Pria berkemeja putih yang tak lain motivator tersebut menyambut mikrophone dari tangan Reno kemudian mendekatkan benda itu ke mulutnya. Belum sempat ia membuka mulut, terdengar kasak-kusuk para siswi berbisik, saling sahut.
“Buset, ganteng banget.”
“Kayak pangeran Arab gitu.”
“Itu jelmaan malaikat kali ya.”
“Dududuuu... Cakep bangeet.”
“Sumpah, muka kece, penampilan juga keren, sukses lagi. Idola banget.”
“Wajib difoto, nih.”
Beberapa orang cewek sibuk menjepret wajah sang motivator melalui kamera hp.
“Selamat pagi!” Suara Motivator menggema melalui mikrophone.
“Selamat pagiiii...” jawab para siswa serentak.
“Kurang bersemangat. Good morning!”
“Good morniiing...!”
“Oke. Once more, good morning!”
“Good morning.” Suara semakin semnagat.
“Very good. Saya yakin siswa siswi di sini adalah siswa siswi berbakat dan penuh dengan semangat. Kenalkan, saya Alan Wiliam. Keturunan David William.”
Kembali Alan mengedarkan pandangan ke seluruh wajah di hadapannya.
“Are you okey?” tanya Alan membangunkan semangat anak-anak.
“Okeee...”
“Bagus. Mohon untuk tidak berdiskusi jika saya tidak memintanya!” tegur Alan dengan nada tegas dan tatapan kurang bersahabat melihat sekelompok cowok di ujung malah sibuk ngobrol. “Saya orangnya supel, tapi juga tidak suka pada ketidakdisiplinan. Paham?” ucapnya lebih tegas disertai tatapan yang juga penuh ketegasan.
Sunyi.
Ketegasan Alan benar-benar ampuh, mampu melunakkan para cowok bandel sekalipun. Buktinya para preman sekolah langsung membungkam dan terlihat sungkan.
“As a start, I will tell you about my life the age of ten. Saya memiliki banyak cita-cita sampai-sampai saya lupa dengan cita-cita awal saya. Untuk mengingat semua harapan yang saya impikan, saya menulis semua impian saya di selembar kertas. Setiap hari bahkan saya bisa memiliki tiga sampai tujuh impian. Semua harapan-harapan itu saya terus tulis. Sudah penuh satu lembar, saya tulis di kertas berikutnya hingga catatan impian saya mulai dari hal terkecil sampai hal terbesar memenuhi ratusan bahkan ribuan lembar kertas. Diantara ribuan impian itu, hanya beberapa saja yang sudah tergapai. Salah satunya ingin memiliki sepatu baru, yang bisa saya beli dengan uang hasil tabungan saya, dan... hal-hal kecil lainnya. Awalnya saya menciptakan makanan terbuat dari ubi kayu yang saya namai Jan Nyentrik. Menakjubkan, makanan unik yang kaya akan cita-rasa tersebut disukai seorang chef. Beliau membayar mahal untuk resep yang saya berikan ke dia. Lama-kelamaan, usaha yang saya ciptakan dari membuka rumah makan kecil-kecilan pun menjadi besar. Saya bisa kuliah ke luar negeri dengan hasil jerih payah yang saya lakukan. Sampai akhirnya sekarang menjadi CEO di sebuah perusahaan besar. Sekarang, apa impian yang belum bisa saya gapai? Tidak ada. Alhamdulillah, semua tergapai berkat seijin-Nya. O ya, satu yang belum tergapai, jodoh.”
Terdengar gemuruh saling sahut anak-anak menanggapi, terutama bagian cewek-cewek alay yang mendadak seperti cacing kepanasan.
“Oke, berikut saya tunjukkan orang-orang luar biasa yang bisa dijadikan mentor. Silahkan diperhatikan.”
Alan membuka file di laptopnya kemudian memutar salah satu video yang dia tampilkan melalui proyektor ke sebuah layar.
Berbagai kisah perjuangan menakjubkan yang sangat inspiratif tampil di layar.
Tatapan Alan kini tertuju pada seorang siswi yang berlari dari arah gedung sekolah menuju ke arah anak-anak yang berkumpul, gadis itu memasuki kerumunan. Ia menyelinap berharap tidak ketahuan kalau dirinya terlambat, tak lain Anna. Beberapa menit yang lalu, ia sampai harus memanjat pagar dibantu tukang kebun untuk bisa masuk ke area sekolah. Gara-gara mikirin Rafa, ia tidak bisa tidur sampai larut dan efeknya telat bangun.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 287 Episodes
Comments
Nur Syamsi
Terciduk lu Anna,
2025-04-23
0
andi hastutty
aduh kesan pertama yg jelek heheheh
2022-11-15
0
Eni Trisnawati Mmhe Winvan
😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂 kesiangan kesan pertama yang buruk
2021-12-21
0