Pukul 19.57 WIB
Itu artinya pintu bioskop itu akan terbuka dan konyolnya aku, aku akan melenggang sendirian ke dalamnya. Ardan tidak datang, fix aku dikacangin malam Minggu ini. Tanpa sengaja, tanpa di dramatisasi aku melihat mereka yang masuk berdua dengan pasangannya masing-masing (kejadian ini sebelum pandemi yah). Ada yang gandengan tangan, ada yang sibuk memesan makanan.
Oke, aku pun tidak jadi memesan minum dan cemilan, biar kerongkongan dan mulutku sepi di dalam sana. Di dalam sana pasti dingin. Hik, sedingin hatiku.
20.00 WIB
Pintu terbuka dan aku turut nyelonong masuk. Meski hati dongkol sang Pujaan hati tidak datang, aku putuskan nonton sendiri.
Hawa dingin dan cahaya redup menyambut, seolah ini dunia lain yang baru aku masuki. Aku memang kurang gaul. Jarang ke bioskop, apalagi sama gebetan. Belum pernah. Catet, ini tadinya akan jadi kali pertama aku nonton sama mahluk bernama cowok. Ah, aku lupa terakhir nonton bioskop, mungkin waktu SMP sama Sita dan Siti.
Ku pilih bangku di deretan tengah, dengan harapan, di sini, tidak bakalan sepi. Se-sepi hatiku.
Bangku-bangku mulai penuh dan tidak lama kemudian lampu padam. Tapi satu bangku di samping kiriku tak kunjung ada yang menempati. Tak sengaja aku meraba bangku itu. Terasa ada selembar kertas. Kertas yang basah. Iseng-iseng aku pun mengambilnya. Dan ternyata, itu sebuah tiket. Ukuran dan tingkat ketebalannya sama. Yah, benar saja, itu tiket. Mungkin tiket yang sudah lalu. Tapi kenapa basah.
Film di mulai, film yang aku pilih dan Ardan setuju. film dalam negeri yang katanya lagi buming.
Sejenak aku larut, tapi perasaanku menyatakan ada seseorang di bangku sebelah kiri. Aku pun melirik.
"Astaga! Ardan???" ucap ku tertahan. Hampir aku loncat. Ternyata Ardan sudah ada di situ.
"Hey! ngagetin aja deh," ucapku sambil menepuk bahunya. Tapi Ardan hanya bereaksi seolah ada sesuatu yang jatuh ke bahunya itu. Ardan tidak menatapku(?)
"Ar!" panggilku. Tapi Ardan tidak menanggapi. Ia sibuk mencari sesuatu yang jatuh ke bahunya. Padahal itu sentuhan tanganku. Aku jadi aneh sendiri. Otomatis aku menatap Ardan dengan sengit. Ini tidak lucu. Ardan tanpak pucat. Dia memang putih dan bersih. Tapi di dalam bioskop yang gelap ini dan hanya mengandalkan pantulan cahaya film di layar. Wajah Ardan terlalu putih.
"Ardan! hey! Apa kamu tuli Ardan???" ucapanku dengan penekanan. Sial! Ardan tidak bereaksi. Pikir ku pun jadi ngeri sendiri. Wajah Ardan yang Pucat, pucat pasi itu?
"Apa Ardan Sudah mati dan arwahnya menunaikan janji untuk menemaniku nonton bioskop???" serampangan sekali pikiranku. Ku perhatikan sekeliling, semua orang tidak terganggu dengan kegusaran dan ucapanku barusan yang agak keras.
Sejenak aku linglung dengan sikap Ardan yang dingin dan tidak menganggap keberadaanku. Ku perhatikan sekeliling.
Astaga, Semua orang berwajah pucat seperti Ardan(?)
"Apa aku sebenarnya berada di dalam kuburan dan ini kumpulan arwah???" hatiku mendadak cuit dan ngeri. Tidak ada pilihan lain, aku sentuh Ardan. Tapi tidak mengena. Mesti Ardan sedikit terpengaruh. Tapi tidak mengena, aku seperti hendak menangkap asap. Pecah sudah tangisku. Berderai sudah airmata ini. Ardan sudah mati dan sekarang aku berada di dalam ruangan dengan sekumpulan Arwah.
"Aduh," lututku lemas, perutku terasa keram dan keringat dingin keluar dari sekujur tubuhku. "Tidak, tidak mungkin, aku sedang bermimpi? Aku sedang bermimpi!!!" Aku berdiri dan memaksakan diri untuk menjauh dan segera keluar dari tempat ini.
Bersyukur aku masih sanggup berjalan dengan tubuh gemetar dan hati kalap. "Ardan sudah mati!" yakinku dalam hati.
Pintu sudah dekat dan bersyukur, pintu tidak terkunci. Aku segera keluar dan mengamati sekitar.
Ini tetap lobby bioskop, jejeran kantin itu, jejeran loket tiket itu. Ini tetap bioskop bukan area pekuburan.
Aku coba santai dan berpikir jernih.
Di mulai pagi tadi, Sabtu pagi. Ardan mencegatku di gerbang sekolah dan memberikan tiket ini. Aku pun ingat, tiket itu aku genggam sekarang. Dua sama tiket yang aku ambil dari bangku kosong itu. Ku perhatikan, "Astaga! ternyata itu tiket punya Ardan. No serinya berurutan. Tiket ku basah, basah kenapa?." Jantungku kembali berdegup kencang. Tapi aku coba tetap tenang dan berpikir keras.
"Kita ketemu di bioskop aja yah, pulangnya baru aku Anter pulang," ucap Ardan sepulang sekolah. Kami pun berpisah di parkiran. Ia mengendarai sepeda motor bebek kesayangannya. Meski kami resmi menjalin hubungan, tapi kami tak lebay dengan mengeksposnya di mata umum dengan pulang pergi satu kendaraan apa lagi upload kemesraan di medsos (enggak banget) Kami santuy dan cukup kami yang tahu hubungan kami.
Rumah Ardan memang melewati pusat keramaian di mana bioskop itu berada. Aku pun gak mau ijin pacaran dan mengenalkan Ardan yang datang menjemput. Seperti, ini lho Bu calon menantunya mau ngajak nonton bioskop. Aduh gak banget, aku baru kelas dua SMA.
Sore tadi aku ingat, Selesai dandan dan berbohong pada ibu, aku melenggang naik angkot. Maafkan aku Ibu, aku bilangnya mau main ke rumah Debi.
Aku mengingat-ingat sambil melangkah keluar area lobby bioskop ini.
Di dalam angkot kemudian aku ingat, aku lupa membawa handphone. Mungkin ini balasan karena udah bohong sama Ibu. "Maafkan aku kali ini Ibu."
Ada kerumunan di luar sana. Membuyarkan konsentrasiku yang sedang mengingat-ingat. Di balik tirai hujan. Aku jadi penasaran, tapi takut basah kuyup. Seorang satpam datang dan membawa kabar pada temannya yang juga seorang satpam yang dari tadi tampak menunggu di hadapanku.
"Anak cewek, ABG, tabrak lari," ucapnya jelas. Jarak kami hanya 1 meter. Aku kembali memperhatikan kerumunan di sebrang jalan itu. Selang beberapa saat, kedua satpam itu kembali dan membantu beberapa orang yang peduli menggotong tubuh lunglai itu. Ternyata benar, ia seorang gadis. tubuhnya kurus seperti aku. Kasian sekali. Tapi(?)
Tampak sebuah Tas berwarna putih terjatuh, mirip punyaku, "Astaga, jam tangan putih itu? juga mirip dengan yang aku kenakan. Aku pun menerjang hujan dan berhasil melongok tubuh dan wajah itu. Wajah yang kaku itu? itu aku!!!"
***
20.02 WIB
Ardan keluar dari toilet bioskop dan celingukan ke arah pintu masuk lobby. Iya buka handphone dan mendengus kecewa. Ia pun masuk ke pintu bioskop yang mulai terbuka.