Storia 3 : Bukan Tanpa Alasan

Aku tidak mengatakan hidupku baik-baik saja. Bahkan kejadiannya seakan berlalu begitu saja setelah cerita malam tahun baru itu berlangsung. Teman-temanku tidak mengejekku seperti yang ku duga sebelumnya. Yang menurutku bukan hal yang wajar. Namun aku tengah berada di ruanganku saat teman-temanku masuk ke ruanganku. Dan mereka masuk tanpa mengetuk pintu seperti biasanya. Kami membahas sejumlah hal. Yang salah satunya adalah tentang Erik. Dia yang katanya tengah melirik seseorang di antara kami. Seseorang bernama Melia. Benar saja tidak ada yang aneh dari cerita tersebut. Namun yang membuatnya menarik adalah karena status perempuannya yang seorang dokter. Sementara Erik sendiri adalah perawat seperti kami. Memang sih, Erik punya kelebihan tersendiri dari caranya. Dan itu tentu saja karena keluarganya yang cukup terpandang.

Jadi Erik, dia memang tipe orang yang pandai menggoda gadis cantik lewat kekayaannya. Di mana dia hanya perlu melakukan itu dari balik Honda Jazz yang ia miliki. Suatu kepercayaan diri yang tentu takkan muncul jika ia belum mempunyai apa pun. Tentu saja wanita mana pun akan memandangnya sedikit satu level di atas kami. Sebab kau tahu sendiri kan, wanita sekarang memang suka memandang status sosial dalam menentukan pasangan. Semacam menyegerakan zona nyaman agar masa depan sedikit lebih baik. Tapi tadinya ku kira cerita akan berhenti di situ saja saat topik tentang Erik berakhir. Namun Eddie tiba-tiba mengalihkan percakapan dengan menanyakan kegiatanku di malam tahun baru bersama Sarah. Yang bahkan ia menyebutnya sebagai kencan. Aku tahu ia bercanda karena ini yang biasa kami lakukan. Tapi untuk hal ini aku tidak bisa menganggapnya biasa saja.

"Kami tidak bicara banyak. Hanya perkenalan saja." Sahutku singkat. Berharap mereka tidak berpikiran macam-macam lagi.

"Oh, aku tidak tahu jika perkenalan bisa dilakukan berjam-jam. Ku kira kau melakukannya agar bisa berdekatan lama. "

"Ngawur! Siapa bilang? Lagipula dia bukan tipeku."

"Hah, aku tidak tahu kau punya tipe perempuan sekarang?" Sahut Eddie seraya melirik ke arah lain. Yang membuat semua mata mulai serius menatapku.

Aku dan teman-temanku memang suka seperti ini. Dan jika bukan Otto yang jadi korbannya, sepertinya mentertawakan teman bisa jadi hiburan menarik. Meski jelas jika kebersamaanku bersama Sarah di malam sebelumnya benar-benar singkat. Bahkan baru kali itu saja kami bicara akrab. Dan memang tidak terjadi apa-apa. Namun jika yang dibicarakan adalah kejahilan, otak teman-temanku bisa dengan cepat penuh dengan ide-ide kreatif.

"Ku rasa..., aku hanya tidak mau menghabiskan waktu di rumah Otto seharian." Sahutku santai, dan pura-pura tertawa. "Lagipula siapa juga yang sanggup melihat Otto sepanjang waktu? Aku bahkan takkan pernah mendekati keturunannya sampai delapan turunan." Nadaku penuh sarkastik lagi.

Beruntungnya, teman-temanku ikut tertawa. Yang menandakan jika aku cukup berhasil. Aku tahu aku masih perlu mengisi pembicaraannya dengan topik lain. Mungkin sesuatu yang lucu. Sebelum aku teringat kejadian yang menimpa Eddie beberapa hari yang lalu. Saat Otto tiba-tiba menyerbu rumahnya. Padahal jelas sekali jika saat itu masih hangat-hangatnya suasana liburan.

Aku bahkan bisa mendengar Eddie menumpahkan seluruh kekesalannya di sana. Kemudian secara terang-terangan menyebut Otto menderita gangguan jiwa. "Orang seperti dia harusnya sudah lama tiada. Tapi hidup itu tidak pernah adil kan? Kita malah harus berhadapan dengannya lebih lama karena dia yang diberi umur panjang." Selorohnya pula. Nadanya mengingatkan seakan ia yang sangat tersakiti. Dan di sinilah tawa terdengar semakin keras.

Dalam hati aku mulai membayangkan bagaimana aku terlepas dari masalah. Meski caraku sama sekali tidak bisa diterima. Namun aku tidak punya pilihan. Karma mungkin berlaku. Meski ku harap tidak untukku.

Berikutnya, kami mulai bicara lagi tentang desa, pekerjaan, hal-hal yang baru terjadi selama beberapa bulan belakangan. Meski aku hanya mendengarkan dengan separuh telingaku. Setidaknya itulah yang bisa ku lakukan. Hingga tanpa sadar percakapan berakhir.

Di bulan keempat, saat Sarah pertama kali bergabung di kantor kami, ia tiba-tiba datang memberikan undangan pernikahan kakaknya untukku. Dan memintaku hadir di sana. Yang katanya acaranya akan sangat menyenangkan. Tapi jangan katakan aku berniat datang. Satu-satunya alasanku tentu saja karena ayahnya lagi. Dan seandainya ada alasan lain pun juga ku kira karena waktu-waktu tersebut adalah saat yang tepat untuk melarikan diri. Aku tahu Otto pasti akan sangat sibuk-sibuknya. Dengan begitu, kami akan punya banyak alasan untuk bermalas-malasan sepanjang waktu. Bahkan bermain game seharian penuh sudah terasa menyenangkan.

Namun malam baru saja turun. Dan aku belum melakukan tindakan produktif apa pun semenjak pagi. Lampu-lampu ruangan masih belum ku nyalakan. Yang membuat orang berpikir jika rumah ini mungkin sedang ditinggal penghuninya. Aku tahu ini adalah hal terbaik yang pernah kami lakukan setiap harinya. Karena bisa membodohi Otto berkali-kali. Sebetulnya memang masih ada orang lain lagi di dalam rumah. Dan dia adalah Frans. Ku kira aku memang pernah mengatakannya bukan, jika kami kerap membolos bersama? Tapi situasinya tiba-tiba berubah mencekam saat terdengar sepeda motor berhenti di halaman depan.

Aku menengok jam di kamarku sejenak, dan hampir pukul setengah enam malam ketika itu. Jadi memang ada yang salah dengan kendaraan tersebut berhenti di halaman depan. Yang segera membuat kami merasa was-was, bahkan sesaat mesin kendaraan baru saja dimatikan. Menit demi menit berlangsung begitu lambat selama sisa-sisa waktu itu berakhir. Hingga akhirnya terdengar ketukan pintu.

Aku mulai bertanya-tanya apa ada yang salah, dan ku rasa tidak ada yang berubah dari kebiasaan kami selama ini. Bahkan kami tidak pernah menaruh sandal kami di luar rumah. Yang mungkin bisa menjadi tanda jika ada seseorang di dalam. Aku menatap wajah Frans sejenak. Ekspresinya nyaris sama seperti orang yang hampir kehilangan nyawanya. Dan rasanya tidak sulit membayangkan apa yang dilakukan Otto di luar. Aku kembali teringat kejadian Eddie pada beberapa bulan yang lalu. Membayangkan apa yang saat itu dialaminya. Tidak gajian satu bulan, dia yang mengeluhkannya kami pada atasan yang lebih tinggi lagi, bagaimana pun juga itu adalah mimpi terburuk pegawai negeri. Aku membesarkan hatiku dengan mengatakan jika bukan hanya aku saja yang mengalaminya. Setidaknya menanggung itu bersama-sama sedikit lebih baik daripada mengalaminya sendiri. Bahkan aku nyaris berkeringat karena semua rasa gugupku. Namun saat pintu akhirnya terbuka, apa yang ku hadapi di luar ternyata jauh berbeda dari yang sebelumnya ku bayangkan.

"Kenapa lama sekali?" Tanyanya, jelas dengan nada kecewa.

Ternyata Sarah yang sejak tadi berdiri di luar. Tentu saja aku sedikit lega dengan kehadirannya, meski kedatangannya tetap membuatku tercengang.

"Tidak..., ku kira tadi siapa?" Sahutku, seraya menghapus keringatku. Aku bahkan tidak tahu jika aku baru saja berkeringat.

Namun, aku sama sekali tidak menyangka jika responnya akan seperti itu.

Dan ia lalu bergumam, "Oh..., kamu sedang mengurung perempuan ya?"

"Tidak. Kata siapa?" sahutku cepat-cepat. "Hanya ada Frans di dalam."

"Oh," nadanya terdengar kurang yakin. "Lalu kenapa tadi lama sekali?"

Sekarang ia yang mulai melihat-lihat ke belakangku. Aku tahu persis apa yang dipikirkannya. Yang tiba-tiba membuatku kesal.

Ku rasa siapa saja pasti merasa tidak suka saat diawasi. Meski ia masih bisa menunjukkannya dengan sikapnya yang lembut, atau mungkin hanya bercanda saja dari caranya, namun hal itu tetap tidak bisa membuatku harus menghadapinya tanpa merasa bersalah atau semacamnya. Bahkan di saat aku tidak melakukan apa-apa. Mau tidak mau aku harus mengatakannya secara jujur.

"Tadinya ku kira itu ayahmu... Lagipula tidak biasanya ada orang jam segini datang ke rumah.." Sahutku. Masih belum bisa menyembunyikan kekesalanku. Namun hal itu justru membuatnya tersenyum pada dirinya sendiri.

"Itu karena kau suka membolos! Seharusnya kau kan bekerja dengan benar! Lagian kalian digaji untuk itu kan?" Ujarnya lagi, seraya ikut menaikkan alisnya. Namun aku tidak menjawabnya. Dan jangan tanyakan padaku mengapa.

Di sekeliling kami, cahaya senja membuat situasinya begitu kontras. Sebab seperti yang ku bilang, aku bahkan belum menyalakan lampunya semenjak ia datang. Dan dia terus berdiri di sana tanpa bicara apa pun. Ku kira Sarah juga bingung dengan kata-katanya sendiri. Meski dia yang memutuskannya kemari.

"Jadi... ada apa kau sebenarnya kemari?" Pertanyaanku segera mengembalikan kesadarannya.

"Oh, ini... aku... aku hanya mau mengantarkan ini saja." Sahutnya. Sementara mata kami terarah pada bingkisan di tangan kanannya. Bahkan aku sudah bisa menduga seperti apa isinya.

Jadi Sarah membawakan bingkisan makanan untukku. Yang katanya dari pernikahan kakaknya. Bahkan aku masih bisa merasakan hangat dari luar bungkusnya.

"Kenapa? Kau tidak suka?" Tanyanya lagi.

"Tidak. Bukan begitu. Tapi... kau tidak perlu melakukan ini juga kan? Maksudku merepotkan diri!"

"Tidak apa-apa. Lagipula aku kan hanya membawakan makanan. Itu karena tadi kamu tidak datang!"

Ia sedikit menekankan pada kalimatnya barusan. Saat ia mengatakan aku tidak datang. Namun aku berusaha mengabaikannya.

"Tapi... di dalam ada Frans. Maksudku, kau tidak keberatan jika aku membagi ini untuknya?" Lalu tanyaku tanpa sadar lagi. Namun Sarah diam sebentar sebelum akhirnya menjawab. Seakan ia baru saja meninggalkan kesan ragunya.

"Sebetulnya... aku membawakan itu untukmu. Aku tidak tahu kalau dia ada di rumah. Tapi tidak masalah." Sahutnya. Sementara aku mulai mempertanyakan arah ucapannya.

Dan dimulai sejak itulah aku mulai curiga. Meski di waktu yang sama aku juga tidak bisa menutupi perasaan senangku untuknya.

Jika kau ingin tahu yang sebenarnya, sebenarnya membawakan makanan di Welmina adalah hal yang biasa. Yang umumnya dilakukan untuk memperlihatkan keakraban pada orang-orang yang baru mereka kenal. Bahkan sebagian besar di antara kami juga sering diperlakukan begini. Tapi hal semacam itu tentu saja hanya terjadi di musim pertama kedatangan kami. Terlebih keberadaanku di sana sudah dua tahun lebih, dan ku rasa aku tidak bisa meyakinkan diriku untuk tidak berpikiran macam-macam. Memang sih, masih terlalu dini untuk menyimpulkan yang demikian, tapi setiap tindakan pasti memerlukan alasan bukan?

"Ehm..., kau tidak mampir sebentar? Maksudku masuk ke dalam?" Ujarku. Bahkan hampir lima belas menit berdiri di luar, aku baru terpikir mengajaknya masuk.

"Sebaiknya tidak."

"... Jadi kau akan segera pulang?"

"Ya, ku rasa." Ujarnya. Kemudian menggerakkan kedua kakinya sebentar. Ku kira otakku memprosesnya sedikit lebih cepat kali ini.

"Um... apa ayahmu yang menyuruhmu kemari, Sarah?"

Ia menarapku heran sebelum tertawa pada dirinya sendiri. "Tidak, yang benar saja? Lagipula kalau ia tahu kau ada di sini, ia bisa saja memarahimu!"

Aku tahu maksud perkataannya.

"Ia menyebut kalian tidak bertanggung jawab. Terutama kamu. Sepertinya ayahku sedikit sentimen padamu." Lanjutnya lagi.

Berikutnya, Sarah mulai berjalan ke arah kendaraannya. Sementara aku menatap langit di sekelilingku. Menemukannya yang telah gelap gulita sekarang. Bahkan, aku tidak menyangka jika kami telah berdiri di sana hampir setengah jam lebih lamanya. Dan hanya untuk sekedar bicara. Kemudian bersama senyumnya ia segera hilang dari pandanganku. Yang menjadikan pertemuan singkat itu berakhir.

Namun sebaiknya ku ceritakan padamu, jika kejadian itu hanyalah awal dari semua bentuk kepeduliannya untukku. Sebab tak lama berselang, Sarah hampir selalu berbuat kebaikan yang sama. Jika kali ini ia membawa nasi beserta lauk pauknya, besok mungkin ia akan membawakan roti buah, atau bahkan sayuran mentah lagi, yang beberapa di antaranya bahkan ia masak sendiri. "Aku baru memasaknya tadi pagi, kau pasti belum makan kan?" Tanyanya. Sebuah kepedulian yang menurutku takkan terjadi tanpa alasan.

Untuk sesaat, aku mungkin lebih suka menganggapnya sebagai tindakan baik. Karena seperti itulah Sarah yang selama ini ku kenal. Terlebih ia memang suka berbuat baik kepada siapa saja. Ku rasa aku juga menjadi salah satunya. Dan lagi kenyataan, aku juga tidak bisa menolak semua kebaikan itu tanpa menyakiti perasaannya bukan? Namun tentu saja aku harus tetap melakukannya secara rahasia. Jadi karena itulah kemudian aku memberitahu Sarah agar ia sebaiknya meneleponku dulu sebelum datang ke rumah. Meski rencana itu sebetulnya juga tidak selalu berhasil.

Aku mungkin tidak terlalu memusingkan diri jika persoalannya adalah kebetulan semata, tapi ku kira Sarah yang memang tidak pernah mau mendengarkan apa yang ku katakan. Sementara aku juga tidak bisa menghalangi teman-temanku untuk terus datang ke rumah. Jadi tak jarang mereka sering mendapati kami berduaan di teras rumah selama bermenit-menit atau lebih. Karena aku yang tidak bisa mengusirnya begitu saja bukan, setelah ia yang dengan rela berbuat kebaikan untukku? Meski apa yang ia lakukan sebenarnya hanya mengantarkan makanan. Hanya saja masalahnya adalah sedikit fakta yang memang perlu kau tahu tentang Welmina. Di tempat sekecil ini, saat kau sering terlihat berduaan dengan seorang, hal itu bisa dengan mudah memancing spekulasi yang tidak mengenakkan. Aku, mungkin bisa lepas dari gosip yang sangat ku hindari tersebut, maksudku dari penduduk setempat, tapi aku memang tidak pernah lolos dari pembicaraan teman-temanku. Mereka yang menurutku tidak begitu cerdas dalam segala hal ternyata bisa menangkap semua pertanda itu dengan mudah. Sebelum menjadikannya lelucon baru bersama gosip mereka. Bahkan ceritanya menjadi pemikiran yang sangat sesat di antara kami. Erik misalnya, dia bahkan berkata secara terang-terangan kalau aku pernah menemui ayah Sarah untuk kemudian melamar Sarah. Yang ikut diaminkan oleh yang lain. Aku tidak tahu dari mana halusinasi mereka berasal. Tapi hal-hal semacam itulah yang membuatku harus tak merasa betah jika harus melewatkan waktuku bersama mereka.

Aku benar-benar telah menjelaskannya berulang kali, sungguh. Sebisa yang ku lakukan, tapi karena teman-temanku memang sudah punya bakat kurang ajar sedari lahir, mereka tidak pernah mau menerima alasanku begitu saja. Mereka dengan cepat menjadikan ini topik terpanas di antara kami, yang mengalahkan kelakuan kami menjelek-jelekkan Otto setiap hari.

Sebetulnya, kejadiannya juga memang tidak seburuk seperti yang ku bayangkan. Lagipula tidak ada salahnya bukan, dengan yang namanya saling mencintai? Tapi yang membuatku sangat kesal adalah kenyataan jika gosip tersebut sangat tidak benar, tetapi Sarah tidak pernah melakukan apapun untuk meluruskan itu.

Aku tidak mengatakan jika ia menikmati itu, tapi dengan sikapnya yang terlihat biasa, hal itu malah membuat serangan yang ku terima terasa lebih gencar dari yang bisa tahan. Terlebih jika mengingat seperti apa kelakukan kami sebelum ini. Dan saat membayangkan jika akulah orang yang justru paling sarkastik terhadap ayahnya selama ini, hal itu seakan membuatku seperti menelan ludahku sendiri. Dan hanya karena beberapa bungkus makanan.

Aku tak pernah mengatakan jika kebaikan Sarah memiliki arti. Setidaknya belum. Kemudian tentu saja, aku juga tidak mau mengatakan jika aku punya perasaan padanya. Aku masih jarang bicara padanya. Bahkan hampir tak pernah. Satu-satunya kesempatan kami bicara hanyalah saat ia mampir ke rumahku, itu saja. Itupun aku tidak bisa menanggapinya dengan perasaan antusiasku lagi. Karena ejekan teman-temanku atau apalah, dan semacamnya.

Kalian pasti membayangkan jika seharusnya aku membencinya bukan? Tapi anehnya, aku juga sama sekali tidak bisa melakukan itu. Belakangan, aku mulai sering mempertanyakannya pada diriku sendiri. Ku kira apa yang ku lakukan murni karena aku yang takut membuatnya kecewa, itu saja. Terlebih tidak seharusnya bukan, kebaikan dibalas keburukan? Pelajaran sederhana yang membuatku harus lebih melapangkan dada. Meski jika dilihat dari sudut manapun, kondisinya akan tetap terasa menyedihkan untukku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!