KISAH TAK BERUJUNG Bad Senior In Love

KISAH TAK BERUJUNG Bad Senior In Love

1. Dio, The First Love Never Die

Dio, The First Love Never Die

(Dio, cinta pertama yang tak pernah mati (hilang))

------- 

Anggi

"Lho, kok masih di rumah?" Mamah kaget melihatnya masih duduk malas di sofa, sambil memainkan remote televisi. Padahal tadi sebelum Mamah berangkat ke pasar, ia sudah pamit mau pergi jam delapan dengan teman-teman.

"Nggak jadi pergi?" Mamah menyimpan tas yang terbuat dari jalinan rotan berisi belanjaan pasar ke atas meja dapur. Ada tahu, tempe, fillet dada ayam, hati sapi, ceker, kangkung, bayam, jagung ... hmmm, sepertinya mamah mau masak besar minggu ini. Nyam nyam.

"Ayo! Kita sarapan ...." Seloroh Papah yang masuk sambil membawa sapu lidi, pancong, kusan, dan sejumlah pot kecil.

"Papah beli apa aja banyak banget?" Ia terheran-heran.

"Nggak tahu ini Mamahmu, mau nanem anggrek katanya," Papah meletakkan barang-barang yang dibawanya ke atas meja dapur, kecuali sapu lidi dan pancong, disimpan di dekat pintu belakang.

"Masih penasaran, Mah?" Ia menyeringai.

Mamah pernah beberapa kali mencoba menanam anggrek, tapi selalu gagal berkembang.

"Banget, Bu Seno loh jago nanemnya, bisa tumbuh banyak subur-subur semua. Katanya besok mau kesini ngajarin Mamah," sambil menyimpan sayur mayur ke dalam kulkas. "Gimana, nggak jadi pergi?"

"Jadi kok Mah. Nunggu Fira mau jemput ke sini," Ia pindah duduk ke meja makan, mengambil 2 lembar roti gandum, mengolesnya dengan Nutella, menangkup sambil di penyet-penyet pinggirannya, lalu menggigit dan mengunyahnya perlahan. Hm, enak.

"Rame-rame ikut semua?"

"Iya, mumpung liburnya barengan. Biasanya suka beda-beda."

"Temen kamu yang tinggi itu ... ikut?"

Ia langsung keselek mendengar pertanyaan terakhir Mamah. Sepotong roti gandum ukuran besar meluncur tanpa permisi ke kerongkongan.

"Siapa namanya? Mamah lupa."

"Yang mana?" Ia buru-buru meraih segelas air putih dan langsung meneguknya. Pertanyaan Mamah membuatnya grogi seketika.

"Yang dulu sering belajar kelompok di sini. Itu loh yang badannya paling tinggi, pakai kacamata, kalau ke sini seringnya naik sepeda. Aduh, kok Mamah jadi lupa ya?"

"Chris? Yang suka ngelawak," tebak Papah yang baru selesai mencuci tangan, ikut duduk di meja makan. Langsung menghadap sepiring gudeg beli di pasar tadi yang telah disiapkan oleh Mamah.

"Chris putrane Pak dokter Setyono? Kalau itu Mamah hapal, wong sering main ke sini. Kalau yang kacamataan ini udah jarang main."

Adit yang baru masuk ke rumah langsung menyambar roti di tangannya.

"Ish, Adiiit!" Ia menggerutu kesal. "Mamah ini loh Adit main rebut."

"Nih," Adit mengembalikan roti gandum isi Nutella yang telah digigitnya sedikit ke tangannya. "Nggak butuh."

"Idih," ia merengut kesal.

"Yang satu lagi itu siapa ... Bayu?" tebak Papah lagi, mulai menyantap gudeg.

"Cenil mana cenil, Mah?" Adit ikut bergabung di meja makan. Namun mereka berdua masih saja saling melempar pelototan.

Mamah menyorongkan sepiring bungkusan daun pisang berisi cenil ke hadapan Adit. "Punya Adit yang tusuknya dua ya. Isi lopis sama klepon. Mba Anggi yang daunnya disobek, lopis sama ketan."

"Punya Papah mana?" Papah ikut nimbrung. "Papah lengkap ya."

Mamah menyorongkan sebungkus daun pisang yang telah dibuka diatas piring kecil, "Ini punya Papah."

"Makasih, Mah," Papah tersenyum menerima cenil kesukaannya.

"Siapa namanya tadi?" Mamah kembali membereskan belanjaan yang masih berantakan.

"Bayu ... bener kan yang tinggi?" jawab Papah sambil terus mengunyah gudeg.

"Bayu putrane Pak Kusman? Bukan. Ini yang paling tinggi. Yang rumahnya di ... mana itu ... di jalan Kampus."

Ia harus menelan ludah lebih dulu sebelum menjawab, "Oh ... Dio?" sambil membayangkan tawa renyah mantan Ketua OSISnya itu.

"Oh, yang itu sih pacarnya Mba Anggi, Mah," seloroh Adit jahil, yang langsung mendapat pelototan darinya.

"Pacar opo," Papah mengernyit. "Kecil-kecil pacaran."

"Loh, Mba Anggi kan udah kuliah Pah, udah gede," Adit semakin menjadi. Heh.

"Ya kamu yang masih kecil, bukan Mba Anggi," Papah menggerutu.

"Aku juga udah SMA, udah dewasa ...."

"Idiiiih," cibirnya cepat. "Dewasa dari Hongkong!"

"Pokoknya ... aku pernah lihat foto Mas Dio di diarynya Mba Anggi. Apa namanya kalau bukan pacar. Iya kaaaan ...." Adit mengedip-ngedipkan sebelah mata penuh kemenangan.

"Heh, kamu gelatakin kamar aku ya!" Ia kembali memelototi Adit. Tapi yang dipelototi malah semakin tertawa lebar.

"Iya ... Dio!" Mamah memotong pertengkarannya dengan Adit sambil menertawakan diri sendiri. "Kuliah di mana sekarang? Dia ikut?"

"Bandung," Ia kembali meraih gelas berisi air putih lalu meminumnya. "Nggak tahu ... nggak ada kabar."

"Dia paling jarang ngumpul ya? Lebaran kemarin juga nggak ke sini kan waktu temen-temenmu pada ke sini semua?"

Ia menyuap potongan roti gandum yang terakhir, "Sibuk dia. Keliling Indonesia, ke luar negeri."

"Wah, hebat dong!" mata Mamah membulat, rasa kagum jelas menguar-nguar. "Acara apa?"

"Lomba-lomba mewakili kampusnya gitu deh."

"Oh, Papah inget ... Papah inget ...." Papah menghentikan suapan gudegnya. "Yang dulu pernah bantuin Papah nanam cabe itu ya?"

"Nah iya yang itu," Mamah kegirangan. "Pernah nganterin Mamah juga jenguk Bu Zaenudin di Geriatri, waktu Papah lagi dinas ke Padang itu loh."

"Yang bungsunya Pak Rasdan?"

"Iya ... iya ... yang itu," Mamah tambah semangat menjawab. "Pak Rasdan kan putrane tiga to. Tio, Rio, Dio. Nah, ini yang paling kecil."

Ia hanya memutar bola mata mendengar Mamah begitu fasih menerangkan silsilah keluarga Dio.

"Berarti buah jatuh tak jauh dari pohonnya," seloroh Papah. "Buapaknya sering riset sana sini sama nerbitin jurnal ilmiah. Anaknya ya kemungkinan besar nggak jauh-jauh dari prestasi."

Ting Tong Ting Tong!

Semua menoleh ke arah ruang tamu.

"Fira kayaknya, Mah," ia segera beranjak dari duduk menuju ruang tamu.

"Ya. Nanti suruh sarapan dulu ya sebelum berangkat."

Mamah selalu menyuruh siapapun temannya yang datang ke rumah untuk makan. Tak peduli itu pagi, siang, sore, bahkan malam, Mamah siap menyediakan makan untuk mereka semua.

"Enak bener deh berteman sama kamu. Kalau laper tinggal maen ke rumah kamu," seloroh teman-temannya seringkali.

Namun lamunannya tentang teman-teman langsung menguap begitu membuka pintu dan melihat siapa yang berdiri di depannya.

"Hai?"

DIO?

Ya ampun, mimpi apa semalam sampai tiba-tiba orang yang begitu ingin ia temui sudah berdiri di depan pintu rumah? Dream come true. So true.

"Masuk nak Fira, ayo sarapan dulu," teriak Mamah dari arah dapur.

Dio masih tersenyum, "Mamah kamu nggak berubah ya, dari dulu selalu nyuruh kita makan."

Ia hanya bisa bengong, tak tahu harus bagaimana.

"Aku disuruh berdiri di sini seharian nih?" Dio tertawa kecil, memperlihatkan deretan giginya yang rapih. Persis seperti yang dibayangkannya tadi. Ugh.

Ia pun meringis malu. "Masuk ... masuk ...." Ujarnya gagap.

"Nak Fira, Tante lagi tanggung di dapur, langsung makan aja sama Anggi ya," begitu instruksi Mamah dari dapur. Untung rumahnya tak terlalu besar, jadi meski berbeda ruangan, Mamah tak harus berteriak 7 oktaf.

"Duduk," Ia masih meringis kaku. Hampir dua semester tak bertemu membuat rasa canggung lebih mendominasi.

Dio duduk sambil masih tersenyum.

"Kamu mau makan seperti kata Mamah atau ...." Belum selesai ia menawarkan, Mamah muncul dari dapur dengan tergopoh-gopoh.

"Owalah, bukan nak Fira, tapi nak Dio? Iya bener kan nak Dio?" Mamah memandang Dio takjub lalu beralih ke arahnya. "Yang barusan kita obrolin?"

Kalimat Mamah membuat ruang tamu tiba-tiba mengecil, menyudutkan dirinya, membuat tubuhnya tertelan lantai ruang tamu bulat-bulat. Aduh, Mamah, jangan bikin malu anak gadismu dong.

"Cieee ... suit ... suit ...." Seloroh Adit dari ruang makan. Sepertinya tuh bocah mesti digetok, sungutnya kesal.

"Apa kabar Tante," Dio berdiri, mengambil tangan Mamah lalu menciumnya takzim. Somethings never change. Hatinya mendadak menghangat melihat apa yang Dio lakukan.

"Ini ada bingkisan untuk Tante," lanjut Dio sambil mengangsurkan sebuah paperbag bertuliskan toko oleh-oleh khas Bandung terkemuka.

"Waduh, Tante dapat oleh-oleh nih?" Mamah jelas tak dapat menyembunyikan kekagetan sekaligus ketakjubannya. Jauh berbeda dengan ekspresinya yang malah kabur ke dalam. Di ruang makan ia langsung menjitak kepala Adit.

"Aduh!" Adit merengut.

"Baik, kabar Tante baik. Nak Dio apakabarnya? Makasih loh oleh-olehnya," Mamah masih tersenyum lebar sambil mendudukkan diri di ruang tamu, lupa akan belanjaan pasar yang belum selesai dibongkar.

"Saya baik Tante," Dio tersenyum geli sambil melirik ke ruang dalam, membuatnya yang kebetulan sedang mengintip dari balik gorden menjadi kian salah tingkah.

Rupanya Mamah tanggap dengan isyarat Dio. "Anggi, lagi ngapain di dalam? Ayo duduk di sini."

Ia masih mengintip namun buru-buru menghampiri Adit yang terus menggoda, "Cie ... cieee ...."

"Aduww!" Adit mengerang kesakitan saat ia mencubit adik tak ada akhlak itu. Lalu tanpa ragu Adit juga membalas cubitannya. Akhirnya mereka pun saling mencubit.

"Lama nggak kesini ya nak Dio. Fira sama Chris sama Bayu sering kesini kalau libur. Kecuali Inne ya Nggi? Loh, Anggi ... kamu di mana, ayo ke sini?"

Ia pun terpaksa keluar dari persembunyian sambil meringis malu. Yang disambut Dio dengan senyum tertahan.

"Om ada di rumah Tante?" Dio kembali melirik ke arah dalam.

"Ada ...ada. Baru sarapan," Mamah tertawa. Mamah tertawa terus dari tadi hmm. "Sebentar. Papah, ini ada nak Dio."

Tak lama Papah muncul sambil mengelus perut yang membuncit tanda kekenyangan.

"Sehat, Om?" Dio menghampiri Papah, dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan ke Mamah tadi, mencium tangan takzim.

"Sehat alhamdulillah," Papah tersenyum. "Kapan pulang dari Bandung?" Papah mendudukkan diri di kursi.

"Dua hari lalu, Om."

"Bapak ibu sehat?"

"Sehat Om, alhamdulillah."

Tapi setelah semua duduk di ruang tamu, obrolan justru didominasi oleh Mamah dan Papah, terutama Mamah. Semua ditanyakan. Mulai dari kuliah, orangtua Dio, saudara-saudara Dio, Bandung, seolah Mamah punya sederet pertanyaan yang tak ada habisnya. Padahal ia juga ingin bertanya,

"Apakabar Dio?"

"Kamu kelihatan lebih berisi."

"Jadi makin keren ...." Kali ini ia sambil tersipu sendiri.

"Bandung dingin bikin kamu pingin makan terus, ya."

"Gimana perjalanan keliling Eropa kemarin?"

"Aku baca di berita online, tim dari kampus kamu juara di event internasional lagi. Hebat!"

Namun hanya dalam hati. Karena kini, Mamah dan Papah bahkan sedang tertawa terbahak-bahak bersama Dio. Entah membicarakan apa. Hmm.

Sampai ketika Fira menelepon karena dia dan yang lain sudah hampir sampai di pantai, sementara mereka masih duduk di ruang tamu sambil makan ketan susu buatan Mamah.

"Mah, kayaknya kita pergi dulu," ia dengan terpaksa menyetop obrolan seru itu.

Dengan wajah tak rela Mamah melepas kepergian mereka. Sementara Papah sudah masuk lagi ke dalam.

"Kapan-kapan mampir kesini lagi ya nak, Dio," Mamah tersenyum memperhatikan mereka yang sedang memakai helm.

Ish kenapa Mamah jadi ganjen begini.

"Iya, Tante," Dio menjawab sambil tersenyum.

"Kamu senyum terus dari tadi. Lagi hepi ya?" ia penasaran ingin bertanya ke Dio, namun lagi-lagi cuma dalam hati. Yang ada ia malu setengah mati, karena Mamah menanyakan semua hal ke Dio, dari pertanyaan normal yang penting sampai yang absurd. Perasaan kalau Bayu sama Chris main ke rumah nggak gitu-gitu amat.

***

Catatan :

Kusan. : sejenis gerabah terbuat dari anyaman bambu berfungsi untuk menanak nasi atau mengukus.

Pancong : alat untuk berkebun, biasanya untuk mencabuti rumput liar.

Cenil. : makanan yang terbuat dari pati ketela pohon, berbentuk bulat-bulat kecil atau kotak kemudian diberi warna sesuai selera sebelum direbus. Cenil biasanya disajikan dengan parutan kelapa dan ditaburi gula pasir atau kuah kinca. Pelengkap tambahannya ada ketan, lopis, klepon, gethuk, dll.

Terpopuler

Comments

ryye🌾

ryye🌾

sumpah..ga da bosen ny baca ulang karya othor ini❤

2024-08-30

0

𝕱𝖗𝖔𝖒 𝖙𝖍𝖊 𝖗𝖎𝖛𝖊𝖗 𝖙𝖔 𝖙𝖍𝖊 𝖘𝖊𝖆

𝕱𝖗𝖔𝖒 𝖙𝖍𝖊 𝖗𝖎𝖛𝖊𝖗 𝖙𝖔 𝖙𝖍𝖊 𝖘𝖊𝖆

jadi pengen cenil kan...😁

2024-09-14

0

sakura🇵🇸

sakura🇵🇸

baru chapter awal udah rame😍😅

2024-08-12

0

lihat semua
Episodes
1 1. Dio, The First Love Never Die
2 2. Di Pasir Putih
3 3. Mencari Kost Baru
4 4. How They Met
5 5. Beautiful Disaster, I'm Coming!
6 6. When It All Began
7 7. What A Morning!
8 8. Terrible Things
9 9. Deadly Nightmare
10 10. Rengganis, Girl From Nowhere
11 11. Their First Fight
12 12. Mba Suko
13 13. Salah Paham
14 14. Bad Senior, Ever
15 15. "Ketika Senyummu Hadir"
16 16. Bad Smoker, Ever
17 17. Mimisan di Depan Rendra
18 18. Bye, Pitaloka. Bye, Disaster.
19 19. Welcome to Raudhah
20 20. "Pakai Topi ... Nanti Pingsan!"
21 21. Sekaleng Bear Brand
22 22. "Sleep Tight"
23 23. D-Day
24 24. Kiriman Makan Siang
25 25. End of Days
26 26. Eyes on You
27 27. "Maaf"
28 28. "I Just Simply Love You"
29 29. "You're Every Reason"
30 30. "Sorry, I Can't"
31 31. Kejutan di Akhir Pekan
32 32. Senja Yang Indah di Malioboro
33 33. Lagu Cinta tentang Engkau dan Aku
34 34. Blue Night, Broken Heart
35 35. Tak Bisa ke Lain Hati
36 36. All is Well, Love You More
37 37. Iam A Fighter!
38 38. Senior's Eyes
39 39. Who's The Boss?
40 40. Indescribable Feeling
41 41. The Rising Star
42 42. Young and Dangerous
43 43. Deepest Pain
44 44. Deepest Sadness
45 45. Rapuh dalam Langkah
46 46. Pergilah Kasih
47 47. Always Here For You
48 48. Setelah Kau Pergi
49 49. Being Someone's 2nd
50 50. Really Deadly Disaster
51 51. Tell Me How To Win Your Heart
52 52. Kisah dari Masa Lalu
53 53. Family Portrait
54 54. The World We Have To Live In
55 55. Achilles Heel
56 56. Hi Heart, How Are You Today?
57 57. "Now You See Me?"
58 58. Trully, Madly, Deeply
59 59. Moshimo Mata Itsuka*
60 60. Witing Tresno Jalaran Soko Kulino
61 61. Boys Gonna Be Boys
62 62. River Flows in You
63 63. Tell Me We Belong Together
64 64. Kiss The Rain
65 65. Still Fall For You Everyday
66 66. Daun-Daun Gugur
67 67. Judgement Day
68 68. Loving Too Much Always Kills You
69 69. Berdiri di Tengah Badai
70 70. Luluh Lantak
71 71. Lemme be Yours
72 72. "Jalanku Hampa, dan Kusentuh Dia"
73 73. Don't Look Back In Anger
74 74. Seberapa Pantaskah Kau untuk Kutunggu?
75 75. Hadirmu Tenangkan Diriku
76 END- Ini Aku, Kau Genggam Hatiku
77 Teruntuk Readers Tersayang
78 From Author with Love
79 TERBIT CETAK
Episodes

Updated 79 Episodes

1
1. Dio, The First Love Never Die
2
2. Di Pasir Putih
3
3. Mencari Kost Baru
4
4. How They Met
5
5. Beautiful Disaster, I'm Coming!
6
6. When It All Began
7
7. What A Morning!
8
8. Terrible Things
9
9. Deadly Nightmare
10
10. Rengganis, Girl From Nowhere
11
11. Their First Fight
12
12. Mba Suko
13
13. Salah Paham
14
14. Bad Senior, Ever
15
15. "Ketika Senyummu Hadir"
16
16. Bad Smoker, Ever
17
17. Mimisan di Depan Rendra
18
18. Bye, Pitaloka. Bye, Disaster.
19
19. Welcome to Raudhah
20
20. "Pakai Topi ... Nanti Pingsan!"
21
21. Sekaleng Bear Brand
22
22. "Sleep Tight"
23
23. D-Day
24
24. Kiriman Makan Siang
25
25. End of Days
26
26. Eyes on You
27
27. "Maaf"
28
28. "I Just Simply Love You"
29
29. "You're Every Reason"
30
30. "Sorry, I Can't"
31
31. Kejutan di Akhir Pekan
32
32. Senja Yang Indah di Malioboro
33
33. Lagu Cinta tentang Engkau dan Aku
34
34. Blue Night, Broken Heart
35
35. Tak Bisa ke Lain Hati
36
36. All is Well, Love You More
37
37. Iam A Fighter!
38
38. Senior's Eyes
39
39. Who's The Boss?
40
40. Indescribable Feeling
41
41. The Rising Star
42
42. Young and Dangerous
43
43. Deepest Pain
44
44. Deepest Sadness
45
45. Rapuh dalam Langkah
46
46. Pergilah Kasih
47
47. Always Here For You
48
48. Setelah Kau Pergi
49
49. Being Someone's 2nd
50
50. Really Deadly Disaster
51
51. Tell Me How To Win Your Heart
52
52. Kisah dari Masa Lalu
53
53. Family Portrait
54
54. The World We Have To Live In
55
55. Achilles Heel
56
56. Hi Heart, How Are You Today?
57
57. "Now You See Me?"
58
58. Trully, Madly, Deeply
59
59. Moshimo Mata Itsuka*
60
60. Witing Tresno Jalaran Soko Kulino
61
61. Boys Gonna Be Boys
62
62. River Flows in You
63
63. Tell Me We Belong Together
64
64. Kiss The Rain
65
65. Still Fall For You Everyday
66
66. Daun-Daun Gugur
67
67. Judgement Day
68
68. Loving Too Much Always Kills You
69
69. Berdiri di Tengah Badai
70
70. Luluh Lantak
71
71. Lemme be Yours
72
72. "Jalanku Hampa, dan Kusentuh Dia"
73
73. Don't Look Back In Anger
74
74. Seberapa Pantaskah Kau untuk Kutunggu?
75
75. Hadirmu Tenangkan Diriku
76
END- Ini Aku, Kau Genggam Hatiku
77
Teruntuk Readers Tersayang
78
From Author with Love
79
TERBIT CETAK

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!