Sholat Jum'at

Kantor auditor baru buka jam 08.00 pagi, dan Ayana sudah sampai di kantornya setengah jam sebelumnya, jadi setelah absen dia

menyempatkan waktunya untuk menuju Masjid di belakang kantor. Hal yang sudah

menjadi rutinitasnya.

"Masih ada dua puluh menit lagi." batin Ayana

setelah menyelesaikan ibadah sholat dhuha.

Kemarin malam, dia jatuh tertidur karena kelelahan. Beruntung dia masih diberikan kesempatan oleh sang pencipta untuk menghirup udara di hari ini. Dan masih ada waktu untuk membaca surat Al-Kahfi di hari

itu.

Perlahan gadis itu membuka kitab sucinya dan mulai membaca. Saat sampai di setengah surat, lamat-lamat dia mendengar bacaan Al-Qur'an.

Suara itu terdengar sangat merdu, jujur saja dia tidak pernah mendengar suara yang begitu indahnya seperti itu, baik pelafalannya

maupun tartilnya. Dia tidak bisa melihat orang itu karena terhalang kain hijab

di tengah masjid.

Ayana pun merasa tidak asing dengan suara itu, tapi dia tidak bisa menebaknya. Tidak biasanya dia seperti itu, karena Ayana seharusnya bisa langsung tahu dari suaranya, tapi kali ini dia tidak menemukan bayangan.

Batinnya menerka-nerka mungkin sosok itu bukan sessorang yang dia kenal.

"Astaghfirullahaladzim, kenapa aku malah

memikirkan laki-laki itu."

Ayana segera memohon ampun, karena menyadari kesalahannya, ia lalu melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda.

Membaca surat yang sama dengan yang dibaca oleh laki-laki bersuara merdu itu.

Setelah selesai, gadis itu bergegas keluar dari masjid karena jam kantor akan segera di mulai, tentunya dia tidak ingin terlambat.

Karena hal itu merupakan pantangan baginya.

Saat mengenakan sepatu, dia terkejut saat mendapati Laki-laki di depan kubikelnya keluar dari masjid.

"Jo, ngapain kamu disini?" Tanya Ayana bingung.

"Bukankah dia non muslim, kenapa masuk masjid?" pikir Ayana dalam hati.

"Memangnya kenapa, bukankah semua orang boleh masuk kesini?" tanya Jonathan terheran-heran.

Ayana semakin mengernyit bingung, bukankah Jonathan seorang nonis, semua orang juga tahu kalau melihat dari namanya.

"Bukannya kamu. . . Ayana mengentikan ucapannya, karena sepertinya dia melangkah terlalu jauh,

"Sudahlah, ayo masuk ke kantor."

Jonathan yang tidak mau memperpanjang situasi akhirnya memilih mengikuti gadis itu.

"Kenapa?" tanya Jonathan saat mendapati Ayana

kesusahan membuka pintu.

Gadis itu menolehkan kepalanya sejenak lalu menunduk malu.

"Emmmm, aku lupa kata sandinya." ungkap gadis itu semakin menundukkan kepalanya.

Jonathan yang melihat itu hanya bisa menggeleng kecil dan gemas dengan gadis berhijab itu.

"Padahal kodenya sangat mudah untuk diingat, 0 untuk awal, 009 untuk kode kantor ini, dan bintang untuk tujuan, bukankah tanggal lahirmu angka 9 seharusnya kamu bisa lebih mudah menghapal."

"Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa sangat susah menghapalnya."

Aku Ayana, karena memang dia tidak pernah ingat dengan kata sandi pintu itu. Biasanya yang membukakan pintu ini adalah satpam atau tidak dengan menggunkan kartu akses yang dia punya. Sayangnya hari ini dia

tidak membawa kartu dan pagi ini tidak ada satpam yang ia temui.

"Eitsss tunggu, kamu tahu tanggal ulang

tahunku?"

Tanya Ayana saat menyadari bahwa Jonathan mengungkit tanggal lahirnya. Tidak tahu kenapa rasa hangat menjalar ke dalam hatinya.

Raut wajah Jonathan berubah kaget tapi dengan cepat berubah menjadi datar.

"Kan semua data pegawai ada di aplikasi kepegawaian, jelas aku tahu." elak Jonathan.

Ucapan itu tak pelak membuat Ayana menghilangkan senyumannya lalu mencebik kesal.

"Sudahlah, Ayo kita masuk." Ajak Jonathan.

Ayana hanya mengganggukkan kepalanya tanda setuju.

Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, tanpa saling bicara. Mereka sibuk dengan pemikirannya masing-masing, yang satu karena kebodohannya yang hampir lepas bicara, yang satu masih menerka nerka. Hingga pandangan mereka saling bertemu, saat menyadarinya sontak langsung menolehkan kepala mereka.

"Eits hati-hati Ayana." ucap Jonathan.

Hampir saja Ayana jatuh, kalau tidak ada Jonathan yang menahan tangannya.

"Maaf." tambah Jonathan saat menyadari apa yang telah dia lakukan, sepertinya dia harus segera melaksanakan rencananya, sungguh

dia tidak ingin berbuat dosa.

"Kamu seharusnya jangan pakai hak tinggi, bagaimana kalau kamu jatuh saat naik-turun tangga, pakai high heels atau tidak itu sama

saja tidak membuat kamu berubah."

Mendengar itu tentu saja membuat Ayana kesal, hey dia pakai high heels karena tinggi badannya sangat mungil.

"Aku saja pakai hak cuma sebatas pundakmu apalagi kalau enggak, pasti nanti kamu ngatain aku pendek."

Ayana membayangkan jadi sependek apa dia dibandingkan dengan sosok jangkung di sampingnya.

"Hahaha, kamu lucu sekali Ayana, bagaimanapun kamu yang terpenting kamu tetaplah kamu." Balas Jonathan santai tanpa tahu efek dari ucapannya.

"Blushhhh." seketika rona merah menutupi wajahnya.

Secara tak langsung Jonathan mengungkapkan bahwa dia menyukai Ayana apa adanya.

"Emmm. . .maksudku. . ."

Jonathan kehabisan kata-kata untuk beralasan.

"Ciyeeeee, berangkat bareng." ledek Anggit saat mendapati Ayana dan Jonathan kedapatan bebarengan memasuki ruangan auditor.

Jonathan bersyukur dalam hati, karena suara Anggit menghilangkan kecanggungan yang dia rasakan.

"Kok pada diem semua sih? nggak seru tahu."

kesal Anggit karena tidak digubris.

"Eh gimana lembur minggu lalu, nggak ada masalah kan, maaf soalnya aku quality time sama istriku,

kalian sih betah banget jomblonya." Temannya ini setiap hari menanyakan

hal itu, mungkin dia hanya ingin meledek mereka.

Baik Ayana maupun Jonathan tidak menggubris ucapan Anggit, tapi tetap saja dia tanpa henti berbicara.

Ayana memilih untuk meminum susu jahe yang terhidang di mejanya, begitu pula

dengan Jonathan.

Memang sudah menjadi kebiasaan kantor itu, kalau setiap pagi pegawai akan disediakan minuman tradisional berupa jamu, alasannya untuk melestarikan warisan budaya.

"Mbok segera menikah, lagian kalian sama-sama single mending kalian menikah aja."

"Byurrr." Secara bebarengan Ayana dan Jonathan menyemburkan minumannya karena kaget dengan ucapan Anggit.

Jonathan melototkan matanya ke arah Anggit, temannya yang satu ini sepertinya akan sangat susah dipercaya. Menyesal dia bercerita

kepadanya.

"Tuhkan, keselek aja sampai bareng, hahaha."

Ujar Anggit tanpa rasa bersalah.

Ayana ingin protes, tapi hal itu diurungkannya karena Pak Roy, kepala kantor auditor ada di belakang Anggit, jadilah dia kembali fokus ke

layar komputer.

"Ehemmm."

Suara itu tentu saja langsung menghentikan tawa Anggit, dia langsung menyadari kalau ada kepala kantor di belakangnya.

"Kembali bekerja." Perintahnya.

Ucapannya yang singkat padat jelas, memang menjadi ciri khas kepala kantor yang terkenal minim ekspresi. Kalau bersuara langsung tepat sasaran dan membungkam lawan bicaranya.

"Siap pak" Sahut Anggit takut-takut.

Dalam hati dia mendumel karena kedua temannya tidak memberi tahu kalua ada kepala cabang di belakangnya.

Suasana mendadak hening seketika, tentunya mereka tak ingin terkena marah oleh kepala Kantor.

Pak Roy berhenti sejenak.

"Semoga berhasil Jonathan." Ucapnya lalu

kembali melangkahkan kakinya.

Sejak kapan pak Roy bisa ramah, tanya Ayana dalam hati.

"Kok kalian nggak bilang sih, kalau ada pak Roy, kan aku jadi takut."

Dan omelan Anggit tidak berhenti di hari itu karena kekesalannya, sementara rekan kerjanya memilih untuk tidak menanggapi.

****

"Jo, nanti mau nggak bantuin aku cari kado buat pak Refian." Tanya Ayana

"Kado, buat apa?"

"Loh, kamu nggak tahu kalau pak Refian hari ini ulang tahun?" Tanya Ayana, padahal baru tadi pagi Jonathan bilang kalau

dia tahu semua ulang tahun semua pegawai.

Sudah menjadi kebiasaan, kalau ada pegawai yang ulang tahun di kantor itu, maka divisi pegawai tersebut akan memberikan sebuah hadiah dan mengadakan acara makan siang bersama.

"Emmm. . .maksudku aku ingat cuman nggak tahu kalau

harus memberi kado."

"Fyuhhh untung saja." Batin Jonathan.

Tentu dia nggak mau gadis itu tahu kalau sebenarnya, dia hanya mengingat hari ulang tahun Ayana saja.

"Jadi bagaimana bisa nggak?" Tanya Ayana

berharap.

"Memangnya kapan?"

"Istirahat nanti." Jawab Ayana sembari

tersenyum.

"Jelas aku nggak bisa."

"Kenapa?" tanya Ayana bingung.

"Kamu pasti sudah tahu alasannya, tanpa harus aku menjelaskannya." Jawabnya ambigu.

"Hah."

Ayana mengernyit bingung, memang Jonathan mau kemana di jam segitu, pulang ke kos atau bertemu dengan pacarnya. Memikirkan hal itu entah kenapa malah membuat dirinya kesal.

Jonathan sebenarnya bingung, kenapa Ayana tidak tahu kalau di jam itu, dia tidak bisa pergi kemana-mana kecuali tempat di belakang

kantor.

Setelah itu tidak ada percakapan di antara mereka, karena sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Tepat di jam sebelas, Jonathan meninggalkan kubikelnya.

"Aku pergi dulu ya Ay, nanti kalau ada klien datang mencariku tunggu saja sampai waktu Sholat Jum'at selesai."

"Ok." Ayana mengangguk paham.

"Waktu Sholat Jum'at selesai itu maksudnya jam 1." Tanyanya pada diri sendiri.

"Yana." Panggil seseorang.

Menyadari siapa yang memanggilnya entah kenapa langsung menurunkan moodnya.

"Ada apa?" Balasnya ketus.

Ali merasa tidak rela saat gadis di hadapannya tidak seramah dulu.

"Ini ada kuisioner data donatur masjid, kamu kasih ke auditor baru yang muslim, siapa tahu mereka msu menjadi donatur."

Katanya seraya meyerahkan lembaran kertas itu.

Ayana menerimanya lalu membaca kertas yang didapatnya. Dahinya mengernyit bingung saat mendapati nama Jonathan tertera disitu.

"Daftarnya sudah benar?" Tanyanys memastikan.

"Iya, Yan, aku pergi dulu ya mau sholat Jum'at,

nanti kalau sudah selesai langsung taruh saja di mejaku."

Ali langsung pergi tanpa menunggu respon dari Ayana. Sementara gadis itu masih menerka-nerka dugaannya.

"Loh jadi Jonathan itu muslim?" tanyanya pada diri-sendiri

Akhirnya dia memutuskan untuk membuka aplikasi kepegawaian, dan betapa terkejutnya dia saat mendapati kolom agamanya Islam,

jadi selama ini dia salah paham.

Oh tidak, dia jadi malu sendiri karena berprasangka yang tidak-tidak, tapi namanya itu lo sama sekali tidak mencerminkan identitas agamanya. Dan kenapa dia harus memikirkannya, tak peduli agamanya apa yang penting mereka tidak saling mengganggu.

Sepertinya dia harus meminta maaf pada Jonathan karena berpikiran yang tidak-tidak, tapi apakah itu perlu. Sebaiknya dia melupakannya saja, toh sebenarnya makhluk astral itu tidak menyadarinya.

Saat melihat jam dinding, Ayana terpekik kaget. Dia melupakan kadonya, sekarang dia harus bergegas membeli kado karena waktu

istirahat tinggal satu jam lagi. Dan untuk jalanan ibukota, waktu sejam hanya

digunakan untuk menunggu kemacetan, tentu dia tidak ingin membuat atasannya

kecewa karena tidak diberi kado.

****

Terpopuler

Comments

luluk

luluk

lanjut nyimak

2020-10-05

1

Nona Yohana

Nona Yohana

tu kan.. aku juga sering dianggap non muslim krn namaku.. Yohana.. jd jgn buru2 menilai org dari namanya ya!

2020-06-28

4

Vivi kisaran

Vivi kisaran

sabar sekali ya ayana....good

2019-09-09

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!