“Pagi, Pa, Ma.” Alan menyusul dan menarik kursi di depan kedua orang tuanya. Satu kata untuk Alan, perfect.
“Waah... Anak Papa udah rapi. Pasti mau kerja.” Wiliam tersenyum menatap sulungnya. Bola matanya menyapu penampilan sulungnya, seperti biasa, rapi, wangi dan ganteng.
Alan mengangguk seraya tersenyum sangat manis. Wajar saja Alan menjadi idola di kantor. Bahkan dari kalangan client perusahaan, banyak yang menginginkan Alan menjadi menantu mereka.
“Hari ini kamu diundang ke SMA Pancasila, kan? Setelah beberapa minggu yang lalu jadi cover majalah, sekarang diundang ke sekolah untuk dijadikan mentor. Keren.” William tampak bangga.
“Rina, tolong buatin jus alpukat kayak biasa! Aku lagi nggak selera makan,” titah Alan pada salah seorang pembantunya.
Pembantu yang diperintahkan membungkukkan badan dan segera beranjak ke belakang melaksanakan perintah.
Alan mengawasi kepergian Mamanya melalui ekor matanya. Mamanya selalu begitu. Tidak pernah perduli dengan perkembangan anak-anaknya. Justru Papanya yang lebih perduli dalam segala hal mengenai anak-anaknya. Bahkan yang selalu mengingat hari ulang tahun anak-anaknya dan membuat pesta kecil-kecilan untuk mengingat hari lahir adalah Papa, bukan Mama. Laura lebih fokus dengan kariernya, tekun dengan pekerjaannya sebagai General Manager di perusahaan lain. Padahal Wiliam sudah berkali-kali mengingatkan agar istrinya itu berhenti bekerja, tapi Laura menolak permintaan suaminya mengingat pekerjaannya itu sudah ia geluti sejak masih gadis. Dan ia tidak ingin melupakan pekerjaan itu.
“Kamu kayak baru kenal Mamamu aja. Jangan kecewa sama Mama, ya. Mamamu memang gitu, tapi aslinya sayang.” Wiliam mengerti maksud tatapan Alan terhadap Laura.
Alan mengangguk dan langsung menyedot jus yang disodorkan Rina.
“O ya, hari ini Papa mau ketemu sama Pak Herlambang, Pak Haji itu loh.” Wiliam mengunyah makanannya. “Papa akan membicarakan masalah pernikahanmu. Perjodohanmu dengan putri Pak Haji akan segera dilangsungkan.” Wiliam tampak bahagia membayangkan putranya menikah dengan putri seorang Haji yang sangat ia kenal, pasti langgeng serta menuju keluarga yang sakinah, mawardah dan warohmah. Ia tidak perlu mencemaskan akhlak calon istri sulungnya. Anak Haji, semoga salihah.
“Cie cie.... Calon Kakak ipar, ni yeee?” Clarita, si bungsu yang muncul ke ruangan tersebut langsung meledek. Ia duduk di sisi kanan Alan.
“Waow... bakalan rame rumah ini, dong. Ketambahan satu cewek. Dua cewek aja ramenya udah kayak bebek mau dipotong,” sahut Stefi, Kakaknya Clarita. Ia duduk di sisi kiri Alan.
“Gimana, Alan? Kamu siap, kan?” tanya Wiliam.
Alan mengangguk tanpa ekspresi.
“Pokoknya Papa akan kondisikan supaya pernikahan antara kamu dengan putri Pak Haji secepatnya berlangsung,” lanjut Wiliam.
“Terserah Papa aja.” Alan kembali menyedot jusnya.
“Emangnya kenapa sih Pa kok Kak Alan mesti dijodohin segala?” tanya Stefi sambil mengunyah makanannya. “Udah sejak beberapa bulan yang lalu Papa sibuk ngomongin perjodohan Kak Alan? Ini kan bukan jaman siti Nurbaya lagi yang pake acara jodoh-jodohan segala.”
Wiliam sekilas menatap Alan sebelum menjawab pertanyaan putrinya. Kemudian ia berkata, “Papa Cuma ingin Kakakmu mendapat jodoh yang baik. Yang soleha dan taat agama, pokoknya seperti bidadari surga. Jadi Papa nggak takut sewaktu melepas Kak Alan membina rumah tangga.”
“Iya, bener tuh kata Papa,” sahut Clarita sok tahu. Ia masih duduk di bangku SMA kelas sepuluh. “Entar kasian kalau Kak Alan dapet istri jahat kayak di sinetron-sinetron yang kerjanya suka morotin doang. Sayang dong laki-laki sesempurna Kak Alan dapet cewek ganjen. Ya, nggak?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 287 Episodes
Comments
Maya Sari Niken
aku baca ulang,suka bnget soalnya salah satu favorite
2022-11-15
0
𝓐𝔂⃝❥hanny👈🏻
suka sama cerita ini, makanya niat banget buat baca ulang. udah lupa sama judulnya tapi semangat cariin
2022-10-20
0
wkwkwk sa ae Lo Stefi, ah.. gemes ingin tabok Lo😂😌
2022-08-30
0