Cinta Ada Karena Terbiasa
halo readers
selamat dtng di lapakku
aq mohon dukungannya buat karyaku yg satu ini.
please like n komen jika berkenan
happy reading dan smoga kalian suka
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Di rumah Suwarman
"Ekkheemm, yang bentar lagi sold out."
Ninis, teman dari sang pengantin wanita, Shilla Anggila Suwarman. Ninis menggoda Shilla yang sudah siap dengan gaun pengantin putihnya. Hari ini Shilla akan menikah dengan orang yang sudah bersamanya selama lima tahun berpacaran. Shilla hanya tersenyum simpul menanggapi godaan temannya.
Hari ini, mereka akan menggelar pernikahan mewah, yang dihadiri oleh keluarga kecil Shilla dan keluarga besar Jody Kurnia sang mempelai pria. Shilla hanya hidup berdua dengan ayahnya sejak kecil. Ibunya dibawa paksa oleh sang kakek untuk dinikahkan dengan pria pilihan kakek Shilla, karena kakek Shilla tak merestui ibunya Shilla menikahi ayahnya Shilla. Karena sang ayah yang saat itu hanya penjual baju di pasar malam. Tapi, sang ibu memilih bunuh diri ketika dia dinikahkan dengan seorang lelaki yang tidak dicintainya.
Dan karena hal itulah ayahnya Shilla takut, jika nanti putrinya mengalami hal yang sama dengan dirinya. Tidak direstui oleh keluarga pasangannya kelak. Ayahnya Shilla lalu mencoba beralih profesi, dengan uang pinjaman dari sahabatnya yang tinggal di kota C. Dengan uang pinjaman itu ayahnya Shilla membuka usaha toko baju, di sebuah pusat perbelanjaan kota S. Toko baju itu berkembang pesat. Setelah tiga tahun, tokonya memiliki dua cabang. Setelah lima belas tahun, ayahnya mendirikan butik atas nama Shilla.
"Bagaimana perasaanmu, Sayang? Gugup?" tanya seseorang bersuara berat dan lembut. Dia berjalan masuk ke ruang rias pengantin. Pemilik suara berat dan lembut itu adalah Suwarman, sang ayah yang akan mengantarnya menuju altar pernikahan.
"Iya, Pah! Shilla sangat gugup! Keluarga Mas Jody sudah sampai belum, Pah?" Shilla bertanya pada ayahnya.
"Kenapa? Sudah tak sabar jadi istrinya Mas Jody mu itu, hehe." Ayahnya menggoda Shilla.
"Ga gitu, Pah!" Shilla merengut digoda ayahnya.
Keluarga Jody masih di jalan, sekitar lima belas menit dari rumah Shilla. Jody dan keluarganya membawa rombongan tiga mobil, mobil pengantin diisi Jody dan Amel, adik perempuan Jody dan Pak Jono sebagai sopir. Mobil pengantin dilajukan paling depan, mobil kedua dan ketiga membawa paman dan keluarganya. Sedang ayah dan ibunya sudah lebih dulu tiba di rumah keluarga Suwarman. Saat mobil yang ditumpangi Jody berhenti di lampu merah, dua buah sepeda motor berhenti disamping mobil.
Doorr! Doorr!
***
"Jod, Jody bertahan Jod. Paman akan cari bantuan," ucap pamannya dengan cemas dan kalut. Bibinya Jody yang masih di dalam mobil belakang, merasa heran melihat suaminya menghampiri mobil Jody, dan terlihat khawatir.
"Pak Kardi, itu Bapak kenapa, sepertinya cemas begitu? Coba kamu susul sana!" perintah bibinya Jody pada sang sopir.
"Baik, Bu," jawab Kardi, sopir yang menyetir mobil paman dan bibinya Jody.
Pak Kardi menghampiri dan kaget, melihat di mobil itu semua penumpangnya tergeletak bersimbah darah.
"Lho, Pak, ada apa ini, Pak? Mereka kenapa, Pak?" tanya pak Kardi dengan cemas.
"Pak kardi, kamu lapor ke polisi, bilang kalau di sini ada pembunuhan. Saya akan menelpon ambulance, dan kamu suruh Ibu hubungi Pak Kurnia dan Bu Sari cepat sana!" ucap sang paman sambil tangannya menekan nomor telepon ambulance berkali-kali, tapi tak kunjung ada yang mengangkat. Dia terus mondar-mandir didekat mobil Jody.
"Hallo, Pak polisi, di sini ada pembunuhan," ucap Pak Kardi saat telponnya tersambung.
"Baik, Pak. Kami segera ke sana. Bapak kirimkan lokasinya!" jawab polisi dari seberang telpon.
"Hallo, ambulance, tolong! Di sini ada korban luka tembak, sedang kritis. Mohon segera kesini!" seru sang paman menelpon ambulance dengan pikiran cemas.
"Baik, Pak. Bapak segera kirim alamatnya. Kami meluncur sekarang." Petugas ambulance menjawab dengan sigap dari ujung telepon yang lain.
"Halo, Sari, anakmu Jody!" sang Bibi menggantung kata-katanya. Dia merasa tak tega untuk memberitahu Sari.
"A-anakku ... kenapa dengan anakku, Mba? Halo! Mba!" jawab Sari di ujung telpon.
"Anakmu, Jody dan Amel ditembak rampok! Halo, Halo, Sar. Sari!" Bibinya Jody menutup telpon karena tidak terdengar lagi suara Sari di ujung telpon.
***
Di rumah Suwarman
Semua orang kaget, melihat Bu Sari yang sedang menelpon tiba-tiba pingsan. Kurnia, ayahnya Jody, segera membopong istrinya ke sofa. Pak Suwarman juga segera menghampiri.
"Ada apa dengan Bu Sari, Pak?" Suwarman bertanya pada Kurnia.
"Tidak tahu, Pak. Coba, tolong siapa yang punya minyak angin?" tanya Kurnia pada orang yang berada di ruang tamu.
Ada seorang ibu yang memberikan minyak kayu putih pada Kurnia.
"Ini, Pak. Pakai ini aja!" serunya. Ibu itu tetangganya Pak Suwarman. Dia memberikan minyak kayu putih. Tak lama kemudian, Bu Sari bangun. Tapi tidak bicara apa-apa, hanya menjerit dan menangis. Shilla dan Ninis yang sedang berada di ruang rias mendengar Bu Sari menangis menjerit-jerit dengan sangat pilu. Shilla dan Ninis menghampiri Bu Sari di ruang tamu.
Bu Sari sedang dipeluk oleh pak Kurnia, dan dikelilingi para tamu, yang mendengar tangisan Bu Sari begitu memilukan. Shilla menghampiri dan heran kenapa Bu Sari menangis sesedih itu.
"Om. Tante kenapa?" tanya Shilla.
"Om juga tidak tahu. Tantemu tadi tiba-tiba pingsan dan setelah sadar hanya menangis tak bicara apa-apa," jawab Kurnia.
Di ujung sofa, ada seseorang yang tersenyum jahat. Sepertinya dia tahu apa yang terjadi. Sari yang melihat Shilla calon menantunya menghampiri pun segera bangun dan memeluk Shilla dengan tangis pilu. Shilla masih belum mengerti kenapa Tante Sari begitu sedih. Meskipun tidak tahu ada apa, tapi Shilla menangis merasakan kesedihan yang sama. Entah kenapa Shilla merasa tiba-tiba khawatir. Setengah jam berlalu, tapi Sari masih terus terisak tanpa menjawab pertanyaan siapa pun.
Ada dua polisi yang mengetuk pintu. Shilla langsung tertegun cemas. Pak Suwarman menghampiri dan mempersilakan masuk.
"Permisi, apakah di sini ada saudari bernama Ninis?" tanya petugas polisi.
Shilla makin merasa aneh, kenapa polisi mencari sahabatnya Ninis. Ada apa sebenarnya, Shilla benar-benar bingung.
"Saya, Pak. Ada apa ya, Pak?" Ninis maju dan bertanya pada polisi.
"Saudari Ninis, anda kami tahan atas dugaan kasus pembunuhan," ujar polisi kemudian.
Shilla menganga terkejut. Pembunuhan, Ninis sahabat yang dikenal sangat baik. Mana mungkin dia membunuh? Shilla maju mendekati Ninis dan petugas polisi.
"Tunggu, Pak. Bapak pasti salah. Bagaimana mungkin, Ninis, membunuh? Dan siapa yang dibunuhnya?" tanya Shilla meminta penjelasan pada polisi.
"Saudara Ninis kami tahan, atas dugaan otak penembakan dari saudari Amel, saudara Jody dan sopirnya," terang polisi.
Shilla langsung terduduk di lantai. Kakinya lemas mendengar sahabatnya sendiri, membunuh calon suaminya Jody. Suwarman seketika terkena serangan jantung. Bagaimana tidak syock? Ninis yang sudah dianggapnya anak ternyata seorang pembunuh.
"Pah, Papa bangun, Pah!" isak Shilla.
Mereka segera pergi ke rumah sakit yang disarankan polisi. Shilla tidak sempat jika harus berganti baju terlebih dulu. Shilla membawa ayahnya ke rumah sakit, ia masih memakai gaun pengantinnya. Suwarman segera dibawa ke UGD dan di sana juga dia melihat Jody sedang ditangani dokter. Jody tak sadarkan diri dan bajunya penuh darah. Suster menggunting baju kemeja Jody dan dokter sudah memegang alat kejut jantung. Shilla hanya terpaku seperti patung, melihat kedua orang yang disayangnya tergeletak kritis di waktu yang bersamaan.
Sari dan suaminya berada tak jauh dari Jody. Dan Shilla didekat ayahnya yang sedang dipasangi selang oksigen. Sampai Shilla berteriak saat dokter menutup wajah Jody yang menandakan bahwa Jody telah meninggal.
"Tidak, Jod. Jody, Sayang, bangun! Jangan tinggalin aku, Jod!" Shilla menangis memeluk jenazah Jody. Sedangkan Sari tergeletak pingsan, karena harus kehilangan kedua anaknya sekaligus. Sari langsung ditangani dan dirawat di salah satu ruang rawat inap.
"Shi ... la ...!" panggil Suwarman pada anak semata wayangnya dengan nafas tersengal.
***
Di Rumah Suwarman
Seorang lelaki tampan, dengan setelan jas hitamnya memasuki rumah Suwarman. Dia mengernyit heran, kenapa sepi? tanya laki-laki itu dalam hati. Padahal di undangan acaranya memang hari ini. Lelaki itu mencari orang untuk bertanya. Dia menemukan para pembantu yang sedang membereskan piring. Dia berpikir, "berarti dia tidak salah, acaranya memang hari ini."
"Permisi," ucap pria itu.
"Ya, Mas. Ada apa?" tanya salah seorang pembantu.
"Acara pernikahannya hari ini, kan? Tapi, kenapa sangat sepi dan saya juga tidak melihat pak Suwarman ?" tanya pria itu.
Pembantu itu menjelaskan dari awal, sampai akhirnya pak Suwarman dibawa ke rumah sakit. Pria itu langsung pergi tancap gas menuju rumah sakit yang dimaksud.
***
Di Rumah Sakit
"Shi-la," panggil ayahnya.
Shilla segera menghampiri ayahnya
"Ada apa, Pah. Papa butuh sesuatu?" tanya Shilla dengan masih sedikit terisak.
"Papa rasanya sudah tidak kuat," ucap ayahnya lemah.
"Pah, jangan ngomong gitu, Pah. Papa harus kuat! Shilla udah kehilangan Mas Jody. Shilla gak mau kehilangan Papa juga," isak Shilla.
"Boleh, Papa minta sesuatu sama kamu, Nak?"
Shilla hanya mengangguk.
"Tolong, menikahlah dengan anak sahabat Papa. Agar Papa tenang ninggalin kamu." Napas ayah Shilla semakin lemah.
"Pah, Shilla bukan hanya gak cinta sama dia. Tapi, Shilla juga gak kenal sama sekali sama dia," tolak Shilla dengan halus.
Brukk!
Suara seseorang membuka pintu UGD. Dia terburu-buru menghampiri Suwarman yang tergeletak di brankar. Suwarman tersenyum lemah.
"Denis." Suara Suwarman makin terdengar melemah.
Pria itu adalah Denis Zeinal. Orang yang akan menikah dengan Shilla. Shilla hanya menatap dia sekilas.
"Pak, maaf, saya gak tau Bapak di sini. Kenapa jadi gini, Pak? Beritahu saya!" seru pria itu.
"Den, Bapak gak punya banyak waktu. Tolong ... nikahi, Shilla, anakku! Sekarang juga, dihadapanku. Ini permintaan terakhirku." ayah Shilla tetap menikahkan mereka.
Dokter menelpon pendeta sesuai keinginan ayah Shilla. Di rumah sakit dihadapan ayahnya yang menggenggam dan menyatukan mereka. Shilla dan Denis dinikahkan pendeta. Setelah tinggal acara ciuman tangan Suwarman melemah dan terlepas, dia meninggal dunia. Dan Shilla langsung tergeletak pingsan karena syock.
Karena Shilla sangat terpukul dia harus dirawat selama beberapa hari dan Denis-lah yang mengurus pemakaman Pak Suwarman.
Tiga hari kemudian, Shilla bangun, tapi bagai tanpa jiwa. Pandangan matanya kosong. Dia memang masih hidup, tapi tak ubahnya orang mati. Dia tidak berbicara sama sekali. Hanya melamun dan menatap kosong.
Bersambung
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
readers please like jika suka dan klik favorit.
komenannya saya tunggu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Jans🍒
baru awal2 dah sedih aja
2021-09-09
1
Santi Santi
hai kaka author aku mampir nh d novel yah,salam kenal🤗🤗
2021-03-10
1
Nurain Damali
menarik
2020-12-26
1