Ini hanya mimpi buruk sebentar lagi aku bangun dan semua kembali seperti semula... Batin Nana yang begitu sulit menerima kenyataan.
●●●
Uang sewa kontrakannya sebentar lagi habis. Mungkin hanya tahan sampai selesai perpisahan nanti, lebih seminggu harusnya. Tapi biasanya pemilik kontrakan selalu menagih lebih awal. Pikiran-pikiran buruk mulai berseliweran di kepala Nana. Ketakutan di usir dan tak punya tempat tinggal mulai terbersit.
Ah tapi itu tidak penting. Masih belum seberapa. Ketakutan terbesarnya masih sama. Bagaimana nanti bila keluarganya tau? Bagaimana caranya memberi tahu mereka? Betapa marah dan kecewanya nanti, apa lagi ayahnya yang hanya seorang penjahit dan guru ngaji itu tak punya banyak uang. Jangankan banyak, ada uang untuk pegangan harian saja belum tentu.
Bagaimana caranya menyampaikan berita buruk ini terutama ke omnya? Adik kandung ibunya yang membiayai semua kebutuhannya sejak ibunya meninggal. Betapa sedih, marah dan kecewanya mereka semua nanti.
Nana berusaha memikirkan semuanya sendiri dalam kekhawatiran dan ketakutannya.
●●●
Hanya ada uang sekitar lima juta yang Nana miliki sekarang. Jauh dari cukup untuk memperpanjang kontrak rumahnya sekarang. Belum lagi kebutuhan harian dan sekolahnya. Bayi dalam kandungannya juga makin hari makin membesar pastinya.
Dua bulan lagi Nana akan lulus sekolah lalu ia akan kuliah di jurusan manajemen. Kurang lebih begitulah cita-cita terstruktur yang sudah di arahkan omnya yang lebih mengerti soal pendidikan. Tapi menahan diri dan menutupi kehamilannya rasanya akan sulit. Toh ia tak ingin menggugurkan janin itu, bahkan tak terbersit niatan itu di pikirannya. Maka itu artinya sebentar lagi semua orang bisa melihat perubahan fisiknya.
"Maaf ya... Kamu mau ga mau harus jadi anakku nantinya... " ucap Nana sambil mengelus perutnya yang masih datar.
Air matanya mulai mengalir deras. Meratapi perbuatannya yang menyebabkan hukuman seumur hidup begini. Oke mungkin memiliki bayi bukan hukuman bagi seorang wanita, itu adalah sebuah anugrah. Tapi untuk anak SMA dan lagi tanpa suami, apakah itu masih bisa di sebut sebagai anugrah?
Tapi mau di kata musibah bagaimana bila prosesnya saja di penuhi desah dan bagai candu. Nyaris tiap waktu menyatu, dalam cumbu dan gairah yang menggebu. Mau di kata kecelakaan bagaimana bila apa yang terjadi atas asas suka sama suka. Dalam kerelaan dan kepasrahan bahkan kadang meminta duluan.
Janji-janji manis waktu itu hilang begitu saja. Aji yang notabene merupakan guru ekonomi di tempatnya bimbel dan masih kuliah ini ternyata tak bisa menaruh komitmen lebih padanya. Jangankan berharap komitmen, tanggung jawab dan loyalitasnya saja perlu di pertanyakan sekarang.
●●●
"Na jajan yuk... " ajak Reni teman sebangku Nana.
Nana hanya menggeleng pelan sambil tersenyum. "Hari ini aku bawa bekal... " tolaknya halus.
"Mau nitip gak? " tawar Reni lagi.
Nana kembali hanya menggeleng dan tersenyum sambil merapikan mejanya sebelum mulai membuka bekalnya. Sementara Reni pergi keluar kelas bersama siswi lainnya.
Aku harus lebih irit lagi... Batin Nana yang mulai memakan bekalnya.
Benar-benar seadanya, hanya nasi dan dua potong nugget. Hanya itu yang bisa ia siapkan pagi ini. Berbeda saat ia masih bersama Aji. Ah tapi untuk apa di ingat kembali. Ini bukan waktunya, dari pada Nana menangis lagi dan timbul kecurigaan.
"Na... Tadi aku ketemu mas Aji, nitip ini buat kamu... " ucap Reni membawakan bekal makan siang titipan Aji.
"Terus mas Ajinya dimana? " tanya Nana semangat.
"Langsung balik gitu, buru-buru orang dia ga turun dari mobil... " jawab Reni yang langsung membungkam Nana. "Care banget ya mas Aji ke kamu... Padahal serumah. Mana kamu dah ada bekal, masih aja di bawain. Duh beruntung banget deh... "
Nana hanya diam lalu duduk dengan lesu. Matanya mulai berkaca-kaca tapi tetap ia berusaha menahannya. Lalu dengan cepat ia memasukkan makanan itu kedalam tasnya setelah menyeka setetes air matanya yang dengan kurang ajar tetap nekat mengalir.
♂♂♂
Huft... Mau gimana juga dia hamil anakku... Batin Aji yang masih memikirkan Nana.
Gadis manis yang datang terlambat ke kelasnya. Tampak gemetar dan ketakutan saat pertama kali bertemu waktu itu. Tak satupun teman bimbelnya yang menyapa atau basa-basi berkenalan dengannya. Wajahnya cantik, dengab raut wajah keibuan yang meneduhkan hati. Badannya semampai dan proporsional, sempurna kalau saja ia tak minder atau ketakutan begini. Ah sial ingatan bagaimana saat ia bertemu Nana kembali terbersit di kepala Aji.
"Apa perlu ku kirimi susu? " gumam Aji saat melihat swalayan yang menggantung banner promo bulanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Yustina Rini
Kenapa Aji gk nikahin Nana aja
2022-03-15
0
Silvana Sapulete
yg aneh, kalau hubungan mereka sdah 4th. artix mereka pacaran sejak nana smp yach???
2021-05-31
0
Bunda
Aji laki2 g tanggung jwb,mau enaknya saja
2021-04-27
0