Udara membawa aroma tanah basah yang pekat, mengendap di setiap sudut halaman kampus. Aku baru saja selesai dari jam praktikum di laboratorium analisis. Dikampus ku jarak antara gedung satu dengan gedung lainnya berjauhan. Saat itu aku mau ke masjid, yang jaraknya sekitar 400 kaki dari laboratorium. Aku berjalan kaki karena belum bisa membawa motor sendiri. Langit gelap diiringi suara gemuruh, padahal baru saja hujan.
Harapan ku hujan tidak turun sebelum aku sampai ke masjid. Tetapi baru saja aku berjalan sejauh dua puluh langkah hujan kembali turun dengan sangat deras dan aku berlari ke sebuah gazebo yang tidak jauh dari tempat ku. Ditengah berteduh aku mengamati sekitar ku, sepih, tidak ada kendaraan yang lewat. Aku sendirian di gazebo itu, hingga ada satu motor yang menepi di depan gazebo. Seorang mahasiswa turun dari motor nya dan masuk ke gazebo. Sebagian bajunya basah karena hujan. Dia menatap ku sebelum akhirnya menyapaku.
“Prodi apa? “ Tanya nya sambil tersenyum kepada ku. Senyumannya terlihat manis dan tatapan matanya teduh. “PMIP kak, “ Jawab ku sopan sambil menatap ke arah sepatu ku yang basah karena ciptakan air hujan.
“Dari mana mau kemana? “ Tanya nya lagi.
“Dari lab tadi mau ke masjid, eh malah hujan jadi neduh dulu, “ Jelas ku.
Dia mengangguk singkat, lalu hening. Gemuruh langit makin rapat, butiran dingin menghantam atap dan tanah yang mulai tergenang. Langit seolah enggan berhenti menumpahkan kelabunya. “ Kalo kaka prodi apa? “ Tanya ku memecahkan keheningan.
“Oo saya teknik, “ Jawabnya. Aku ber oh ria saja tanpa mau melanjutkan obrolan. Aku bukan tipe orang yang pintar mencari topik dan memulai duluan. Hingga hujan sudah reda. Aku berpikir untuk melanjutkan perjalanan sebelum hujan turun lagi.
“Saya deluan ya kak, “ kata ku sebelum lanjut berjalan.
“Eh jalan kaki? “ Tanya nya seperti heran.
“Iya, “ Jawab ku singkat.
“ Bareng aja, saya juga mau jalan nih, “ Kata dia.
Aku terdiam, tidak enak juga kalau menolak. Dia menyalakan mesin motor nya diikuti oleh aku yang duduk dijok belakang. “Kenapa kamu gak bareng temen? “ Tanya nya di tengah perjalanan. “Gak ada kak, “ Jawab ku.
“Gak punya temen? “ Tanya nya lagi.
“Bukan, maksudnya gak ada yang bisa nebengin soalnya di kelas saya yang punya motor cuma sebagian dan sebagian lagi dibonceng, saya gak enak aja kalo bonceng tiga terus sama mereka, “ Jelas ku.
Tidak butuh waktu lama, motor yang kami kendarai tiba di depan masjid.
“ Makasih ya kak, “ Kata ku saat turun dari motor nya.
“Iya sama-sama, kita boleh tukeran WA gak? “ Tanya nya.
“Boleh kak, “ Jawab ku memberikan handphone ku kepada nya.
Dia pun mencatatkan nomor hp nya di hp ku dan menyimpan nya. Aku melihat kontak bertuliskan nama Purnama di sana. “ Kak Purnama ya, saya Alexa, “ Kata ku sambil tersenyum kepadanya.
“Oh Alexa, saya pulang ya. Lain kali kalo kamu ada kelas jauh, terus gak ada temannya telpon saya aja, kalo saya lagi free atau memang lagi sejalan ya bareng aja, “ Katanya sebelum pergi.
“Oh iya kak makasih ya, “ Jawab ku canggung. Entah keajaiban apa tiba-tiba ketemu orang baik plus ganteng lagi.
_______________
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Di suatu sore,aku bertemu lagi dengan nya tanpa sengaja. Bukan di area kampus, tapi di kasir minimarket. Aku dari membeli air mineral sedangkan dia mau top up saldo dana. “Eh Alex, “ Sapanya.
“Hai kak Purna, “ Sapa ku juga.
“Sama siapa kamu? “ Tanya nya.
“Sendiri kak, “ Jawab ku.
“Mau langsung pulang kamu? “ Tanya nya setelah diluar minimarket.
“Engga, aku ini lagi joging, “ Jelas ku.
“Oh yaudah bareng, “ Katanya mengikuti langkah ku.
“Emangnya kakak mau kemana? “ Tanya ku.
“Mau pulang sih sebenernya, tapi karena ketemu kamu ya jadi pengen ikut kamu aja. Boleh kan? “ Tanya nya dengan senyuman khas nya.
“Oo ya boleh, “ Jawab ku membalas senyum nya.
“Rumah kakak di sekitar sini tauk, “ Katanya bercerita.
“Oh disini aku kira kaka ngekos di dekat kampus, “ Kata ku menanggapi nya.
“ Engga saya tinggal di rumah tapi pisah sama rumah orang tua, rumah yang ini ya rumah khusus saya sendiri, “ Jelasnya.
Aku mendengarkan dia bercerita. Dia bercerita mulai hal-hal kecil yang lucu sampai ke hal hal yang serius. Aku setia mendengarkan nya. Aku jadi tahu kehidupan nya. Dia bukan anak broken home seperti aku, keluarga nya lengkap, dan dia anak satu-satunya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, orang tuanya selalu menuntut nya untuk menjadi seperti yang mereka inginkan. Hal itu membuat dia merasa tertekan. Tapi dia tidak pernah membantah orang tuanya.
“ Pernah sih kakak berantem sama Ayah, ya gimana ya kita kan kadang juga punya pilihan sendiri, keputusan sendiri, gak mau kalo di paksa terus, “ Ceritanya.
“Iya sih, tapi se engga nya kakak masih punya orang yang bener-bener peduli dan mengurus kakak, meskipun mereka keras kan bisa diomongin baik-baik, pasti mereka ngertilah, “ Kataku.
“ Setiap orang punya kehidupan masing-masing kak, yang gak sama. Ada kebahagiaan yang berbeda dan ujian yang berbeda. Jadi jangan pernah merasa kakak sendirian yang ngalamin hal kayak gitu. Banyak orang diluar sana yang mungkin lebih tertekan dari kakak, “ Tambah ku. Entah kenapa malah jadi deeptalk.
“iya makasih ya, “ Kata kak Purna.
“Kalo kakak butuh cerita, cerita aja kalo aku gak sibuk, aku siap dengerin nya, “ Kata ku.
“ Iya kamu juga, kalo ada masalah bagi-bagi ke kakak ya jangan disimpan sendiri, berbagi itu kan indah, “ Kata nya dengan senyum hangat yang selalu membuat ku candu melihatnya.
Tak terasa langit semakin sore, Cahaya perlahan memudar, menyisakan warna tembaga di ujung cakrawala. Aku dan dia sampai di pekarangan rumah nya. Kami memandang ke atas, menyaksikan langit memudar dalam diam yang tak membutuhkan kata-kata. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah yang baru saja disiram waktu, menenangkan segala resah yang tak sempat diucap. Langit tak lagi biru, tapi kami masih berdiri di sana, seolah menunggu hari benar-benar selesai sebelum kembali pada kenyataan yang lain.
Aku selalu percaya, setiap orang punya satu bintang yang menjadi petunjuk jalan, setiap orang punya satu bulan yang menjadi sebuah impian, dan setiap orang juga punya satu rumah yang menjadi tempat pulang.