Bukannya
aku tidak bisa memaafkanmu
Tapi setiap ku melihatmu
Aku hanya melihat luka
(Anonim)
****
Kos, kerja, pulang begitulah rutinitas yang dijalani Ayana selama setahun ini. Dia jadi merindukan masa-masa kuliahnya, dimana dia dengan bebasnya pergi kemanapun. Sayangnya semua itu hanya ada di dalam pikirannya. Karena nyatanya selama kuliah dia lebih memilih menghabiskan waktu luangnya dengan buku daripada pergi keluar bersama teman-temannya.
Begitulah manusia, saat sekolah banyak waktu tapi tak punya uang, tapi saat kerja punya uang tapi tidak punya waktu.
Lagipula Ayana bukanlah orang yang mudah berbaur, dia sering merasa asing di tengah keramaian. Mungkin dia merasa minder dengan latar belakang hidupnya.
"Perasaan dari tadi makan nggak selesai-selesai, pantesan badanmu gendhut." Sebuah suara membuyarkan lamunan gadis itu.
Sebentar sebentar, ini Ayana yang salah dengar atau memang laki-laki di depannya memang sengaja menyindirnya.
"Malah cuman diliatin." Ujarnya sekali lagi.
Ayana hanya bisa memutar bola matanya malas, bekal yang susah-susah dibuatnya menjadi tidak enak gara-gara mendengarkan ocehan tak jelas makhluk astral itu. Ahh diaa langsung terkikik geli saat mengucapkan makhluk astral dalam hati. Sepertinya sebutan itu sangat cocok dengan manusia di depannya. Karena spesies manusia yang satu itu sangat suka mengganggu ketenangannya.
Ayana memilih untuk pura pura tidak tahu, anggap aja suara Jonathan adalah backsound film yang seringkali dia lewatkan.
Jonathan yang melihat Ayana tidak menyahut ucapannya, entah kenapa menjadi kesal. Padahal dia ingin sekali mendengar suara gadis chubby di depannya. Ehh dia tidak salah kan, kalau dia ingin mendengar suara Ayana.
Karena geram tak kunjung di gubris, akhirnya Jonathan
bangkit dari kursinya lalu menyendok makanan Ayana dan memakannya tanpa meminta
izin, dan tanggung-tanggung dia membawa kotak bekal itu ke mejanya tanpa rasa
bersalah.
"Enak juga ya makanannya, beli dimana?" Tanya
Jonathan sambil menguyah makanannya.
Dia tidak sadar sudah menggunakan sendok yang sudah
dipakai Ayana, gadis itu tentu saja kesal dengan apa yang dilakukannya.
"Sabar, sabar." Rapal Ayana dalam hati.
"Masak sendirilah, emang kamu yang bisanya cuman
makan doang. " Balas Ayana malas.
"Cuman makanan pakai bumbu instan aja bangga."
Mendengar kalimat itu tentu saja membuat Ayana geram,
bumbu instan darimana coba. Dia saja rela bangun pagi-pagi, untuk meracik bumbu
dengan tangannya sendiri.
"Nggak usah dimakan kalau gitu."
Ayana merebut kotak bekal itu.
"Tanggung tahu, tinggal sedikit." Jonathan
tetap memakan bekal itu. "Kan kamu nggak suka makanan bermicin, udah
siniin."
"Pelit amat sih."
Jonathan tidak menggubrisnya sama sekali. Dia sedang menikmati makanan yang sedang disantapnya. Menurutnya makanan ini sangat lezat lebih enak dari makanan di restoran, padahal yang dimakannya hanya pokcoy jamur dan ayam mentega, sangat sederhana untuk makanan yang pernah dia makan.
Ayana yang merasa perkataannya tidak dihiraukan menjadi kesal dan mengomeli Jonathan habis-habisan.
Keributan kecil itu membuat seisi divisi mengalihkan pandangannya ke arah mereka.
"Urusan rumah tangga jangan dibawa ke kantor."
Celetuk Anggit yang membuat seisi ruangan tertawa.
"Males ah."
Ayana yang sudah terlanjur kesal kembali ke tempat untuk melanjutkan pekerjaan walaupun dengan hati yang
dongkol.
Sementara Jonathan hanya menyeringai puas.
"Makasih ya Ay, sudah dibawakan makanan, besok-besok bawain lagi ya."
Ucap Jonathan sembari mengembalikan kotak bekalnya yang kini sudah habis tak bersisa.
"Siapa juga yang bawain kamu makanan." balas Ayana ketus.
Ayana berjanji dia tidak akan pernah membawakan laki-laki di depannya makanan. Tapi janji itu hanyalah janji. Nyatanya seminggu setelah kejadian itu dia rutin membawakan makanan setiap hari. Dia terpaksa melakukannya karena tak tahan dengan kelakuan Jonathan yang selalu merebut makanannya ketika makan siang. Siapa yang tidak kesal coba jika tiap hari di recokin, daripada membuat keributan lebih baik Ayana yang mengalah, toh sepertinya dia tidak melihat ada itikad mengalah dari laki-laki di depannya itu.
"Ayana, berkas laporan keuangan kemarin sudah kamu kasih ke umum?" Tanya Pak Refian saat melewati kubikelnya.
"Belum pak, tadi Pak Yos tidak ada."
Memang benar, saat pagi tadi Ayana ke bagian umum, sang empunya tidak ada dan dia sendiri tidak mau asal menaruh berkas yang dia bawa.
"Oh ya, tadi saya dan Pak Yos ada keperluan ke luar, sekarang beliau sudah ada di ruangannya, langsung kasih saja biar bisa cepat diproses."
"Baik Pak."
"Terima kasih."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Pak Refian meninggalkan Ayana yang termenung sendirian.
Sebenarnya ada alasan lain kenapa dia enggan untuk ke bagian umum, namun saat mengingat laporan keuangan dia harus memberanikan dirinya untuk pergi ke sana.
"Ayana, dah lama banget kamu nggak mampir ke sini."
Sambut Isna sahabatnya yang menempati bagian umum, memang sejak kejadian itu dia malas untuk menginjakkan kakinya je tempat ini.
"Biasa ngantar laporan keuangan, kamu tahu sendiri sekarang staffnya tinggal aku, jadi ya."
Ayana menghentikan ucapannya saat melihat sosok yang dia hindari duduk di kubikelnya.
"Udah dulu ya Is, aku mau ke Pak Yos dulu, nanti kita sambung lagi." Lanjut Ayana mencoba menampilkan senyum.
"Okey deh." Balas Isna singkat.
Jauh di dalam lubuk hatinya,Isna sebenarnya tahu alasan kenapa sahabatnya jarang mampir ke divisinya, sebagai sahabat dia tidak bisa melakukan lebih dan hanya bisa mendo'akan semoga sahabatnya itu menemukan kebahagiannya.
****
"Yana, tunggu."
Sebuah suara bariton menghentikan langkahnya. Jika tidak ada peristiwa itu, mungkin dia akan menyambutnya dengan senyuman lebar. Tapi kini semuanya tak lagi sama, sekuat mungkin dia menyembunyikan kepedihannya.
"Ada apa?" Tanyanya setenang mungkin.
Laki-laki itu tampak ragu untuk memulai perkataan.
"Kenapa sekarang kamu menjauhiku?"
Tanyanya ragu.
"Maksudmu apa Al, selama ini aku sudah bekerja secara profesional."
"Bukan begitu Yan, maksudku bisakah kita kembali seperti dulu."
Ayana yang mendengar pertanyaan itu, tentu saja merasa marah.
"Al, kamu itu lelaki beristri aku tidak mungkin mengganggapmu lebih dari sekadar teman kerja."
"Tapi Yan, aku masih mencintaimu, pernikahanku tidak bahagia, aku tidak bisa melupakanmu."
Ayana mencoba tidak meneteskan air mata, kemana laki-laki di depannya selama ini. Setelah dia mulai bisa menata hatinya kembali, kenapa laki-laki mencul dengan prnyataan seperti ini.
"Harusnya dulu kamu berpikir dulu sebelum meninggalkanku dalam harapan semu, ini pilihanmu dan kamu harus menerima konsekuensinya, kita sekarang punya kehidupan sendiri, dan aku tidak mau kamu terus mengusikku."
"Yan, berikan aku kesempatan, aku ingin kembali kepadamu."
"Al, aku perempuan dan aku tahu rasanya disakiti, aku tidak mau istrimu merasakan apa yang kurasakan, ditinggalkan oleh laki-laki yang dicintainya."
Ali hanya diam membisu, semua ini memang salahnya, seandainya dia bisa memperjuangkan cintanya, tapi apa mau dikata ibunya tidak pernah mau memberikan restu kepadanya jika menikah dengan gadis di depannya.
"Yana, setidaknya maafkan aku."
Hening sejenak, Ayana berusaha mati-matian menahan air matanya. Laki-laki ini, seseorang yang pernah menempati relung hatinya. Kenapa ketika dia sudah mulai percaya, kepercayaan itu selalu mengkhianati hatinya.
"Aku sudah memafkanmu, tapi untuk kembali seperti dulu, maaf Al, Aku nggak bisa."
"Tapi kita masih berteman bukan?" Tanya Ali penuh harap.
"Untuk diluar pekerjaan aku tidak bisa, karena setiap aku melihatmu aku hanya melihat luka, dan aku harap ini terakhir kalinya kamu menemuiku seperti ini."
Ayana lalu pergi meninggalkan Ali yang masih tidak bisa menerima kenyataan.
Laki-laki itu meninju tembok di sampingnya berulang kali sambil menggumamkan kata bodoh. Dia tak peduli tangannya sudah darah, karena nyatanya rasa sakit itu tidak ada apa-apanya dibanding apa yang telah dia torehkan pada gadis yang dia cintai. Mereka tidak tahu bahwa di balik dinding itu ada orang yang mendengar pembicaraan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Liya Homsar
Episode kali ini hampir sama dengan kisah q bedanya aku yang nikah duluan karena aku di tolak oleh ibunya setelah 3 tahun pacaran. Aku di tolak ketika di kenalkan secara resmi kepada orang tuanya untuk meminta izin ke jenjang selanjutnya dengan alasan aku bukan wanita karir. Ia menikah beberapa bulan setelah aku menikah dengan pilihan orangtua nya. yang bikin kesal ia datang ke rumah q ketika aku sedang hamil anak pertama q dan ngaku ngaku anaknya gi*la gak tuh orang untung suami q waktu itu lagi gak di rumah kalau ada bisa di bayangkan kan. Aku memang bebas ketika berpacaran dengan nya tapi tidak sampai melakukan hal yang terlarang orang suami q yang buka segel jadi mana mungkin aku hamil anak nya.🤦♀️
2021-03-18
1
Tri Widayanti
Enak aja,dulu ninggalin begitu aja..
dasar laki²
2021-01-05
0
Riyanti Riri
tinggalkan masa lalu ayana....ayo bangkit
2020-11-01
1