Pria yang berada di depannya bergeming dan hanya memperhatikan tingkah Putri yang menurutnya menggemaskan. Pertanyaan yang bahkan dilontarkan tak dipedulikannya.
"Aaaa!" Putri kembali berteriak, takut terjadi hal buruk yang akan menimpanya.
Tak lama datang Ibu kos dan Sisy yang mendengar jeritan Putri.
Mereka berdua langsung masuk ke kamar Putri yang kebetulan tidak dikunci, melihat gadis mungil itu duduk dipojokan kasur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya.
“Nak, kamu kenapa?” tanya Ibu kos mendekati. Putri langsung memeluk Ibu kosnya dan menunjuk ke arah pria yang ada di hadapannya.
“Bu... Pria itu tiba-tiba ada di kamarku!” adunya sambil menangis.
Ibu kos dan Sisy yang melihat Putri menunjuk ke satu arah merasa heran. Pasalnya mereka berdua tidak melihat apapun di sana.
“Putri tenang ya, kamu mungkin kecapean. Di sana nggak ada apa-apa kok,” ujar Sisy menenangkan.
Putri yang mendengar itu kaget. “A-apa? gimana bisa, lihat! dia masih ada di sana! Pergi kamu! pergi!”
Ibu kos dan Sisy menghela napas dan saling menatap. Apa yang harus mereka lakukan? Putri terlihat sangat ketakutan.
“Put, lebih baik kamu tidur di kamarku aja.” Sisy memeluk Putri yang masih terisak di tempatnya memberikan solusi terbaik yang bisa ditawarkan.
“Iya, kamu lebih baik di sana dulu, mami takut kamu teriak lagi nanti dan malah mengganggu penyewa yang lain.” Tegur Ibu Kos.
Putri pun setuju dan mulai membawa bantal dan selimut, namun ekor matanya masih terus tertuju pada satu tempat.
Dia di situ. Bagaimana bisa kalian enggak melihatnya? Apa mungkin dia... hantu?!
Seketika tubuh Putri menegang dan bergetar hebat dia sangat ketakutan. Wajahnya sekarang menjadi pucat pasih.
Setelah kepergian Putri dan yang lain. Pria yang disebut hantu itu berbaring di kasur yang Putri tiduri tadi.
‘‘Wangimu harum, wajahmu juga cantik dan kau adalah gadisku sekarang. Aku nggak akan melepaskanmu dan kamu akan menjadi milikku.” Hantu pria itu menyunggingkan senyum.
Keesokan harinya, Putri masuk ke dalam kosan dengan hati-hati, takut pria yang masuk ke kamar kosnya masih berada di sana. Tapi, yang ia waspadai sudah tidak terlihat.
Apa dia sudah pergi? batinnya merasa lega.
Lalu tanpa banyak berpikir lagi, ia pergi untuk bersiap-siap pergi ke tempat kerja.
Semalam saat menginap di kamar Sisy, Putri mendapat pesan masuk pada hapenya bahwa tanggal masuk dia bekerja dimajukan, karena ada pegawai yang tiba-tiba mengambil cuti.
Putri memakai kemeja putih dan celana hitam, rambut panjangnya dikuncir ke atas, tak lupa membubuhkan sedikit riasan pada wajahnya yang polos. Dengan membawa sebuat tas selempang, ia berjalan dengan percaya diri menuju perusahaan tempatnya bekerja.
Awal yang baik dan pekerjaan yang cukup mudah. Putri mulai terbiasa dengan setiap pekerjaannya, orang-orang yang ada di sana pun terbilang ramah dan suka menyapa.
"Putri ya? OG baru?" tanya seorang wanita dengan tahilalat di ujung bibir.
Putri yang sedang duduk beristirahat segera bangkit. "Iya, saya." sahutnya.
"Baca dan hapalkan. Setidaknya kamu tahu siapa pemilik perusahaan ini." Wanita itu memberikan beberapa kertas kemudian pergi.
Putri memperhatikan dengan seksama. Dalam kertas itu terdapat daftar pemimpin perusahaan beserta jabatannya.
"Enggak harus dihapalkan semua. Cukup kamu mengenal pak Andrian saja."
Putri menoleh, di belakangnya sudah ada Meera yang ikut melihat kertas yang ia pegang. Meera sudah bekerja lebih dari dua tahun di perusahaan ini, dan dia juga yang pertama kali membimbing Putri dalam pekerjaannya.
"Kenapa memangnya mbak?"
"Karena pak Andrian adalah CEO yang super tampan." Meera tersenyum cerah tepat di depan wajah Putri. "Siapa pun yang ada di hadapannya pasti selalu terpesona." Lanjutnya.
"Setampan itu?"
Meera mengangguk. "Tapi, sayangnya dia punya tempramen yang buruk."
"Terus gimana sama pemimpin yang lain? Aku juga harus tahu mereka kan?"
"Duh, putri, putri ...," tangan Meera menepuk-nepuk pundak Putri. "Dulu, saat mbak menjadi OG baru sama sepertimu, mbak juga disuruh menghapal mereka, dan mbak mengikutinya. Tapi apa manfaat itu sekarang? bahkan bagian HRD enggan untuk bertemu atau menatap muka. Pekerjaan kita hanya bersih-bersih, setelah jam kerja selesai pekerjaan kita pun selesai, setelah itu ... pulang." Meera menceritakan pengalamannya.
Perusahaan yang besar menjadikan setiap pekerja hanya melihat pada jabatan yang tinggi dan lupa pada mereka yang seakan tak terlihat padahal ikut andil berkontribusi. Walau ada sebagian dari mereka yang masih tersadar bahwa tahta bukanlah segalanya. Tapi sifat manusia sangat kentara ketika mereka berada di puncak kejayaan.
Meera sangat menghawatirkan Putri. Pengalamannya bekerja sebagai office girl selama ini menimbulkan luka tersendiri. Hanya gaji yang lumayan besar yang membuatnya masih bertahan sampai sekarang.
"Begitu ya," Putri tersenyum simpul. Pipinya yang chubby menggembul.
"Makanya Putriii, kamu jadi orang jangan terlalu polos ya, ingat kata mbak. Utututuu...." Meera yang melihatnya langsung mencubit gemas.
"Aww, sakit mbak meera." Ringisnya.
Meera melepaskan cubitannya, Putri mengusap pipinya yang memerah. "Mbak jadi enggak tega ninggalin kamu. Kita baru aja kenal, tapi mbak merasa nyaman sama kamu. Seminggu lagi mbak akan risen karena suami mbak sudah jadi karyawan tetap di perusahaan lain, dan mba akan disibukkan menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak." Wajahnya berubah sedih.
"Aku juga ngerasa nyaman sama mbak meera." Senyum Putri mengembang, "mbak seperti sosok yang selalu aku rindukan. Pasti aku akan merasa kehilangan banget saat mbak sudah enggak kerja lagi di sini."
Meera menghela napas berat. "Mau bagaimana lagi, waktu hanya mempertemukan kita secara singkat. Tapi kamu masih bisa menghubungi mbak kalau perlu apa-apa."
"Makasih banyak mba meera." Putri memeluknya sekilas.
"Kerja yuk! Kita udah istirahat cukup lama loh, orang-orang juga sudah kembali kerja."
Putri melihat sekeliling pantry, ternyata sudah tidak ada orang yang beristirahat dan hanya mereka berdua yang tertinggal.
***
Dua orang karyawan dipanggil menghadap pemimpin mereka. Berdiri dengan kepala tertunduk tak berkutik mendengar amarah yang sedang di layangkan pada mereka.
Sebuah proposal terlempar ke depan wajah membuat mereka yang diselimuti rasa takut terperanjat kaget. Napas memburu terdengar gaduh dalam keheningan.
"Pengajuannya ditolak! Kalian dengar!" Tangannya terkepal meninju meja.
"Ma-maaf pak." Seorang dari mereka bersuara. Satunya lagi mengambil kembali proposal yang tergeletak di lantai.
"Maaf Pak Andrian. Kami benar-benar minta maaf." Timpalnya penuh penyesalan.
Andrian yang emosi mengusap wajahnya kasar. Matanya tajam menatap kedua karyawan yang sudah dibasahi keringat.
"Kalian tahu? Kenapa pengajuan itu ditolak?" Nadanya menekan. Kedua karyawan itu terdiam. "Itu karena kalian tidak bisa membuat proposal dengan benar! Saya heran, bagaimana selama ini kalian bekerja? Apa kalian hanya memakan gaji buta?" hardiknya.
"Maaf pak, kami benar-benar tidak tahu kalau terdapat kesalahan dalam proposal tersebut, karena yang mengerjakaan bagian pengeluaran diserahkan kepada anak magang." Karyawan itu mencoba menjelaskan.
Andrian berdecak. "Jangan menyalahkan orang lain! Bukankah itu tugas yang harusnya dikerjakan olehmu, kenapa kamu serahkan ke karyawan magang. Hah!" Ia berteriak membuat kedua karyawan itu mundur dan menunduk semakin dalam.
"Tidak bisa begini. Kalian saya pecat dan segera tinggalkan kantor ini."
Kedua karyawan itu begitu terkejut mendengar keputusan Andrian. Mereka berdua saling melempar pandang.
"Tidak bisa begitu pak, saya bekerja untuk--"
Mata tajam Andrian mendelik ke arah mereka. Karyawan yang ingin berbicara pun tidak melanjutkan perkataannya.
"Baik pak," dengan langkah gontai, keduanya pergi dari ruangan bagai neraka itu.
Putri yang sedang mengepel lantai melihat kedua karyawan yang keluar dari sebuah ruangan menatap lamat-lamat. Terlihat jelas gurat frustasi dan kekesalan pada wajah keduanya. Seperkian detik kemudian suara gelas pecah pun terdengar dari dalam ruangan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments