Andi mengerjap. Kepalanya berdenyut nyeri, seperti ada ribuan jarum menusuk-nusuk. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi otaknya terasa kosong. Pandangannya kabur, dan bau obat-obatan menusuk hidung.
"Di mana aku?" gumamnya pelan.
"Kamu di rumah sakit," jawab sebuah suara dingin.
Andi menoleh. Seorang wanita cantik berdiri di dekat jendela, membelakanginya. Rambutnya panjang, hitam legam, dan terurai indah. Andi merasa familiar dengan suara itu, tetapi ia tidak bisa mengingat namanya.
"Siapa kamu?" tanyanya.
Wanita itu berbalik. Tatapannya datar, tanpa ekspresi. "Aku Nina, istrimu."
Istri? Andi terkejut. Ia sama sekali tidak ingat pernah menikah. "Aku... aku tidak ingat apa-apa," lirihnya.
"Apa yang terjadi?"
"Kamu kecelakaan," jawab Nina singkat. "Sudah tiga minggu kamu koma."
Tiga minggu? Andi mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terasa lemas. Nina tidak membantunya, hanya berdiri diam sambil menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Aku akan panggilkan dokter," ujarnya tanpa emosi, lalu berbalik dan keluar dari kamar.
Andi menghela napas. Ia merasa sangat bingung dan sendirian. Nina memang cantik, tetapi sikapnya sangat dingin. Apakah ini benar istrinya?
~~🌷~~
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Andi akhirnya diperbolehkan pulang. Nina mengantarnya dalam diam. Di dalam mobil, Andi mencoba membuka percakapan.
"Terima kasih sudah menjagaku," ucapnya.
Nina hanya mengangguk tanpa menoleh.
"Bagaimana pekerjaanku?" tanya Andi lagi. "Apa aku sudah lama tidak masuk?"
"Kamu tidak perlu memikirkan pekerjaan sekarang," jawab Nina dingin. "Fokus saja pada pemulihanmu."
Andi terdiam. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Nina darinya. Sesampainya di rumah, Andi langsung menuju kamar tidur. Ia merasa asing dengan tempat itu. Kamar itu besar dan mewah, tetapi tidak ada sentuhan pribadi yang membuatnya terasa seperti rumah.
Saat Nina sedang menyiapkan teh di dapur, Andi membuka laci meja di samping tempat tidur. Ia mencari sesuatu yang bisa membantunya mengingat masa lalunya. Di laci paling bawah, ia menemukan sebuah amplop cokelat yang sudah usang. Dengan ragu, ia membukanya.
Jantung Andi berdegup kencang saat membaca isi surat itu. Itu adalah surat cerai. Dan namanya tertera di sana sebagai penggugat.
"Apa... apa ini?" gumamnya tak percaya.
Nina masuk ke kamar sambil membawa dua cangkir teh. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan nada datar.
Andi mengangkat surat cerai itu. "Kenapa ada surat ini di sini? Kenapa aku ingin menceraikanmu?"
Nina terdiam. Ia meletakkan cangkir teh di atas meja dengan kasar. "Itu... itu urusan kita nanti," jawabnya akhirnya.
"Urusan kita?" Andi mengerutkan kening. "Maksudmu?"
Nina menghela napas panjang. "Sebelum kecelakaan itu, kamu sedang dalam perjalanan ke pengadilan agama untuk mengurus perceraian kita."
Andi terkejut. "Apa?"
"Tapi karena kamu amnesia, pengadilan harus ditunda sampai ingatanmu pulih," lanjut Nina.
"Jadi, untuk sementara, kita masih terikat sebagai suami istri."
Andi terduduk lemas di tepi tempat tidur. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia ingin menceraikan Nina? Mengapa? Apa yang terjadi di antara mereka?
"Aku... aku tidak mengerti," lirihnya. "Kenapa aku ingin menceraikanmu? Apa yang salah?"
Nina menatapnya dengan tatapan kosong. "Itu karena..." Ia berhenti, ragu untuk melanjutkan. "Itu karena kita sudah tidak saling mencintai lagi."
Andi menatap Nina, mencoba mencari kebohongan di matanya. Tetapi yang ia lihat hanyalah kesedihan yang mendalam.
Meskipun Nina bersikap dingin padanya, Andi mulai merasakan sesuatu yang aneh. Ia merasa tertarik padanya, ingin melindunginya. Ia tidak mengerti mengapa ia dulu ingin menceraikan wanita ini.
"Aku tidak ingin bercerai," ucap Andi tiba-tiba.
Nina menatapnya dengan terkejut. "Apa?"
"Aku tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu," lanjut Andi. "Tapi sekarang, aku tidak ingin kehilanganmu. Aku ingin kita mencoba lagi."
Nina terdiam. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Kamu tidak tahu apa yang kamu katakan," bisiknya. "Kamu tidak ingat apa pun."
"Aku mungkin tidak ingat apa pun," balas Andi. "Tapi aku tahu satu hal. Aku tidak ingin bercerai darimu."
Andi meraih tangan Nina dan menggenggamnya erat. Nina tidak menolak, tetapi ia juga tidak membalas genggaman itu. Ia hanya menatap Andi dengan tatapan yang penuh keraguan dan harapan.
Andi bingung. Apa yang membuatnya dulu ingin menceraikan Nina? Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Ia bertekad untuk mencari tahu dan mendapatkan kembali cinta wanita yang sekarang berstatus sebagai istrinya itu. Walaupun Nina bersikap dingin padanya, Andi akan berusaha sekuat tenaga untuk meluluhkan hatinya.
~~🌷~~
Beberapa hari kemudian, Andi mulai kembali bekerja. Ia merasa canggung dan tidak nyaman karena ingatannya masih belum pulih sepenuhnya. Untungnya, teman-temannya di kantor sangat pengertian dan membantunya untuk beradaptasi kembali.
Saat jam makan siang, Andi bertemu dengan Budi, teman kerjanya yang paling dekat. Mereka sudah saling mengenal sejak lama dan sering berbagi cerita tentang kehidupan pribadi masing-masing.
"Hei, Bro! Gimana kabarmu?" sapa Budi sambil menepuk pundak Andi. "Senang bisa lihat kamu balik lagi ke kantor."
"Lumayan," jawab Andi. "Masih agak linglung, tapi sudah mulai membaik."
"Wajar, sih. Kecelakaanmu parah banget," timpal Budi. "Ngomong-ngomong, gimana hubunganmu sama Nina?"
Andi terdiam sejenak. "Kau tahu masalahku?," ujarnya.
"Aku sama sekali nggak ingat apa-apa tentang masa laluku, termasuk tentang pernikahanku sama Nina."
Budi mengerutkan kening. "Aku juga kurang tahu banyak. Tapi, kalian berdua emang sering banget berantem, sih."
"Berantem?" Andi terkejut. "Kenapa?"
Budi mengangkat bahunya. "Nggak tahu, deh. Kau nggak pernah cerita detailnya. Tapi yang jelas, setiap kali kalian berdua ketemu di acara kantor, suasananya pasti jadi tegang banget."
Andi menghela napas. "Pantesan aja Nina dingin banget sama aku. Ternyata, dulu aku sering bikin dia sakit hati."
"Ya, begitulah," kata Budi. "Tapi, sekarang kan kamu udah amnesia. Anggap aja ini kesempatan buat memperbaiki semuanya."
"Itu juga yang aku pikirin," balas Andi. "Aku nggak mau nyerah gitu aja. Aku bakal berusaha buat dapetin cinta Nina lagi."
Budi tersenyum. "Nah, gitu dong! Semangat, Bro! Aku dukung kamu sepenuhnya."
Setelah itu, Andi semakin bertekad untuk mendapatkan kembali cinta Nina. Ia mulai melakukan hal-hal kecil untuk menyenangkan hati istrinya, seperti membelikannya bunga, memasak makanan kesukaannya, dan mengajaknya jalan-jalan.
Meskipun Nina masih bersikap dingin dan menjaga jarak, Andi tidak menyerah. Ia percaya bahwa dengan ketulusan dan kesabaran, ia bisa meluluhkan hati Nina dan menghentikan perceraian ini.
Suatu malam, Andi mengajak Nina berkencan di sebuah restoran romantis di pusat kota. Awalnya, Nina menolak, tetapi Andi berhasil membujuknya dengan mengatakan bahwa ia ingin mengenal Nina lebih dekat agar ingatannya cepat kembali.
Selama makan malam, Andi berusaha untuk bersikap manis dan perhatian. Ia menanyakan tentang kesukaan Nina, pekerjaannya, dan hal-hal lain yang bisa membuatnya lebih mengenal istrinya.
Nina tampak sedikit lebih terbuka dan mulai tersenyum sesekali. Andi merasa senang karena usahanya mulai membuahkan hasil.
Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Saat mereka sedang berjalan-jalan di taman setelah makan malam, mereka bertemu dengan seorang wanita cantik yang tampak familiar bagi Andi.
"Andi?" sapa wanita itu dengan nada terkejut.
Andi mengerutkan kening, mencoba mengingat siapa wanita itu. "Maaf, aku... aku tidak ingat siapa kamu," jawabnya.
Wanita itu tersenyum sinis. "Masa sih? Padahal, kita dulu sangat dekat, lho." Ia lalu menoleh ke arah Nina. "Hai, Nina. Apa kabar?"
Nina hanya menatap wanita itu dengan tatapan dingin. "Layla," sapanya singkat.
Layla? Andi mencoba mengingat-ingat. Siapa wanita ini? Mengapa ia merasa begitu familiar dengannya?
Tiba-tiba, sebuah kilatan memori muncul di benaknya. Ia melihat dirinya sedang berciuman dengan Layla di sebuah apartemen. Ia melihat dirinya memberikan hadiah-hadiah mewah kepada Layla. Ia bahkan terang-terangan bermesraan di depan Nina.
Andi terkejut. Jadi, Layla adalah...
"Dia selingkuhanmu," bisik Nina dengan nada bergetar.
Andi menatap Nina dengan rasa bersalah. Ia tidak menyangka bahwa ia pernah berselingkuh dari istrinya. Ia merasa sangat malu dan menyesal.
"Nina, aku..." Andi mencoba menjelaskan, tetapi Nina sudah tidak ingin mendengarkannya.
Nina berbalik dan berlari menjauh dari mereka. Air mata membasahi pipinya. Ia sudah lama tahu tentang perselingkuhan Andi. Tetapi rasanya sangat sakit jika harus melihatnya lagi.
Andi merasa panik. Ia harus mengejar Nina dan menjelaskan semuanya. Ia tidak ingin kehilangan wanita itu lagi.
"Layla, maaf, aku harus pergi," ucap Andi, lalu berlari mengejar Nina.
Layla hanya bisa menatap kepergian Andi dengan tatapan kesal. Ia tidak menyangka bahwa Andi akan meninggalkannya demi istrinya itu.
Nina terus berlari, air mata bercampur dengan air hujan yang semakin deras. Hatinya hancur berkeping-keping. Bayangan masa lalu kembali menghantuinya, membuatnya semakin terpuruk dalam kesedihan.
Andi terus mengejar Nina, berusaha menembus derasnya hujan. Ia berteriak memanggil nama Nina, namun suaranya tenggelam dalam gemuruh petir. Pandangannya semakin kabur karena air hujan yang terus membasahi wajahnya.
Tiba-tiba, sebuah mobil melaju kencang dari arah berlawanan. Andi tidak melihatnya karena pandangannya yang sudah sangat terbatas.
BRAK!
Andi terpental jauh ke tepi jalan. Tubuhnya tergeletak tak berdaya di bawah derasnya hujan.
Nina yang mendengar suara benturan keras itu langsung berhenti berlari. Ia berbalik dan melihat Andi tergeletak di jalan. Tanpa pikir panjang, ia berlari menghampiri Andi.
"Andi! Andi!" teriak Nina histeris sambil memeluk tubuh Andi yang berlumuran darah.
Andi tidak sadarkan diri. Nina menangis, menyesali apa yang telah terjadi. Ia merasa bersalah karena telah membuat Andi celaka.
~~🌷~~
Saat Andi membuka mata, ia sudah berada di rumah sakit. Kepalanya terasa berat dan tubuhnya terasa sakit semua. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini.
Ingatannya kembali.
Ia ingat semuanya. Ia ingat pernikahannya dengan Nina, pertengkaran mereka, perselingkuhannya dengan Layla, dan alasan mengapa ia ingin menceraikan Nina.
Alasan itu adalah karena Nina keguguran anak mereka yang sudah 4 tahun mereka nanti-nantikan.
Andi ingat betapa hancurnya ia saat mengetahui bahwa Nina keguguran. Ia menyalahkan Nina karena tidak bisa menjaga kandungannya dengan baik. Ia marah, kecewa, dan merasa kehilangan yang mendalam.
Namun, sekarang Andi menyadari bahwa itu bukan salah Nina sepenuhnya. Ia juga bersalah karena terlalu fokus pada pekerjaannya dan tidak punya waktu untuk Nina. Ia terlalu sibuk mengejar karir hingga melupakan bahwa Nina juga membutuhkan perhatian dan kasih sayangnya.
Andi menyesali semua perbuatannya. Ia ingin meminta maaf kepada Nina dan memperbaiki semuanya.
Saat Nina masuk ke kamar, Andi memilih berpura-pura masih amnesia. Ia tidak ingin Nina tahu bahwa ingatannya sudah kembali. Ia takut jika Nina tahu, Nina akan kembali mengajaknya bercerai.
"Andi, kamu sudah sadar?" tanya Nina dengan nada khawatir.
Andi mengangguk pelan. "Aku... aku di mana?" tanyanya dengan suara lemah.
"Kamu di rumah sakit," jawab Nina. "Kamu kecelakaan."
"Kecelakaan?" Andi mengerutkan kening. "Aku tidak ingat apa-apa."
Nina menghela napas. "Tidak apa-apa. Yang penting, kamu sudah sadar."
Andi menatap Nina dengan tatapan penuh harap. "Nina, aku..."
"Sudah, kamu istirahat saja dulu," potong Nina. "Aku akan panggilkan dokter."
Nina berbalik dan keluar dari kamar. Andi menatap kepergian Nina dengan perasaan yang campur aduk. Ia ingin mengatakan yang sebenarnya kepada Nina, tetapi ia takut. Ia takut jika Nina akan meninggalkannya.
Andi memutuskan untuk tetap berpura-pura amnesia. Ia akan berusaha mendapatkan kembali cinta Nina dengan cara yang berbeda. Ia akan membuktikan kepada Nina bahwa ia sudah berubah dan pantas untuk dicintai kembali.
~~🌷~~
Setelah beberapa minggu menjalani perawatan di rumah sakit, kondisi Andi semakin membaik. Ia sudah bisa berjalan dan beraktivitas seperti biasa. Dokter pun mengizinkannya untuk kembali bekerja.
Saat kembali masuk kantor, Andi merasa sedikit canggung. Ia takut bertemu dengan Layla dan harus menghadapi godaannya lagi. Namun, ia bertekad untuk tidak tergoda dan tetap setia kepada Nina.
Benar saja, saat jam makan siang, Layla menghampirinya di kantin. Ia tersenyum menggoda dan mencoba merayu Andi.
"Hai, Andi. Apa kabar?" sapa Layla dengan nada manja. "Aku senang kamu sudah kembali bekerja."
Andi menatap Layla dengan tatapan dingin. "Aku baik-baik saja," jawabnya singkat.
"Kamu kok jadi dingin gitu sih sama aku?" tanya Layla dengan nada kecewa. "Dulu kan kita deket banget."
"Dulu itu dulu," balas Andi tegas. "Sekarang aku sudah punya istri. Aku tidak ingin menyakiti hatinya lagi."
Layla terkejut mendengar jawaban Andi. Ia tidak menyangka bahwa Andi akan berubah begitu drastis.
"Kamu serius?" tanya Layla dengan nada tidak percaya. "Kamu benar-benar sudah melupakan aku?"
"Ya," jawab Andi mantap. "Aku sudah melupakanmu. Sekarang, yang ada di hatiku hanya Nina."
"Cih, tunggu sampai ingatanmu kembali. Kamu pasti juga akan kembali padaku!"
"Tidak akan,"
Layla terdiam. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Akhirnya, ia berbalik dan pergi meninggalkan Andi dengan perasaan kesal dan kecewa.
Setelah kejadian itu, Andi semakin berusaha untuk mendapatkan kembali cinta Nina. Ia mulai bersikap manis dan perhatian kepada istrinya. Setiap pulang kerja, ia selalu membawakan hadiah untuk Nina, seperti bunga, cokelat, atau perhiasan. Ia juga sering mengajak Nina makan malam di restoran romantis atau menonton film di bioskop.
Nina tampak senang dengan perubahan sikap Andi. Ia mulai tersenyum lebih sering dan tidak lagi bersikap dingin seperti dulu. Namun, di balik senyumnya, Andi bisa melihat keraguan dan ketakutan.
Suatu malam, saat mereka sedang berbaring di tempat tidur, Nina bertanya kepada Andi dengan nada lirih, "Kapan ingatanmu akan kembali?"
Andi terdiam sejenak. Ia tahu bahwa Nina takut jika ingatannya kembali, ia akan kembali menjadi Andi yang dulu, yang tidak mencintainya dan bahkan ingin menceraikannya.
"Aku takut..." lanjut Nina dengan suara bergetar. "Aku takut perasaan yang dulu kembali lagi."
Andi meraih tangan Nina dan menggenggamnya erat. "Biarkan perasaan itu kembali," ucapnya dengan lembut. "Kalaupun ingatanku kembali, aku tetap tidak ingin bercerai denganmu."
Nina terkejut mendengar ucapan Andi. Ia menatap Andi dengan tatapan tidak percaya.
"Kamu serius?" tanya Nina dengan nada bergetar.
"Ya," jawab Andi mantap. "Aku serius. Aku mencintaimu, Nina. Aku tidak ingin kehilanganmu."
Nina tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia menangis terharu mendengar pengakuan Andi. Ia merasa bahagia dan lega seperti kembali melihat Andi yang dulu, Andi yang pernah mencintainya.
Malam itu, dengan sadar dan penuh cinta, Andi dan Nina melalui malam mereka sebagai suami istri secara resmi. Mereka saling mencintai, saling memaafkan, dan saling berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan di masa lalu. Mereka bertekad untuk membangun kembali rumah tangga mereka yang sempat hancur dan menciptakan kebahagiaan yang abadi.
Namun kebahagiaan yang dirasakan Nina tidak sepenuhnya sempurna. Di lubuk hatinya, masih tersisa keraguan dan kekhawatiran. Ia masih dilema, apakah Andi mencintainya seperti Andi di masa lalu, sebelum masalah itu terjadi? Atau apakah cinta Andi hanya karena ingatannya yang baru, yang belum terkontaminasi oleh kebencian dan kekecewaan?
Nina juga takut jika suatu saat nanti ingatan Andi kembali sepenuhnya, apakah Andi akan kembali membencinya dan ingin menceraikannya? Ketakutan itu terus menghantuinya, membuatnya sulit untuk benar-benar percaya pada cinta Andi.
Padahal, tanpa sepengetahuan Nina, Andi sebenarnya sudah mendapatkan kembali ingatannya sejak kecelakaan terakhir. Ia sengaja menyembunyikan hal itu karena ia ingin membuktikan kepada Nina bahwa cintanya tulus dan tidak akan berubah meskipun ingatannya sudah kembali.
~~🌷~~
Suatu hari, saat Andi dan Nina sedang bercengkrama ria di ruang keluarga, tiba-tiba seseorang datang ke rumah mereka.
Nina terkejut melihat Layla yang menunggu di balik pintu. Ia merasa hatinya kembali hancur berkeping-keping. Ia merasa masa lalu berusaha kembali merusak kebahagiaannya.
"Andi, aku ingin bicara denganmu," ucap Layla dengan nada sinis.
Nina merasa tidak nyaman dan ingin pergi dari sana. Namun, sebelum ia sempat melangkah, Andi menahannya.
"Nina, tunggu," ucap Andi sambil menggenggam tangan Nina erat. Ia lalu menatap Layla dengan tatapan tegas.
"Layla, aku sudah bilang kepadamu bahwa aku tidak ingin berhubungan lagi denganmu. Aku mencintai Nina dan dia adalah istriku satu-satunya."
Layla tertawa sinis. "Kamu yakin? Dulu kamu bilang mencintaiku juga."
"Dulu aku memang bodoh," balas Andi. "Aku sudah memberikan cinta palsu kepadamu. Maafkan aku."
"Tapi aku benar-benar mencintaimu, Andi," ucap Layla dengan nada memelas.
"Itu bukan urusanku," balas Andi dingin. "Sekarang, pergilah dari sini. Jangan pernah mengganggu kami lagi."
"Jadi kau hanya mempermainkan perasaanku?!" nada bicara Layla meninggi.
"Layla, dulu aku melakukan kesalahan dengan menjadikanmu sebagai pelampiasanku. Sekali lagi maafkan aku dan silahkan pergi dari sini."
Layla menatap Andi dan Nina dengan tatapan penuh kebencian. Ia lalu berbalik dan pergi meninggalkan rumah mereka dengan perasaan kesal dan marah.
Setelah Layla pergi, Nina menatap Andi dengan tatapan bimbang. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa senang karena Andi telah memilihnya, tetapi ia juga merasa semakin bingung dengan perasaannya sendiri.
Andi mendekati Nina dan memeluknya erat. "Aku mencintaimu, Nina," bisiknya di telinga Nina. "Percayalah padaku."
Nina membalas pelukan Andi. Ia ingin percaya pada Andi, tetapi ia masih ragu. Ia takut jika kebahagiaan ini hanya sementara dan akan segera berakhir.
Di taman belakang rumah, Nina menatap surat cerai yang terus diundur itu. Ia merasa bimbang, apakah ia harus membatalkan perceraian ini?
"Apakah aku harus memberikan kesempatan kedua kepadamu?"
~~🌷~~
Esok harinya, Nina terbangun dan mendapati Andi tidak ada di sampingnya. Ia mengerutkan kening. Jam dinding menunjukkan pukul 05.00 pagi.
"Tumben sekali dia bangun sepagi ini," gumam Nina dalam hati. Biasanya, Andi adalah orang yang paling susah dibangunkan di pagi hari.
Dengan rasa penasaran yang mengusik, Nina bangkit dari tempat tidur dan mencari Andi di seluruh rumah. Namun, suaminya itu seolah lenyap ditelan bumi.
Karena tidak menemukan Andi di dalam rumah, Nina memutuskan untuk keluar dan mencari suaminya di sekitar lingkungan rumah mereka. Ia menyusuri jalan setapak, berharap menemukan jejak Andi.
Tidak lama kemudian, Nina melihat sosok Andi berjalan menjauh menuju ke arah yang dikenalnya.
"Dia mau ke mana sepagi ini?" pikir Nina sambil bersembunyi di balik pagar rumah tetangga. Tanpa ragu, Nina mulai mengikuti Andi dari kejauhan, berusaha untuk tidak ketahuan.
Setelah berjalan cukup jauh, Andi akhirnya berhenti di sebuah tempat pemakaman di wilayah tempat tinggal mereka. Jantung Nina berdegup kencang.
"Kenapa dia pergi ke pemakaman?" gumam Nina dengan nada bingung.
Nina terus mengikuti Andi hingga ia berhenti di sebuah makam yang tampak sederhana. Makam seseorang yang juga ia kenal.
Air matanya mulai menggenang di pelupuk mata. Makam itu bertuliskan "Arka Putra Pratama". Arka adalah calon anak mereka yang telah meninggal dunia karena keguguran setahun lalu.
Nina terkejut. Bagaimana bisa Andi tahu tentang Arka? Bukankah selama ini Andi mengaku amnesia? Mengapa ia tiba-tiba pergi ke makam Arka?
"Jadi, selama ini kamu membohongiku?" tanya Nina dengan nada marah yang tertahan.
Andi tersentak kaget mendengar suara Nina. Ia berbalik dan menatap Nina dengan tatapan bersalah. "Nina, aku bisa jelaskan," ucap Andi dengan nada memelas.
"Jelaskan apa?" bentak Nina. "Jelaskan mengapa kamu berbohong padaku? Jelaskan mengapa kamu pergi ke makam anak kita yang bahkan tidak kamu ingat?"
"Aku ingat semuanya, Nina," jawab Andi. "Aku ingat tentang Arka. Aku ingat tentang semua kesalahan yang telah aku lakukan padamu."
"Lalu mengapa kamu berbohong padaku?" tanya Nina dengan nada kecewa.
"Aku takut, Nina," jawab Andi. "Aku takut jika kamu tahu bahwa aku sudah ingat semuanya, kamu akan kembali mengajakku bercerai."
"Jadi, karena itu kamu berbohong padaku?" tanya Nina dengan nada sinis.
"Aku melakukan ini karena aku mencintaimu, Nina," jawab Andi. "Aku ingin mendapatkan kembali cintamu. Aku ingin memperbaiki semua kesalahan yang telah aku lakukan."
Nina terdiam. Air matanya semakin deras membasahi pipi. Ia merasa marah, kecewa, dan sedih. Ia tidak tahu harus berkata apa.
Tiba-tiba, hujan mulai turun dengan deras. Seolah alam pun ikut merasakan kesedihan dan kekecewaan Nina.
Andi berlutut di hadapan Nina dan memohon. "Maafkan aku, Nina," ucap Andi dengan air mata yang juga mulai membasahi pipinya.
"Aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar. Aku mohon, berikan aku kesempatan untuk memperbaikinya."
Nina menatap Andi dengan tatapan kosong.
"Aku butuh waktu, Andi," ucap Nina dengan suara bergetar. "Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya."
Nina berbalik dan ingin berjalan menjauh dari Andi. Ia tidak peduli dengan derasnya hujan yang membasahi tubuhnya. Ia hanya ingin menjauh dari Andi dan mencari ketenangan.
Namun, Andi tidak menyerah. Ia bangkit dari berlutut dan mengejar Nina. Ia meraih tangan Nina dan menariknya ke dalam pelukannya.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Nina," bisik Andi di telinga Nina. "Aku mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu."
Nina menangis di pelukan Andi. Ia merasa lelah, bingung, dan putus asa. Namun, di saat yang bersamaan, ia juga merasakan kehangatan dan kenyamanan di dalam pelukan Andi.
"Aku ingin percaya padamu, Andi," ucap Nina dengan suara lirih. "Tapi aku takut. Aku takut kalau kamu akan kembali menyakitiku."
"Aku janji, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi," balas Andi sambil mengeratkan pelukannya. "Aku akan selalu menjagamu dan mencintaimu dengan sepenuh hatiku."
Nina membalas pelukan Andi. Ia memejamkan mata dan mencoba merasakan ketulusan cinta Andi. Ia tahu bahwa Andi telah melakukan kesalahan besar, namun ia juga tahu bahwa Andi benar-benar menyesal dan ingin berubah.
"Baiklah," ucap Nina akhirnya. "Aku akan memberikanmu kesempatan kedua. Maafkan aku juga."
Andi tersenyum bahagia mendengar ucapan Nina. Ia mencium kening Nina dengan lembut dan berjanji akan selalu menjaga cintanya untuk Nina.
"Iya, aku memaafkanmu."
Di bawah derasnya hujan, Andi dan Nina saling berpelukan dengan erat. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang. Namun, mereka yakin bahwa dengan cinta dan kepercayaan, mereka bisa melewati semuanya bersama.
~~🌷~~
Waktu berlalu, badai kehidupan yang dulu menerpa rumah tangga Andi dan Nina kini telah menjadi kenangan. Mereka berhasil melewati masa-masa sulit itu dengan cinta, kesabaran, dan kepercayaan.
Andi membuktikan janjinya untuk menjadi suami yang lebih baik. Ia selalu berusaha membahagiakan Nina, memberikan perhatian, dan tidak pernah lagi mengulangi kesalahan masa lalu.
Nina pun belajar untuk mempercayai Andi sepenuhnya. Ia menyadari bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, dan Andi telah membuktikan bahwa ia pantas untuk dimaafkan. Cinta mereka semakin hari semakin tumbuh dan menguat, mengalahkan segala keraguan dan ketakutan.
Kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan hadirnya seorang anak perempuan yang cantik dan menggemaskan. Mereka memberinya nama Aruna, yang berarti "matahari terbit". Aruna menjadi pelita dalam rumah tangga mereka, membawa kehangatan dan keceriaan setiap hari.
Andi dan Nina sangat menyayangi Aruna. Mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk putri mereka, baik dari segi materi maupun kasih sayang. Mereka ingin Aruna tumbuh menjadi anak yang cerdas, mandiri, dan berakhlak mulia.
Suatu sore, saat Andi dan Nina sedang duduk di taman sambil mengawasi Aruna bermain, Nina menoleh ke arah Andi dan tersenyum. "Aku bahagia, Mas," ucap Nina dengan tulus.
"Aku tidak pernah menyangka kita bisa sampai sejauh ini."
Andi membalas senyuman Nina dan menggenggam tangannya erat. "Aku juga bahagia, Sayang," ucap Andi.
"Semua ini berkat kamu. Kamu telah memberiku kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya."
"Kita berdua yang berjuang, Mas," balas Nina. "Kita saling mendukung dan saling menguatkan. Tanpa kamu, aku tidak akan bisa melewati semua ini."
Andi mencium kening Nina dengan lembut. "Aku mencintaimu, Nina," bisiknya.
"Aku juga mencintaimu, Andi," balas Nina.
Aruna berlari menghampiri mereka dan memeluk kedua orang tuanya. "Aku juga sayang Mama dan Papa," ucap Aruna dengan riang.
Andi dan Nina tertawa bahagia. Mereka membalas pelukan Aruna dengan penuh kasih sayang. Mereka bersyukur atas semua yang telah mereka miliki. Mereka tahu bahwa hidup tidak selalu mudah, tetapi dengan cinta dan keluarga, mereka bisa menghadapi segala rintangan bersama.
Di bawah langit senja yang indah, keluarga kecil itu menikmati kebahagiaan mereka. Mereka adalah bukti bahwa cinta sejati bisa mengalahkan segalanya, bahkan masa lalu yang kelam sekalipun.
~🌷SELESAI🌷~
"CERPEN INI SAYA BUAT UNTUK EVENT GC RUMAH MENULIS"
"CERPEN GC RUMAH MENULIS"