Episode 4

"Apapun akan aku lakukan untuk bisa bersamamu, bahkan melawan dunia jika harus - M.B. Sogen "

.

.

.

Mike meraih handphonenya - memeriksa beberapa pesan whatsapp yang masuk. Beberapa pesan hanya berupa broadcast renungan harian Katolik. Ada juga pesan grup yang hanya ucapan selamat pagi.

Tapi jarinya seketika berhenti pada sebuah pesan dari Mega. Tidak biasanya pagi-pagi sekali Mega sudah mengirim pesan. Mike mengkliknya - ia tertegun melihatnya. Benarkah ini ?

SENJA

*ada yang berbeda

pada senja yang temaram

semilir angin membelai mesra

aku mematung - tatapanku hampa

pada baris-baris awan yang saling mengejar di udara

ada yang aneh

aku jelas merasakannya

aku yakin aku tak salah

ya, aku telah jatuh cinta

pada lelaki yang mengisi hari-hariku

bermalam-malam lalu masih tiada

masih hampa disini

di hati kecilku

namun kini tiba-tiba mencekik leherku

cinta; rasa itu datang tiba-tiba

aku tahu aku salah

aku tahu kamu marah, tak suka

harusnya ia tiada

tapi aku manusia biasa

tak kuasa menghalau magisnya; aku sungguh telah jatuh cinta padamu

pada senja yang temaram - Mega*

Mike terpaku. Tertegun dan menatap kosong isi pesan berupa puisi dari Mega. Tubuhnya tiba-tiba mengejang. Tak satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Mengumpat dalam hati pun ia tak sanggup melakukannya. Mega benar-benar jatuh cinta pada Mike. Mega telah dengan berani mengungkapkan isi hatinya.

Dengan cepat Mike memencet tombol home pada layar handphone - langsung kembali ke tampilan menu utama sehingga dengan jelas menampakkan foto ibu dan almarhum ayahnya. Ia meletakkan handphonenya ke atas meja lalu pergi ke kamar mandi mencuci muka.

Mike sebenarnta jarang mandi pagi kalau sedang di kost saha, kecuali kalau berangkat kerja pagi. Kalau tidak kemana-mana, mencuci muka sudah cukup baginya.

Ia kembali ke meja, mencoba meraih handphonenya tapi gerakan tangannya berhenti seketika. Handphone berdering. Sebuah panggilan masuk dari Mega.

Pikirannya berkecamuk. Mike bingung, mau mengabaikannya seolah-olah tak mendengarnya, atau ia dengan cepat mendorong tombol merah dan menggesernya ke atas untuk menolak panggilan.

Tidak. Aku tidak boleh menolak panggilan ini. Aku biarkan saja berdering - nadanya kubiarkan memecah keheningan kamar kostku, batinnya.

Mike membiarkan handphonenya berdering di atas meja sampai panggilannya berhenti sendiri. Ia berjalan menuju kamar mandi lagi, mengambil handuk yang ia gantung di depan pintu kamar mandi semalam.

Ia sendiri bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba ingin mandi padahal hari ini ia tidak kemana-mana. Mike berencana mempelajari ulang ilmu-ilmu kuliah yang telah ia dapatkan.

Handphone berdering lagi ketika ia sedang mandi. Persetan. Mike membiarkannya. Toh ia sedang mandi. Palingan Mega lagi yang menelpon, gumamnya dalam hati. Mike dengan cepat menyelesaikan mandiku. Tapi ia sendiri masih bingung dengan apa yang ia lakukan. Pokoknya mandi saja.

Pikirannya tiba - tiba tertuju pada Mega lagi.

Mungkin saja Mega menelpon memintanya menemuinya. Ahh, apa-apaan. Tidak mungkin. Mike mulai bergulat dengan pikirannya sendiri. Ini kan masih liburan. Ada perlu apa mau ketemuan ? Tapi tunggu, puisi itu. Ya, dia pasti tahu Mike sudah membaca puisi yang mewakili isi hatinya itu. Apakah dia menelpon hanya untuk menanyakan kenapa Mike tak membalasnya ?

*****

Mike sudah rapi - mengenakan kaos oblong berwarna hitam, celana pendek yang panjang hanya sampai lutut; warnanya hitam juga.

Tiba-tiba handphone berdering lagi. Mike melotot berusaha membaca tulisan di layar handphone.

"Ibuuuuu," teriaknya pelan lalu dengan cepat meraih handphone, menggeser tombol hijau menjawab panggilan dari Ibunya.

"Hallo, Bu, " Mike dengan segera menyapa Ibunya di seberang dan terdengar suara wanita setengah tua itu. Suaranya berat dan putus-putus, mungkin pengaruh signal di kampungnya yang masih belum sebagus daerah lainnya.

"Hallo, nak," suara ibu dari seberang terdengar berat - agak kurang jelas tetapi Mike berusaha mendengarnya dengan baik.

"Maaf mengganggumu nak. Ibu cuma mau mengabarimu, Om Bram meninggal," kata ibu langsung to the point.

Sejenak Mike mematung. Bayangan wajah lekaki yang disebutkan ibu muncul seketika dalam ingatannya. Lelaki itu, saudara kandung ibu yang membantu ibu mengurusi peternakan ayam peninggalan ayah setelah ayah pergi.

Lelaki yang menggantikan peran ayah ketika ia ditinggal pergi ayahnya. Kini Om Bram telah tiada. Dua sosok ayah hebat dalam hidup Mike telah tiada kini. Mike benar-benar hanya punya ibu sekarang. Tiada siapa-siapa lagi.

"Hallo, nak," suara ibu mengagetkannya.

"Kamu mendengarnya ?" Ibunya bertanya lagi setelah lama menunggu Mike merespon perkataan ibunya.

"Ya Bu. Aku mendengarnya," jawabnya cepat, berusaha menyembunyikan kesedihan pada ibu.

"Sudah dulu ya, nak. Ibu hanya memberitahumu soal itu saja. Jaga dirimu ya, nak. Doakan Om Bram semoga segala dosanya diampuni," kata ibu mengingatkan sebelum mengakhiri teleponnya.

Hati Mike berkecamuk tak karuan. Urusannya dengan Mega yang pagi-pagi sudah mengirimkan puisi ungkapan isi hatinya belum juga ia selesaikan, sekarang ia harus mendengar kabar duka meninggalnya Om Bram.

Mike tertunduk lesu. Kedua tangannya memegang dan meremas-remas rambutnya sendiri. Ia meraih handphonenya lagi, mencari foto Om Bram yang tersimpan di galeri handphonenya, lalu menatap kosong wajah Om Bram.

"Om, maaf Mike tidak bisa pulang. Semoga Tuhan mengampuni segala dosa Om. Beristirahatlah dalam damai Om," katanya lirih pada foto Om Bram. Tanpa ia sadari air mata menetes di pipinya. Mike telah kehilangan dua sosok ayah dalam hidupnya.

Laki-laki yang beberapa tahun terakhir ia anggap pengganti ayahnya, yang membantu ibunya mengurusi ternak peninggalan ayahnya kini telah berpulang.

Rasanya seperti ia ingin berhenti berjuang sendiri disini dan pulang ke kampung, menghabiskan lebih banyak waktu bersama ibunya, membantu mengurusi semua keperluan usaha kecil peninggalan ayahnya. Rasanya tak tega meninggalkan ibunya yang kini benar-benar sendiri.

Mike mengusap rambutnya lalu megatur posisi duduknya - ia bersila. Mike lalu memejamkan matanya, berusaha menenangkan pikiran dan melupakan semua masalah yang saat ini mengganggu pikirannya. Mike membuat tanda salib lalu berdoa sendirian memohon kepada Tuhan demi keselamatan arwah Om Bram.

Semoga Tuhan mengampuni segala dosa dan kesalahan yang telah Om Bram lakukan selama masa hidupnya dan menyediakan surga terindah bagi Om Bram.

Tanpa ia sadari, air matanya kembali menetes di kedua pipinya. Mike menangis.

"Kehilangan yang paling menyakitkan ialah ketika orang itu meninggalkan kita dan beralih dari dunia ini "

🌹Pembaca yang budiman. Terima kasih sudah membaca karyaku. Mohon dukungannya untuk like, komentar untuk perbaikan dan jangan lupa vote.

Jagalah kesehatan, stay home dan patuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan pemerintah selama masa pandemi ini.🌹

Tuhan memberkati.

Terpopuler

Comments

Katarina Inna Bidomaking

Katarina Inna Bidomaking

sukses selalu sayaang....😍

2020-03-22

3

hafidz rachmadana

hafidz rachmadana

boom like

2020-03-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!