aku gak apa-apa." ulang Rafa dengan nada kesal. Ia merasa Aristia memperlakukannya seperti anak kecil.

"Meski kamu bilang gak apa-apa, kamu bisa sakit. Kita bisa pakai payung ini berdua."

Aristia memegang tangan Rafa yang sedari tadi memegang payung, lalu melangkah maju mendekat kan tubuhnya pada Rafa.

"Nah.... Sekarang sudah gak kehujanan lagi" Aristia tersenyum.

"Kamu kenapa berduaan dengan Sandro."

"Hanya kebetulan lewat, dan menawari pulang bareng"

"Dia sudah pulang duluan tuh!"

Aristia sampai lupa pada Sandro yang tadi bersamanya, karena terkejut melihat kedatangan Rafa.

Aristia menengok ke belakang, benar Sandro sudah tidak ada ditempatnya tadi.

"Mungkin ia sudah pulang duluan" kata Aristia, "Kok kamu tahu aku ada di Sekolah?" tanya Aristia.

"Kamu sudah pikun Tia? kamu yang bilang tadi mau mengerjakan mading dan selesai sore."

"Kamu sengaja menyusul aku?" Aristia tersenyum

"Aku kebetulan lewat."

Aristia sedikit kesal mendengar jawaban Rafa yang cuek dan dingin itu.

Wajar jika ia mendapat julukan Si Gunung Es. Setiap kata yang terucap dari mulut Rafa selalu singkat atau tanpa ekspresi.

Kata yang terucap dari milut Rafa kenapa sangat bertolak belakang dengan wajahnya yang rupawan. Rutuk Aristia dalam hati.

"Yaa.... Memang begitulah punya teman bodoh" Aristia menjawab dengan malas.

"Bagus kalo sadar" lanjut Rafa lagi.

Mendengar itu ingin rasanya Aristia memukul Rafa, tapi ia mengurungkan niatnya melihat Rafa yang basah terkena air hujan.

Aristia berjalan beriringan dengan Rafa. Mereka menyusuri jalan sekolahnya. Tanpa mereka sadari Sandro melihat mereka dari kejauhan.

Aristia melirik Rafa yang tengah berjalan di sampingnya.

Aristia memiliki empat sahabat.

Putri Anindita yang sudah dikenalnya sejak kelas tiga Sekolah Dasar (SD). Ia merupakan gadis cantik yang selalu populer sepanjang hidupnya.

Rambutnya panjang berwarna hitam selalu tergerai. Senyumnya yang manis menambah sempurna penampilannya. Selain cantik gadis itu pun pintar, ia selalu mendapat nilai tinggi disetiap pelajaran.

Menginjak masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) baru lah ia mengenal Rafa, Aswin, dan Rudi.

Rudi Danuarta, ia merupakan teman yang menyenangkan dan humoris. Meski ia humoris, ia adalah sahingan Putri dalam setiap mata pelajaran.

Abraham Rafassa ia mendapat julukan Si Gunung Es di sekolah. Wajahnya memang sangat tampan tapi sikapnya dingin.

Sedangkan Aswin Pamungkas ia juga sangat tampan. Sikapnya berbanding terbalik dengan Rafa. Ia seorang yang pengertian, dewasa dan enak diajak bicara.

Meski demikian Aristia lebih leluasa jika bersama dengan Rudi, mungkin karena mata orang disekitar tidak sefokus mereka menatap Aswin dan Rafa.

"Sudah sampai." kata Rafa

"iya,"

Aristia hanya tersenyum. Tanpa dirasa perjalanan mereka sudah sampai di tujuan.

"Saya langsung pulang. Nanti sms ya."

Rafa berbalik tanpa memandang Aristia. Setelah Rafa tak lagi terlihat, Aristia masuk ke dalam rumah.

Bergegas ia membersihkan diri, setelah itu ia makan, dan masuk kamar merebahkan dirinya di kasur.

Di luar hujan kembali turun membasahi bumi. Di ambilnya HP yang tergeletak disamping. Ia menulis pesan pada Rafa.

[aku sedang berbaring dan bersiap untuk tidur]

Terkirim, lalu diletakkan kembali HP-nya.

Nada dering HP-nya terdengar, lalu dilihatnya layar ponselnya tertulis nama Rafa. Ia mengangkatnya.

"Hai bodoh! jika kamu mengirim pesan seperti itu bukankah tersirat bahwa kamu kesepian dan ingin di ucapkan selamat tidur." suara diseberang sana sudah terdengar.

Aristia yang kesal mendengar suara Rafa yang meledeknya.

Ia menarik nafas dalam-dalam dan hendak memaki Rafa. Belum sempat ia berucap, suara diseberang sana mendahuluinya,

"Selamat tidur nona Aristia. Mimpi indah ya dan semoga kamu selalu bersinar"

Aristia terkejut. Untuk pertama kalinya ia mendengar Rafa berbicara dengan nada yang lembut. Tanpa sempat berucap Rafa sudah memutuskan sambungan telpon mereka.

Aristia tersenyum. Air hujan tadi benar-benar menyejukkan hati Rafa pikirnya. Lalu ia menarik selimut dan perlahan memejamkan matanya sambil memeluk guling sampingnya. Lalu tertidur.

Terpopuler

Comments

Intan Putri

Intan Putri

ljuut

2020-09-06

0

aira Humaira

aira Humaira

mampir yuk ke novel
TERPAKSA MENIKAHI NONA MUDA
di tunggu yah

2020-09-04

0

Tika

Tika

semanga!!

2020-09-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!