Lamaran

Setelah akhir tahun, Ayana memutuskan untuk cuti. Dia butuh waktu untuk merehatkan

tubuhnya dari rutinitas kerja.

Saat ini dia sedang duduk di teras rumahnya. Dia memandang ke depan untuk menikmati

indahnya pedesaan. Desanya memang masih sama seperti terakhir kali dia menginjaknya. Terlihat asri dan menenangkan tentunya. Tidak ada asap kendaraan yang mengepul dan para pejalan kaki yang berjalan berdesak-desakan.

Dan rumahnya masih tetap sama, entahlah sepertinya tidak. Karena di depan rumahnya,

dia sekarang mendapati tanaman hias yang tumbuh dengan indahnya. Santi ibunya,

sepertinya punya hobi baru merawat tanaman hias.

Saat ini, gadis itu sedang duduk di teras rumahnya. Menikmati waktu santai yang

sudah lama tidak dia lakukan. Santi tiba-tiba duduk di sampingnya mencoba

menyampaikan sesuatu.

"Ayana, jika ada seorang laki-laki yang sholeh yang melamarmu, apakah kamu akan

menerimanya?" Tanya Ibunya tiba-tiba.

"Tentu saja aku akan menerimanya." Jawab Ayana mantap.

Ayana mengernyit bingung, tidak biasanya ibunya seperti ini.

"Apakah kamu yakin? tidak ingin melihat calonmu terlebih dahulu?"

"Apa maksud ibu?"

Ibunya tersenyum menanggapi pertanyaan anaknya.

"Kemarin sebelum kamu pulang, ada laki-laki yang datang melamarmu, kebetulan ibu kenal

dengan orang tuanya, dan laki-laki itu sholeh, ibu rasa dia cocok sebagai

pendamping hidupmu."

"Bagaimana, ibu bisa yakin? bahkan ibu baru bertemu sekali dengannya.

Ayana mencoba menyangkal, jujur saja dia merasa belum siap dengan pernikahan.

"Naluri ibu tidak pernah salah." Jawab ibunya dengan tenyum.

Santi ibu Ayana, tidak menyangka bahwa akhirnya anaknya bisa menukan kebahagiaan yang tidak memandang bagaimanapun asala usulnya.

Mungkin ini salahnya, karena saat remaja dia tidak menjaga pergaulannya sehingga

menyebabkan penderitaan untuk anaknya.

"Apakah,

dia tahu ibu, kalau aku ini. . .adalah anak haram." Ucap Ayana terbata-bata, sakit rasanya kata itu keluar dari mulutnya.

"Ayana, jangan pernah kamu ucapkan itu, tidak ada istilah anak haram, bagi ibu kamu

adalah anugerah terindah."

Santi mencoba menenangkan anaknya yang kini telah terisak.

"Aku takut ibu, dia akan meninggalkanku sama seperti laki-laki itu hanya karena asal

usulku."

"Tenanglah Nak, ibu yakin dia adalah sosok yang tepat untukmu. Besok dia akan datang

kesini melamarmu, dan apapun jawabannya akan ibu serahkan kepadamu, yang

penting kamu bahagia."

"Iya ibu."

"Sekarang kamu tidur, tenangkan dirimu, jangan terpuruk pada masa lalu, sekarang Ali

sudah bahagia dengan pilihannya, dan kamu pun harus begitu, jangan biarkan mereka tertawa karena keterpurukanmu. Ibu harap besok kamu mau menemui laki-laki yang mau melamarmu. Ibu tinggal dulu, selamat tidur."

Santi meninggalkan Ayana yang masih terdiam. Pikirannya melalang buana pada peristiwa setahun yang lalu saat Ali dengan teganya membatalkan pernikahan mereka.

Flashback on

“*Maaf Ayana, aku tidak bisa melanjutkan semua ini."

Ayana yang mendengarnya tentu saja kaget dan menganggap

apa yang dikatakan oleh calon suaminya adalah sebuah lelucon. Dia kemudian

tertawa.

"Haha. kau hanya bercanda bukan?

“Aku tidak bercanda Ayana, Ibuku tidak merestui hubungan kita, dan aku tidak mau menjadi anak durhaka.” Ujarnya dengan raut wajah serius*.

*Gadis itu merasa udara di sekitarnya mendadak berhenti. Dia memejamkan matanya sejenak, mensugesti pikirannya bahwa semua ini hanyalah

mimpi. Namun saat membuka mata, di depannya masih tidak berubah. Lelaki yang

diharapkan menjadi imamnya masih menampilkam wajah serius.

"Jadi hanya sebatas itu rasa cintamu, kenapa tidak

sedari awal kamu mengakhirinya, kita sudah sejauh ini Ali, dan kamu dengan

seenaknya membatalkannya.”

Masih dia ingat bagaimana dulu lelaki ini mengejarnya kemudian meyakinkannya untuk terus mempertahankan hubungan mereka. Namun saat*

dia sudah yakin, dia dengan seenaknya malah meninggalkannya. Apakah semua

laki-laki di dunia memang seperti itu, sama halnya dengan sosok yang belum pernah dia kenal sampai saat ini. Ayana mencengkeram erat tasnya untuk menahan air mata yang sudah ada di pelupuk matanya. Dia sangat amat marah, disamping

itu dia juga kecewa.

"Maafkan aku Yana, lebih baik kita sampai disini saja." Lanjutnya dengan raut tanpa dosa.

Sungguh saat mendengar kalimat itu, dia sudah tidak bisa menahan lagi air matanya. Isak tangis mulai terdengar dari bibirnya.

"Baiklah kalau itu yang kamu minta, mulai sekarang *jauhi aku, dan jangan hubungi aku lagi, kita selesai."

Ayana lalu keluar dari kafe itu sambil berlari tidak

memeperdulikan bahwa saat ini hujan sedang turun begitu derasnya.

“Bagus, dengan begini orang tidak akan melihat

tangisanku.” Batin Ayana saat merasakan hujan mengguyur tubuhnya.

Mereka telah menyusun semuanya, gedung, catering, undangan, repesi. Bahkan kemarin mereka telah melakukan fitting gaun pengantin. Sayangnya semua hanya berakhir sia-sia. Semuanya batal, hatinya telah hancur

berkeping-keping.

Karena laki-laki bodoh itu lebih memilih keluarganya.

Keluarga yang tidak merestuinya karena keadaan yang tidak dia inginkan*

*Dia juga tidak ingin terlahir dengan keadaan seperti ini

Hari itu semunya selesai,mimpi-mimpi indah yang telah ia susun hancur berantakan. Meskipun pihak laki-laki yang akan menanggung semua

kerugian, tetap saja semua itu tidak bisa mengembalikan hatinya untuk kembali

utuh.

Dan hati yang belum sembuh itu harus menerima kenyataan bahwa empat bulan setelah kejadian itu. Laki-laki yang telah mematahkan hatinya

tanpa tahu malu menikah dengan wanita lain. Betapa cepat dia mengambil langkah,

sementara dengan dirinya baru 2 tahun berhubungan dia baru berani melamar.

Apakah memang selama mereka berpacaran, laki-laki itu sudah mempunyai calon

istri*.

Flashback off

****

"Ayana, kenapa melamun, laki-laki itu sudah datang."

Suara Santi membuyarkan lamunan Ayana.

Dia cepat-cepat menghapus air matanya yang tak sadar mengalir.

Santi memandang anaknya yang begitu mempesona menggunakan gamis berwarna peach dengan kerudung senada sementara untuk bawahannya, dia mengenakan flat shoes. Entahlah dia sendiri bingung, sekarang anaknya lebih suka menggunakan flat shoes

daripada sepatu hak tinggi.

"Anak ibu cantik sekali, turuti kata hatimu, ibu tidak akan memaksamu, tapi kalau

kamu setuju untuk menikah dengannya. Ibu akan sangat bahagia sekali."

Ayana mengangguk paham, entahlah dia sangat gugup sekarang. Dengan digandeng ibunya, dia perlahan menuruni tangga.

Wajah lelaki itu tidak bisa dilihat, karena dia posisi duduknya membelakanginya di

samping kanan kirinya ada orang tuanya yang sepertinya sedang memberikan

wejangan kepadanya. Lelaki itu menggunakan atasan batik berwarna coklat dan bawahan hitam. Tampak sederhana tapi terlihat sopan.

Jujur saja sekarang, Ayana merasa gugup sekali. Perasaan yang tidak dia rasakan saat

Ali datang melamarnya dulu, mungkin karena dulu Ali melamarnya tanpa membawa

orang tuanya. Waktu itu alasannya karena orang tuanya sedang berada di luar

negeri, harusnya dia bisa tahu bahwa ibunyalah yang tidak merestui mereka.

"Ayana, duduklah." Pinta ibunya yang menyadari Ayana sedari tadi melamun.

Mendengar nama Ayana disebut, laki-laki itu mendongakkan kepalanya. Mata mereka saling bertatapan. Dan betapa terkejutnya Ayana saat mendapati laki-laki itu adalah

sosok yang sangat dia kenal. Tapi bagaimana bisa?

****

Terpopuler

Comments

luluk

luluk

jonathan kah?

2020-10-05

1

Alyssa Kevin

Alyssa Kevin

Jonathan?

2020-04-23

4

Vivi kisaran

Vivi kisaran

lanjut thor ....

2019-09-09

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!