Malam belum terlalu larut, Hujan diluar masih setia dengan rintikan nya.
Ghea menarik napas pelan, merasakan hawa lembap dari jendela kamarnya yang terbuka lebar. Disebelahnya segelas kopi susu masih mengeluarkan uapnya.
Ia meraih buku kecil bersampul coklat muda. Buku diary yang selalu jadi tempatnya pulang ketika hati terasa berat dan penuh.
Ghea menggerakkan penanya, ada keraguan sebentar, sebelum akhirnya menari pelan di atas kertas.
"Dear, diary..."
Hari ini aku kembali kepikiran Bagus.
Entah kenapa, setiap kali hujan turun, pikiran ku selalu kembali padanya.
Aku ingat sekali, nasehat Bagus buat ku pertama kali, supaya aku jadi perempuan yang tidak gampang sakit. Kalau perempuan gampang sakit, ntar nggak ada pria yang mau. Guyonan nya saat itu. Bukan cuma itu, katanya Bagus kalo perempuan sering sakit-sakitan, kasihan pasangannya. Jadi jaga kesehatan baik-baik.
Nasehat Bagus terus aku ingat, dari mulai saat itu, aku mulai menjaga kesehatan ku, mengatur pola makan dan tidur ku.
Perempuan mana sih yang nggak mau punya pasangan?
Bagus...
Sahabat pria terbaik ku... biarpun hanya di virtual dan belum saling bertemu, tapi... ia seperti tahu cara masuk ke ruang-ruang kecil didalam kepala ku.
Aku juga ingat, gimana dia menegurku karena sering memaksakan diri jadi "baik" kesemua orang.
Katanya, "Ghea, kamu bukan superhero. Nyenengin semua orang itu bukan kewajiban kamu."
Saat itu aku cuma terdiam, tertawa pelan. Aku pikir dia cuma asal ngomong.
Tapi semakin lama, semakin aku sadar. Dia benar! Aku terlalu sering jadi "people pleaser" dan Baguslah orang pertama yang benar-benar membuat ku melihat itu, bukan cuma mendengarnya.
Dia juga yang mengenalkanku pada hal yang sebelumnya nggak pernah aku ketahui. Tantang cowok dengan sifat NPD.
Tentang bagaimana seseorang bisa memanipulasi tanpa kita sadari.
Tentang bagaimana aku harus bisa mengenali tanda-tanda nya dan menjaga diri.
Aku yang kurang pergaulan alias kurang main jauh ini, belajar banyak hal positif dari Bagus.
Dia begitu dewasa, berwawasan luas dan smart.
Mengingat Bagus perasaan ku, campur aduk... Kadang aku tersenyum, kadang aku tetiba menangis karena teringat nya.
Dia punya tempat sendiri di lubuk hati ku yang terdalam.
Bersama Bagus, aku menjadi diriku sendiri.
Bagus yang tak banyak bicara untuk hal-hal yang nggak penting.
Bagus yang selalu memberikan pendapat, dengan logikanya.
Bagus yang lebih memilih diam dan pergi, memberikan waktu seandainya kita berdebat, karena dia nggak mau ada kata-kata yang salah dan menyakiti.
Adakalanya, ucapan dia itu terkesan kasar, menyakitkan, tapi... aku tak pernah sakit hati. Kenapa? karena yang dia ucapkan adalah kebenaran.
Bagus dengan pengertian nya…
Bagus dengan perhatian nya…
Aku sering bertanya-tanya adakah pria seperti Bagus, didunia ini?
Seandainya ada, tunjukkan padaku, biar aku yang mendatanginya!
Bagus yang namanya selalu aku selipkan di setiap doa ku, untuk kebaikan nya, tanpa dia minta,
Sapaan yang setiap hari aku layangkan, semata-mata untuk memberitahukan kalau aku ada, begitu juga Bagus.
Bagus, nggak ada lagi kata-kata yang bisa aku ucapkan, selain aku berdoa semoga Allah selalu menjaga kamu, dan kamu selalu dalam kebaikan.
Aku bersyukur bisa mengenal dan dikenal kamu, Gus...
Aku bangga sama kamu, Gus!
Teruslah jadi Bagus seperti yang aku kenal ya, Gus!
Kamu ingat nggak ucapan, "Menjadi orang baik itu nggak mudah, tapi seenggaknya nggak jahat sama orang itu udah cukup."
Itu ucapan dari kamu loh, Gus! Dan aku terus mengingat itu.
Gus, Terimakasih ya, selama ini terus ada buatku, terima kasih sudah membantu ku, berubah jadi perempuan yang lebih baik lagi.
Mungkin... kalau kamu baca ini, kamu bakal ketawa, Gus!
-------
Ghea menutup diary itu perlahan, seolah ia baru saja meletakkan beban yang lama menekan dadanya.
Ia menatap hujan, tersenyum kecil, lalu meraih gelas kopi susunya yang sudah dingin.
Meski gelap diluar, entah kenapa hati Ghea terasa sedikit lebih hangat.
S E L E S A I 🤍