Aku terbangun. Sekujur tubuhku pegal dan sakit. Ruangan putih temaram ini , ini diruang perawatan London? Jarum Jam menunjukkan jam 4? Empat pagi atau empat sore ? Aku beringsut bangun, melihat infus terpasang di lenganku dan bajuku sudah berganti menjadi baju pasien.
" Kau sudah bangun.... " Alex masuk keruanganku. Kenapa dia disini? Untuk memarahiku, dia tetap tak melepasku? Apa ini adalah bagian dari ancamannya.
"Kenapa kau disini, aku akan kembali ke Paris sendiri. Kau tak perlu menungguiku. " Alexander hanya memandangku. Kemudian mengatur menaikkan bedku.
"Minumlah ini, dokter bilang kau harus minum obat ini setelah kau bangun." Ia menyerahkan segelas air dan beberapa butir obat.
Aku menerima obat darinya dan langsung menelannya dengan cepat. Dia dengan sabar mengambil gelasku kembali dan meletakkannya di meja. Aku diam memandangnya.
" Dokter bilang kau harus tetap di tempat tidur sampai tiga hari kedepan. Kau akan cepat lelah jika melakukan aktivitas, tubuhmu perlu waktu memulihkan diri. Kau mau tetap disini atau pulang ke Paris? Aku akan menungguimu " aku menatapnya tak percaya, bukannya dia sebelumnya paling menentangku. Kenapa sekarang dia malah ingin menungguiku.
"Kau tak usah menunggu, kau punya pekerjaan. Aku bisa kembali ke Paris sendiri. Pulanglah... " aku menjawab cepat sambil membuang muka. Aku masih belum mau berdamai dengannya.
" Kalau begitu aku akan menungguimu disini... aku ambilkan makanan, tunggu sebentar. Kau ingin menonton televisi. Ini baru jam 4 sore " dia menyerahkan remote ketanganku dan menghidupkan TV.
" Tunggu .... apa para pengungsinya sudah ditangani? " pertanyaan ku membuatnya berhenti di pintu.
"Mereka sudah diurus oleh Oscar dan Ali ,sekarang masih berada di Tartus. Besok kami bertahap akan memindahkan mereka ke Latakia jika kondisi mereka memungkinkan..." Alexander menghilang di balik pintu.
Aku diam. Dia tidak marah- marah? Kejutan apa lagi ini. Sedangkan semalam dia berteriak padaku di telepon bahkan mengancamku.
Daniel tiba-tiba masuk kekamarku.
"Alexa, kau sudah bangun... aku bertemu Alex yang pergi ke pantry tadi. " dia langsung duduk di samping tempat tidurku.
"Tunanganmu sudah tak marah, kau kaget." Daniel menyeringai.
"Iya, apa yang terjadi padanya. " aku penasaran dengan kata-kata Daniel.
" Well, awalnya dia tiba di London dengan marah-marah. Aku menenangkannya dengan mengatakan kau sudah berpengalaman untuk misi seperti ini selama bertahun tahun karena kau juga pernah terlibat di UNHCR . Dan sepertinya dia cukup terkejut bahwa banyak kegiatan kemanusiaan kita di daerah konflik dan camp kita di sana adalah juga hasil inisiasimu . Tampaknya dia tidak marah-marah lagi karena tahu kau melakukannya murni untuk kemanusiaan."
" Hmmm... benarkah."
" Camp mereka di Latakia adalah camp independent. Mereka mengurus sendiri camp itu tanpa bantuan UNHCR, Alexander ternyata punya concern pribadi tersendiri terhadap daerah konflik. " Daniel menjelaskan lebih lanjut. Bisa jadi, mungkin dia pernah merasakan menjadi pengungsi, dia pernah hidup di jaman perang dunia ke 1 dan 2.
" Ayah tidak mengetahui aku disini kan?"
" Tidak, tapi bisa saja dia kesini tiba-tiba." Daniel mengaruk kepalanya.
" Aku akan kembali ke Paris malam ini. Terima kasih sudah membantuku. Aku tak menyusahkanmu."
"Aku akan mengatur menyembunyikanmu jika Ayah datang kesini. Kau tak usah khawatir. "
" Tidak, aku tak mau Alexander menungguiku disini. Aku akan kembali ke Paris malam ini." aku memutuskan pada akhirnya.
" Baiklah.... " Daniel menyetujui, bertepatan dengan itu Alex masuk membawa makanan.
Ini Daniel, kakak Alexa, dia akan punya cerita sendiri di Aurora● The Blood Moon yang menceritakan apa yang terjadi sebenarnya di Blood Moon. Aku akan post ceritanya setelah Alexa selesai 😘
" Aku akan meninggalkan kalian berdua, ada yang harus aku lakukan. " Daniel menepuk pundak Alexander.
" Terima kasih Daniel. " Alexander menepuk balik Daniel.
Aku lapar. Baru kusadari saat melihat makanan didepanku. Sambil mengucapkan terima kasih aku dengan cepat menghabiskan makanan yang dibawa Alex.
" Mau kuambilkan lagi. " sekarang dia tersenyum melihatku makan seperti orang kalap. Aku menggeleng. Ini cukup banyak. Rasanya aku menghabiskan porsi untuk dua orang sekaligus.
"Diam sebentar. Ada sesuatu di bibirmu" Alexander mengambil tissue dan membersihkan saus di bibirku. Manis. Tapi tetap aku masih marah padanya.
" Aku akan kembali ke Paris malam ini bersamamu." Alexander melihatku.
"Aku tak masalah jika kau ingin beristirahat disini." dia benar-benar bersikap manis sekarang ehh...!
"Tidak, akan menimbulkan masalah jika Ayah tau apa yang terjadi. Daniel akan disalahkan." aku menyebutkan alasanku.
"Aku akan mengatur kepulangan kita sekarang. Aku akan meminta izin doktermu." Ia keluar dari kamarku.
Tak lama kemudian dia kembali bersama seorang dokter dan perawat.
" Nona Alexa, kau mau istirahat dirumah? Kau tau aturannya kan. Dalam tiga hari kedepan kau harus istirahat total, tubuhmu akan cepat lelah dalam dua-tiga hari ini, kau akan sering lemas dan tertidur lama. Tak boleh ada aktivitas berat, kau harus bermeditasi pemulihan aura setelah tubuhmu terasa baik. Latihan fisik diperbolehkan setelah satu minggu. Jika kau melanggar pemulihanmu akan lebih lama. Ini vitamin yang harus kau minum seminggu kedepan. "
"Baik dokter." aku mengangguk mengerti.
"Tuan Alexander, tolong pastikan Nona Alexa mematuhi semua yang kukatakan."
"Tentu dokter."
Alexander meninggalkanku bersama perawat yang membantuku berganti pakaian yang cukup nyaman dan sopan untuk perjalanan. Setelahnya kami langsung pamit ke Daniel dan berangkat ke bandara.
Aku mulai lemas dan pusing saat pesawat take off. Alexander tampaknya mengetahuinya. Ia menarikku ke sofa besar yang nyaman. Sofa yang mengingatkanku pada ciuman pertamaku dengannya. Ingatan yang menyakitkan sekarang, karena kami berdua sekarang hanya terlibat kewajipan politik saja.
"Berbaringlah." Dia selesai mengeluarkan bantal dan selimut dari lemari dibawah sofa. Aku yang sudah lemas langsung membaringkan diri tanpa banyak bicara, dan memejamkan mataku, sambil Alex menyelimutiku.
" Selamat istirahat" dia mengelus rambutku, memijat lembut bahuku , kenapa dia harus menyiksaku dengan perhatian semacam itu. Ini semua tak ada gunanya.
"Alex, sudahlah ..." aku bergerak menghentikan tangannya.
"Sttt.... tidurlah!! Pejamkan matamu, jangan berdebat denganku!" suaranya tegas. Dia mengembalikan tanganku ke sisi tubuhku yang terbaring menyamping. Aku memang tak punya tenaga berdebat dengannya. Akhirnya aku membiarkan dia memijatku dan jatuh tertidur tak lama kemudian.
Aku membuka mataku. Ini sudah dikamarku di Paris. Aku digendong turun dari pesawat tanpa terbangun? Tanganku menyentuh sesuatu disamping ranjangku. Aku menoleh . Dan sontak berteriak dan bangun dari ranjang. Alex tidur diranjangku. Kenapa dia bisa disini!
Dia langsung membuka mata, waspada. Dan menatapku dengan rambut tidur acak-acakan. Melihat jam.
" Kau bangun, ini jam lima pagi. Tidurlah sebentar lagi. Kau mau diambilkan sesuatu"
"Kau kenapa tidur disini ?"
"Menjagamu... "
"Aku tak perlu dijaga."
"Tidurlah sebentar lagi." lengannya menjangkau lenganku dan menarikku berbaring. "Aku cuma tidur bersamamu disini. Aku tak mengganggumu." Alexander berbicara sambil menutup matanya. Tampaknya dia mengantuk. Aku akhirnya berbaring sambil menatapnya. Dia tidur dengan lelap. Mungkin kelelahan sejak dua hari kemarin dia menungguiku di London. Kenapa kadang dia begitu baik, kadang dia menghancurkan harapanku.
Aku menatap wajah tampannya lama. Tanganku bergerak mengelus rahangnya. Terasa kasar dan brewoknya yang tipis mengelitik telapak tanganku. Membuatku tersenyum karena kegelian.
"Kau menyukainya..." tiba-tiba ia membuka matanya. Membuatku terkejut dan reflek menarik tanganku. Alexander menangkap tanganku.
"Lanjutkan karena aku menyukainya. " jantungku berdebar kencang. Ia memandangku sambil menaruh tanganku di rahangnya. Aku langsung menarik tanganku dan berbalik memunggunginya. Tanpa disangka ia bergerak memelukku dari belakang. Dengan sekali gerakan dia menyusupkan lengannya melingkupi badanku, menarikku tubuhku merapat ke tubuhnya. Posisi apa ini!
"Maafkan aku ..." dia berbisik ke belakang telingaku. "Jangan menghindariku lagi. Jika kau marah, berteriaklah padaku, pukul aku, tapi jangan tiba-tiba menghilang dariku." aku membeku. Dia menyusupkan wajahnya kebelakang tengkukku. Membuatku menahan napas karena merinding kegelian.
"Lepaskan aku... " aku mengeliat dalam pelukannya.
"Maafkan aku ... " dia mengulang perkataannya, sambil mencium tengkukku dan melarikan bibirnya disana. Seluruh badanku kaku karena geli.
"Tak semudah itu..." aku menyerah diam karena tak bisa lepas dari pelukannya. Jantungku berdebar-debar karena ciumannya dan harus menahan diriku untuk tidak mendesah kegelian karena sapuan bibirnya di tengkukku. Kenapa dia selalu menggunakan sentuhannya untuk mengontrolku. Dia seakan mengetahui titik lemah semua wanita.
"Aku tau tak semudah itu... Bagaimana jika aku memberikanmu penawaran untuk sebagai syarat perdamaian kita." Aku berbalik untuk memandang mata abu-abunya.
"Apa itu ... " aku penasaran.
"Kau boleh mengajukan tiga permintaan padaku. Apapun yang kau inginkan, asal itu bukan hal yang mustahil kukabulkan."
"Benarkah ... apa saja? " Aku tersenyum, kelihatannya ini menarik.
"Iya apapun , asal kau tak mendiamkanku lagi. " sekarang dia bertopang dengan satu tangan memandangku.
"Aku punya permintaan pertama... " Aku berkata setelah berpikir beberapa saat.
"Katakan..."
Aku menghela napas sebelum mengatakan yang kuinginkan. Aku duduk di tempat tidur, menggumpulkan keberanianku , Alexandre ikut duduk, menungguku mengatakan permintaanku.
"Ceritakan padaku, kenapa kau menjadi vampire." akhirnya aku mengatakannya.
Alexander memandangku dalam. Dia menghela napas.
"Permintaanmu ...Kau ingin tau masa laluku?" ia menatapku tajam.
"Iya ..." aku takut, tapi aku ingin tidak ada yang ditutupi antara kami, baik sebuah kebahagiaan ataupun kisah kelam. Dan itu syaratku untuk sebuah kata maaf.
Alexander duduk bersander, dia memandangku lama sampai kukira dia tidak akan menceritakan apapun. Sebelum dia menghela napas panjang dan akhirnya memulai, nampaknya sangat sulit baginya untuk menceritakan kisahnya.
"Aku menjadi vampire karena ingin membalas kematian keluargaku. " mataku membesar mendengar kalimat pertamanya.
"Aku pernah menceritakan padamu bahwa aku lahir di Polandia, disebuah kota bernama Nielce. Semua dimulai dari kekuasaan Nazi Jerman, semua orang termasuk keluargaku, aku punya seorang istri bernama Greta, dan seorang putra yang baru berusia 7 tahun dan seorang putri berusia 5 tahun. Saat Nazi menguasi Polandia semua dari kaum yahudi kami diisolasi di gheto**, semua orang Yahudi dan kawin campur. Aku punya keturunan Yahudi dari ayahku, kami para laki-laki yang masih kuat dibawa ke kamp kerja paksa, dipaksa bekerja sampai mati. Aku bertahan sekuatku disana dan mencoba mencari kesempatan melarikan diri untuk bertemu keluargaku. Aku berhasil melarikan diri, tapi aku terlambat beberapa hari, ...Agustus 1942 mereka semua sudah dikirim ke kamar gas di Treblinka, harapanku dan semangat hidupku uang tersisa dari berbulan bulan bertahan dan mencari kesempatan untuk lolos direnggut saat itu. Dan membayangkan istri dan kedua anakku yang meregang nyawa di kamar gas membuatku mengutuki diriku sendiri , jika aku bisa datang lebih cepat untuk menyelamatkan mereka semua." Alexander berhenti, tatapannya melayang jauh.
Aku menitikkan air mata saat mendengar ceritanya. Aku tak bisa membayangkan apa yang dialaminya saat itu. Holocaust, kejadian diluar akal kemanusiaan yang pernah terjadi saat Perang Dunia ke II. Saat duniamu direngut dengan paksa, saat semua keluarga dan kenalanmu dibunuh dan hanya tertinggal dirimu seorang.
"Alex ... maaf aku mengingatkanmu ..." aku memeluknya, tubuh kokohnya kelihatan lelah saat bercerita, aku dengan otomatis membenamkan wajahnya ke dadaku, mengelus rambutnya dengan lembut. Sementara dia memeluk pinggangku dengan erat, dia tampak mengusap matanya, sebelum akhirnya mencoba tegar. Dia melepasku. Menatapku yang menangis karena ceritanya, tanganya bergerak menghapus air mataku.
" Aku sempat ingin bunuh diri karena tak kuat menanggung beban kematian anak dan istriku. Tapi sebelum itu Valerie menemukanku, dia memberikanku pilihan untuk bertahan dan membalaskan dendam keluargaku. Aku mengambil pilihan itu. Dan selanjutnya selama masa-masa awal hidupku sebagai vampire, aku terlibat berbagai pertempuran untuk mengalahkan Nazi, aku membalaskan dendamku sampai aku sadar aku tidak bisa mengembalikan apapun karena melakukan pembalasan itu." Alexander berhenti dia menghela napas panjang. Lalu memandangku, aku mengelus tangannya dan aku memberikan tanganku untuk memegang wajah sedihnya. Jadi kejadian trauma itu yang menyebabkannya tak pernah lagi menemukan seseorang untuk dicintainya? Apa dia takut menghadapi kematian orang terdekatnya sekali lagi.
"Jadi kumohon padamu, jangan pergi dariku seperti kemarin. Aku tahu kau gadis yang kuat, tapi membahayakan diri seperti itu bukan tindakan yang benar, kau mengerti! Kau dibawah tanggung jawabku , aku tak bisa menanggung rasa bersalah jika sesuatu terjadi padamu dan aku tak bisa melakukan apa-apa. Kau mengerti Alexa!" Alexander mengatakannya dengan bersungguh-sungguh. Aku mengangguk mengerti, ia merengkuh dan membawaku kedalam pelukannya.
"Maaf aku sudah membuatmu khawatir." Aku membalas memeluknya. Entahlah aku merasa mungkin dia menyayangiku sedikit banyak, walaupun Alexander tak pernah mengatakan apapun, mungkin karena kami sekarang baru dekat, tapi dia bersikap baik dan perduli seperti ini mungkin sudah cukup bagiku. Kami berdiam diri cukup lama sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
"Jadi sekarang kita berdamai... " Alexander tersenyum merayu.
"Aku belum memaafkanmu. Kau sangat keterlaluan melakukan itu saat pengumuman pertunangan kita." aku melepas pelukanku dan melipat tanganku didepan dadaku.
"Itu karena aku tak bisa menahan diriku saat memelukmu. Kau membuatku tak bisa menahan diriku dan harus melampiaskannya ke wanita lain, kau gadis perawanku yang mengairahkan. Kau ingat saat itu kau membuatku harus menahan sesuatu." ia mengecup leherku, membuatku seperti tersengat listrik dan reflek bergerak mendorongnya. Aku langsung beringsut menjauh.
"Kau mulai mesum lagi." Alexander menyeringai saat godaan singkatnya menyebabkan aku bergerak salah tingkah.
"Kau sangat sensitif, bagaimana kalau kau diam saja, dan membiarkan aku melakukan sesuatu pada lehermu yang indah itu." Ia menyeringai senang karena pancingannya berhasil.
"Didalam mimpimu." aku mencibir.
"Hahaha... kau memang gadis perawan yang penakut." Dia tertawa, tapi aku tidak penakut, aku hanya mau melakukan saat aku yakin, bukan hanya menyerah pada dorongan nafsu. Kebanyakan pria tidak mengerti itu, wanita butuh waktu yang tepat. Dia terbiasa bertemu wanita jalang yang selalu melemparkan diri padanya.
"Aku mau keluar sarapan. Aku lapar" aku turun dari ranjang, menghindari aku menjadi korban kejahilannya lebih lanjut.
"Jadikan saja aku sarapanmu Alexa."
"Tidak, dagingmu pasti alot. Kau sudah tua." dengan kata-kata itu aku meninggalkannya sendirian di kamar, sambil menyeringai lebar. Untuk sementara aku berdamai dengannya. Dan aku masih punya dua permintaan tersisa sebelum hari pernikahan kami.
Catatan penulis :
**Gheto : sebuah camp pengasingan yang dibangun disebuah kota untuk mengasingkan dan memisahkan komunitas Yahudi dari komunitas lainnya. Kehidupan camp ini sangat memprihatinkan. Banyak penghuninya meregang nyawa disini. Tidak ada akses kesehatan atau kesejahteraan ditempat ini. Ghetto terbesar bernama Ghetto Warsawa, diwilayah 1,3mil persegi menampung hampir 400.000 orang Yahudi.
Holocaust Nazi : adalah sebuah peristiwa diluar nalar kemanusiaan yaitu pembersihan etnis Yahudi yang dilakukan oleh Nazi Jerman saat menguasai Eropa. Nazi Jerman melakukan itu untuk membuat tanah suci jerman dan jajahannya dihuni hanya oleh orang terpilih dari ras Jerman.
Merengut dua per tiga (sekitar 6 juta) populasi Yahudi Eropa dan etnis etnis lainnya yang dianggap lemah dan merupakan musuh Nazi, pembersihan ini termasuk juga kaum Kristen, orang sakit yang tidak bisa disembuhkan walaupun dia adalah Jerman, homoseksual, musuh musuh politik Nazi, etnis Polandia, Rusian, kaum Rom , Saksi Jehowa dll . Total diperkirakan 17-21 juta kematian diseluruh Eropa terjadi oleh Holocaust Nazi saat Hitler berkuasa dari 1941-1945
Polandia negara asal Alexander yang dekat dengan Jerman juga termasuk salah satu negara yang paling terpengaruh dan menderita oleh Holocaust, hampir 90% atau 3 juta orang populasi Yahudi di negara itu dimusnahkan. Sebagian besar dikirim ke camp dengan kamar gas untuk dibunuh. Demikian juga etnis asli Polandia yang ikut dimusnahkan oleh Nazi, diperkirakan ada 2,5 juta orang yang meninggal saat itu.
Metode pembersihan yang paling terkenal adalah kamar gas, puluhan kamar gas dibangun diseluruh Eropa. Kamp kerja paksa. Kemudian pembunuhan terhadap orang sakit dan orang tua. Kamp konsentrasi kerja paksa, penembakan massal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Mommy Raqila
Ya mo gimana lagi yak. Udah biasa jajan, jadi kepancing dikit udah ngeces /Hey/
2024-02-16
0
bulan ungu
duhh.. alasannyaaa 🤦♀️bikin esmosi..
2023-11-01
1
gian rasyid
sangat mengerikan
2023-10-07
0