Pagi itu, di SMA Merdeka, koridor sudah ramai oleh gosip terbaru: Prince, si posesif akut yang kadar humornya setinggi tiang bendera, sedang menjalankan 'Misi Pemantauan Harian' terhadap Kaila, si primadona galak yang lidahnya lebih tajam dari silet cukur.
Prince, dengan kaus kaki beda warna (sengaja, biar artsy katanya) dan rambut klimis berlebihan, mengendap-endap di belakang tiang pengumuman, sementara geng gantengnya—Dion (si bijak tapi receh), Axel (si tukang gombal-gagal), Raka (si gamer cuek), Vano (si fashionista narsis), Putra (si food-lover abadi), dan Reno (si kalem yang sekali ngomong pedas)—berdiri agak jauh, bertingkah seperti agen rahasia yang baru lulus TK.
"Oke, Pangeran, target sudah terlihat," bisik Dion lewat walkie-talkie mainan yang mereka beli di pasar malam.
"Ganti! Apakah ada makhluk jantan radius 5 meter dari My Queen Kaila?" jawab Prince, suaranya sedikit mendesak.
"Negatif, Pangeran! Hanya ada Rara dan Zara yang sedang mengipasi Kaila pakai buku paket Fisika," lapor Raka, matanya masih fokus pada layar ponselnya.
Kaila, ditemani dua sahabat setia yang sama-sama kocak—Rara (si ratu drama lebay) dan Zara (si realistis yang sering nyinyir)—baru saja tiba. Kaila tampak kesal, mungkin karena filter Instagram-nya pagi ini kurang memuaskan.
Tiba-tiba, Prince berlari zig-zag menuju Kaila.
"Kaila! Calon Masa Depanku! Emergency!" teriak Prince sambil berlutut dramatis di hadapan Kaila, seolah baru saja menyelamatkan nyawa seratus orang.
Kaila menatapnya, alisnya terangkat hampir menyentuh poni. "Apa? Sepatu butut lo ketuker sama sandal jepit warteg?"
Prince pura-pura terkejut. "Astaga! Bukan itu! Aku hanya ingin memastikan... apakah kamu sudah makan sarapan yang aku titipkan di laci mejamu?"
Rara dan Zara serentak menahan tawa. Mereka tahu, sarapan dari Prince itu selalu aneh. Hari ini, nasi goreng berbentuk hati dengan topping petai yang disusun membentuk inisial 'P♡K'.
Kaila berdecak. "Sudah! Dan tahu enggak? Petainya ngajak berantem di perut! Lo mau gue dihukum guru BP karena bau petai, hah?"
"Itu namanya Aroma Cinta Abadi, Sayang!" Prince berdiri, menangkup wajahnya dramatis. "Itu signature aku! Biar setiap kamu kentut, kamu ingat aku!"
BRUAK! Rara dan Zara langsung tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan Reno yang kalem pun terbatuk menahan tawa.
Kaila menendang pelan kaki Prince (untungnya hanya tendangan ala balet). "Dengar ya, Prince. Gue bukan pacar lo, dan tolong, berhenti ngirim surat cinta yang isinya cuma daftar barang yang enggak boleh gue sentuh!"
Prince langsung merogoh saku, mengeluarkan kertas yang terlipat rapi. "Itu bukan daftar, itu Panduan Keselamatan Hati Prince!" Ia membacakan dengan suara opera:
"Poin 3: Dilarang keras menatap mas-mas tukang siomay lebih dari 3 detik. Aku cemburu dengan gerobaknya!"
"Poin 5: Jika ada cowok yang meminjam pulpen, jawab: 'Pulpen ini sudah bertunangan dengan Prince, silakan pinjam cangkul saja!'"
Zara menyikut Rara. "Dia itu posesif atau stand-up comedian?"
Kaila menyambar kertas itu, merobeknya kecil-kecil, lalu meniupnya seperti confetti. "Nih, confetti perpisahan buat lo!"
Prince memandang serpihan kertasnya dengan mata berkaca-kaca (pura-pura, tentu saja). "Kejam! Hatiku bagai kredit card yang dipotong-potong! Tidak bisa dipakai lagi!"
Dion maju, mencoba menengahi. "Waduh, Pangeran. Kayaknya Miss Galak kita sedang datang bulan, nih. Mundur dulu, yuk!"
Kaila melotot. "Maju lo, Dion! Gue lagi datang bulan atau enggak, bukan urusan lo!"
Prince langsung berbalik ke arah Kaila, memeluk lututnya lagi. "Astaga! Jika My Queen sedang dalam masa sulit, aku siap menjadi bantalan pemanas portable! Atau mau aku belikan 10 kotak cokelat dan kubuatkan kolam rendam dari air hangat suam-suam kuku?"
Kaila menghela napas, gesturnya menunjukkan dia sudah di ambang batas antara marah dan tertawa geli. "Prince, lo itu mirip panci presto! Posesif, berisik, tapi kadang isinya lumayan enak!"
"Nah! Itu artinya ada kemajuan!" seru Prince, bersemangat.
Kaila menggelengkan kepala, senyum tipis akhirnya lolos di bibirnya yang jutek. "Oke. Tapi dengerin baik-baik. Kalau lo berani posesif dengan ngelarang gue main sama... misalnya... tukang parkir ganteng di depan, gue lempar lo ke kolam ikan lele!"
Prince memasang pose ksatria. "Siap! Tapi kalaupun aku dilempar, aku akan berenang gaya kupu-kupu lalu bilang: 'Kaila, aku kembali! Dan aku mencium bau lele yang mengingatkanku pada perjuangan cinta kita yang penuh duri!'"
Mendengar itu, Kaila, Rara, dan Zara meledak tertawa. Geng cowok di belakang pun tak bisa menahan diri, mereka bertepuk tangan sambil rolling eyes melihat kegilaan temannya.
Prince tahu, Kaila tertawa karena dia, dan itu sudah cukup. Meskipun galak, di balik kekejamannya, Kaila adalah penonton terbaik untuk komedi posesifnya.
"Gimana, Kaila?" Prince mengulurkan tangan. "Mau mencoba kencan resmi pertama kita? Aku sudah siapkan baju couple kaus kaki beda warna!"
Kaila menepis tangannya, tapi kali ini dengan senyum yang lebih lebar dari sebelumnya. "Gue cabut. Tapi, jangan pernah posesif ke gue kalau gue lagi ngobrol sama Reno. Dia lebih waras daripada lo!"
Prince langsung melirik Reno dengan tatapan 'awas-kau-ya'. Reno hanya mengangkat bahu, "Gue enggak ngapa-ngapain, Pangeran. Cuma support system!"
Prince berteriak sebelum Kaila menjauh. "Oke! Tapi ingat! Malam ini aku akan video call hanya untuk memastikan kamu tidak tidur sambil memeluk guling yang terlalu hot!"
Kaila berbalik, mengacungkan jempol terbalik sambil tertawa. "Dasar gila!"
Dan Prince, dengan hati penuh kemenangan dan rasa posesif yang tak pernah padam, tahu bahwa setiap ejekan dan tawa galak Kaila adalah kode cinta yang hanya bisa ia terjemahkan.
Jam istirahat tiba. Kantin SMA Merdeka mendadak terasa seperti medan perang kuliner yang dipimpin oleh Prince.
Prince, didampingi Geng Ganteng (GG)—Dion, Axel, Raka, Vano, Putra, dan Reno—sedang duduk mengelilingi satu meja besar, tapi pandangan Prince lurus ke meja di pojok, tempat Kaila, Rara, dan Zara menikmati bakso.
"Putra, lo punya tugas penting," bisik Prince. Putra, yang baru saja memasukkan dua bakwan sekaligus ke mulutnya, tersedak.
"Uhuk! Apa, Pangeran? Apakah ini misi menyabotase tukang siomay yang lo cemburui?"
"Lebih serius! gue butuh laporan visual. Kaila sedang menatap ke mana, sudah berapa kali dia mengunyah, dan apakah dia makan bakso yang ada uratnya? Kalau dia makan urat, berarti dia sedang marah dan butuh dihibur," jelas Prince penuh perhitungan.
Axel, si tukang gombal, menggelengkan kepala. "Posesif lo itu levelnya sudah melampaui CCTV sekolah, Bro."
"Itu namanya Cinta Berbasis Data, Axel!" balas Prince.
Tiba-tiba, mata Prince melebar. Ia melihat seorang cowok dari kelas sebelah, Jojo, mendekati meja Kaila untuk meminjam botol saus.
"Invasi Laki-laki Terdeteksi!" Prince berteriak, membuat seisi kantin menoleh.
Ia segera berlari, bukannya ke arah Kaila, melainkan ke meja sebelah tempat ia menyimpan sesuatu. Ia kembali dengan langkah slow motion sambil membawa... sepasang sandal jepit swalayan warna hijau yang sudah dipakaikan pita.
Prince berdiri tepat di antara Kaila dan Jojo.
"Jojo, My Man! Jangan pinjam saus Kaila!" kata Prince, wajahnya serius.
Kaila sudah siap menyemburkan bakso ke wajah Prince. "Lo ngapain, sih?!"
"Aku melindungimu, Sayang!" Prince berbalik ke Kaila. "Jika kamu meminjamkan saus, dia akan balik lagi besok, lusa, dan seterusnya! Saus ini harus menjadi batas antara kita dan dunia luar yang penuh predator!"
Jojo bingung. "Bro, ini cuma saus sambal, bukan kunci mobil Ferrari."
Prince mengabaikan Jojo. Ia menyodorkan sandal jepit berpita hijau itu ke Kaila.
"Ambil ini, Kaila. Mulai sekarang, ini adalah Sandal Jepit Tanda Kepemilikan (SJTKK). Jika ada cowok yang mendekat, lempar sandal ini ke arahnya. Ini bukan cuma senjata, tapi juga kode etik bahwa hatimu sudah di-booking oleh Pangeran Prince!"
Rara dan Zara menjerit tawa. Rara sampai memukul-mukul meja, sementara Zara sibuk merekam aksi gila Prince.
Kaila mengambil sandal jepit itu, menimang-nimangnya. Wajahnya yang galak kini terlihat sedang menahan ledakan tawa.
"Oke, Prince," kata Kaila dengan suara datar yang menakutkan. "Kalau begitu, lo orang pertama yang gue lempar."
WHUSSS!
Sandal jepit itu melayang cepat dan... PLAK! Mendarat mulus di kening Prince.
Prince bukannya kesakitan, ia malah tersenyum penuh haru, sambil mengusap bekas sandal jepit.
"Aduh! Terima kasih, Kaila! Ini tandanya kamu sudah menerima hadiahku! Rasanya sakit, tapi aku anggap ini sebagai ciuman penuh semangat!" seru Prince.
Jojo, yang melihat drama itu, buru-buru mundur, wajahnya pucat. "Gue... gue pinjam saus di warung Bu Siti aja deh. Permisi!"
Setelah Jojo pergi, Kaila memasang wajah jutek lagi, tapi matanya berbinar. "Gue lempar karena lo berisik, bukan karena gue suka. Paham, Panci Presto?"
Prince menghampiri, kini wajahnya diganti dengan ekspresi puppy eyes yang menyebalkan.
"Kaila, aku lapar. Suapin aku dong! Suapan dari calon istri itu bisa meningkatkan level anti-posesif sementara!"
Kaila mendengus. "Ogah! Sana balik ke geng lo!"
Di meja GG, Vano angkat bicara. "Prince, fashion lo hari ini jelek banget. Berlutut pakai kaus kaki belang, dilempar sandal jepit hijau. Rating ganteng lu turun 50%!"
Reno yang pendiam akhirnya berkomentar, nadanya dingin dan kocak, "Prince, lo itu kalau posesif kayak paket bundling internet lemot. Ganggu, tapi enggak bisa dilepas."
Prince tidak peduli. Ia kembali mendekati Kaila, mengambil tissue, dan dengan gerakan lebay, mengelap ujung bibir Kaila.
"Tuh kan! Ada remah-remah bakso yang mencoba kabur dari bibir indahmu! Aku enggak mengizinkan sepotong makanan pun meninggalkanmu tanpa izin!"
Kaila menatap tajam, tapi kali ini ia tidak menepis tangan Prince. Ia malah membalas dengan sebuah ide konyol:
"Baik, Prince. Karena lo posesif banget ke gue... gue tantang lo!"
Prince langsung tegak. "Tantangan apa? Aku siap memanjat Monas sambil menyanyikan lagu Gundul Pacul!"
Kaila tersenyum miring, senyum yang biasanya berarti bencana. "Mulai besok, lo harus jadi satpam pribadi gue. Tapi aturannya: Lo enggak boleh posesif ke barang mati! Kalau lo posesif ke benda mati, gue jamin lo kena sliding tackle ala Cristiano Ronaldo!"
"Tantangan diterima!" seru Prince. "Pasti mudah! Mana mungkin aku cemburu pada benda mati!"
Rara berbisik ke Zara. "Si Prince enggak tahu kalau Kaila itu hobinya ngobrol sama tanaman, motor, dan bantal!"
Zara tertawa kecil. "Kita lihat saja, seberapa lama ketahanan mental posesifnya!"
Hari pertama tantangan dimulai. Prince sudah bersiaga di depan kelas Kaila dengan pakaian 'Satpam Pribadi' versi fashion-nya: kaus polo rapi, tapi celananya adalah celana tidur bermotif bebek kuning. Kaila menatapnya dengan pandangan antara jijik dan terhibur.
"Selamat pagi, My Queen Kaila! Aku siap mengawal!" sapa Prince sambil memberi hormat ala tentara yang baru masuk pramuka.
Kaila menyilangkan tangan. "Ingat, ya. Lo boleh posesif ke gue, tapi sekali lo cemburu atau posesif ke barang mati milik gue, lo dapat sliding tackle!"
"Siap, Bos! Benda mati? Gampang! Aku bukan tipe pencemburu yang norak!" ujar Prince penuh percaya diri.
Posesif Tingkat Satu: Si Buku Tulis
Saat pelajaran Sejarah, Kaila lupa membawa buku tulis. Ia meminjam buku tulis kosong dari Rara.
"Kaila, tolong tulis rangkuman di sini," pinta Bu Guru Sejarah.
Saat Kaila mulai menulis, Prince, yang duduk di belakang, mendadak berbisik keras, membuat semua orang menoleh.
"Kaila! Stop! Jangan tekan pena itu terlalu keras di buku tulis Rara!"
Kaila menoleh, alisnya berkedut. "Kenapa, hah?!"
"Kaila! Lihatlah buku Rara! Dia sudah bertunangan dengan Pulpen Prince! Kamu tidak boleh melukainya dengan goresan pena yang kasar! Itu akan membuat si buku merasa tidak dihargai!"
Rara langsung membekap mulut menahan tawa. Zara pura-pura batuk.
Kaila meraih penghapus di mejanya, berukuran sebesar batu bata mini. "Ini benda mati, Prince. Bukan pacar lo!"
"Tapi dia merasakan tekanan emosional, Kaila! Jangan abusive ke barang mati!" rengek Prince.
Kaila melotot. Prince langsung ciut dan mundur. Gagal Posesif Benda Mati 1—Sliding Tackle Kaila Tertunda.
Posesif Tingkat Dua: Helm Beretika
Sorenya, Kaila hendak pulang dengan motor matic-nya. Prince sudah siap di samping motor, bertingkah seperti montir profesional yang baru lulus kursus kilat.
Kaila mengambil helm full face kesayangannya.
"Eh, tunggu dulu!" Prince menahan tangan Kaila. "Helm itu terlalu dekat dengan wajahmu, Kaila!"
"Ya iyalah! Namanya juga helm! Mau gue pake di lutut?" Kaila sudah siap ngamuk.
"Bukan begitu! Aku sudah curiga sejak lama! Helm ini terlalu intim denganmu! Dia mencium aroma rambutmu setiap hari, dia memeluk wajahmu!" Prince menunjuk helm itu dengan tatapan cemburu yang luar biasa konyol.
Kaila mendadak terdiam, mencoba menahan tawa. Zara dan Rara yang berdiri tak jauh dari situ sudah mulai hampir salto saking lucunya.
Prince melanjutkan dramanya. "Helm! Dengarkan aku baik-baik! Jaga jarak aman dari Kaila! Kalau kamu sampai bikin Kaila kegerahan atau bikin wajah Kaila lecet sedikit saja, aku akan ganti kamu dengan tempurung kelapa!"
Kaila tidak tahan lagi. Ia melepaskan tawa, tapi segera memasang wajah galak lagi.
"Prince! Ini adalah helm safety! Tugasnya melindungi gue! Lo posesif ke helm, artinya lo posesif ke benda mati! Siap-siap menerima tendangan maut!"
Kaila mundur selangkah, siap-siap melancarkan jurus sliding tackle. Prince langsung berlutut lagi dengan cepat, memohon.
"Ampun, Kaila! Aku cuman mau helm itu beretika! Ya Tuhan, aku gagal! Aku cemburu pada busa helm yang lembut! Aku mengakuinya!"
"Cepat pergi dari depan motor gue, sebelum gue jadikan lo aksesori motor!" ancam Kaila.
Prince segera bangkit dan lari terbirit-birit, tapi sempat berbalik dan berteriak, "Baik! Tapi besok aku akan memeriksa etalase toko helm! Aku mau mencari helm yang jidatnya ada tulisan: 'Hati Ini Sudah Punya Prince'!"
Posesif Tingkat Tiga: Sang Guling Setia
Malam hari, Prince melakukan rutinitas video call (VC) wajib kepada Kaila, dengan dalih "patroli keamanan visual". Kaila menerima VC dengan wajah malas, ia sudah rebahan di tempat tidur.
"Oke, Kaila, tunjukkan sekelilingmu! Apakah ada cowok yang bersembunyi di balik gorden?" tanya Prince serius.
"Enggak ada! Udah! Gue mau tidur!" jawab Kaila jutek.
"Tunggu dulu! Aku melihat sesuatu yang mencurigakan!" teriak Prince. "Di sampingmu! Itu... Guling Bantal Panjang!"
Kaila menoleh ke gulingnya. "Terus kenapa?! Ini guling gue!"
"Kenapa dia dipeluk seerat itu, Kaila?! Apakah dia lebih nyaman daripada aku?! Apakah dia lebih empuk dari abs palsu-ku?!" raung Prince, wajahnya kini terlihat putus asa.
Kaila, Rara, dan Zara (mereka sedang VC grup bertiga, tapi hanya Kaila yang menyalakan kamera) sudah tertawa terbahak-bahak tanpa suara.
"Ini guling, Prince! Dia nemenin gue sejak TK! Lo mau gue sliding tackle lewat kamera, hah?" ancam Kaila.
"Tidak! Tapi, Guling itu punya sorot mata genit! Lihat posisinya! Dia terlalu mendekat ke lehermu! Aku cemburu! Aku rela jadi gulingmu, Kaila! Walaupun aku tidak selembut dakron!" Prince memegang dadanya dramatis.
Kaila akhirnya menyerah pada kekonyolan Prince. Ia mengangkat gulingnya.
"Dengar ya, Prince. Guling ini setia. Dia enggak pernah berisik. Dan... dia enggak pernah cemburu ke sendal jepit!"
Prince menjerit di VC. "Oh, pedas! Sindiranmu menusuk relung hatiku! Aku gagal lagi di tantangan benda mati!"
Kaila mematikan kamera, tapi suara tawanya masih terdengar jelas sebelum panggilan terputus.
Meskipun Prince kalah total di tantangan itu, ia tahu satu hal: Kaila, si galak yang jutek, tidak pernah bisa menahan tawanya saat Prince bertingkah posesif dan konyol. Dan bagi Prince, tawa Kaila adalah lampu hijau paling romantis yang pernah ada.
Esok hari, Prince sudah memiliki ide baru. Ia akan posesif pada sikat gigi Kaila!
Pagi hari di hari kedua tantangan, Prince datang ke sekolah dengan wajah penuh misteri, seolah dia baru saja memecahkan kasus pembunuhan pancake di kafetaria. Geng GG (Dion, Axel, Raka, Vano, Putra, Reno) sudah siap menertawakan kegagalan posesif temannya.
"Pangeran, sudah gagal cemburu ke guling, sekarang mau cemburu ke mana lagi?" tanya Axel sambil menahan tawa.
Prince memasang ekspresi detektif swasta. "Kalian tidak mengerti! gueb punya Target Operasi Posesif Benda Mati baru, yang jauh lebih intim dan berbahaya!"
"Apa? Handuk mandi Kaila?" goda Reno dengan nada datar.
"Bukan! Tapi Sikat Gigi Kaila!" seru Prince dramatis.
Geng GG serentak melongo, lalu meledak dalam tawa yang tak tertahankan.
Posesif Tingkat Empat: Sikat Gigi Yang Terlalu Dekat
Saat jam istirahat kedua, Prince berhasil menyelinap ke toilet wanita (tentu saja setelah memastikan kosong dan didorong oleh Vano). Targetnya: Tas kecil tempat Kaila menyimpan peralatan touch-up-nya.
Ketika Kaila keluar dari toilet dan kembali ke kelas, Prince sudah duduk di kursinya, dengan wajah yang sangat serius.
"Kaila, kita harus bicara! Ini masalah krusial!"
Kaila, yang baru saja memoles lipstiknya, menatap Prince curiga. "Lo ngapain di kursi gue? Pura-pura jadi tas ransel?"
Prince mengeluarkan sikat gigi warna merah muda milik Kaila dari dalam tasnya. Ia memegang sikat gigi itu seolah memegang piala Oscar.
"Aku melakukan investigasi, Kaila! Aku curiga pada hubungan mesramu dengan benda ini!"
Kaila langsung berdiri, matanya melotot. "Prince! Balikin sikat gigi gue! Lo posesif ke benda mati lagi, ya?! Mau gue sliding tackle ke lapangan basket?!"
Prince mengabaikan ancaman itu. "Dengar! Sikat gigi ini setiap hari bersentuhan langsung dengan bibirmu, dia tahu semua rahasia gigimu, dan dia pasti menikmati sisa pasta gigi rasa mint itu!"
Ia mendekatkan sikat gigi itu ke telinganya. "Aku sudah interogasi! Dan dia mengaku! Dia bilang, bulu-bulunya terlalu nyaman saat menggosok!"
Kaila tidak bisa menahan diri lagi. Ia mengeluarkan suara tawa yang aneh, seperti kucing yang tersedak rumput, lalu segera menutup mulutnya dan kembali memasang wajah galak.
"Dasar psikopat sikat gigi! Balikin, atau gue aduin lo ke tukang sapu sekolah!"
"Aku hanya ingin dia profesional, Kaila!" balas Prince. "Aku sudah memperingatkannya: Jangan coba-coba mencuri spotlight di hidup Kaila! Posisi terdekat dengan Kaila hanya boleh dipegang oleh... guling itu!"
Kaila menghela napas, ia merasa lelah menghadapi kegilaan ini. "Oke! Lo posesif ke sikat gigi! Lo kalah telak! Sekarang, terima hukuman lo!"
Kaila mengambil sapu yang kebetulan ada di sudut kelas, dan Prince langsung lari keluar kelas.
Reaksi Kocak Geng Pendukung
Di luar kelas, Geng GG sudah menunggu.
"Prince! Gimana? Lo berhasil cemburu ke sikat gigi?" tanya Dion sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Prince ngos-ngosan sambil bersembunyi di belakang Reno. "Berhasil! Aku berhasil cemburu seposesif mungkin! Tapi dia mau menghukumku!"
Vano, si narsis, menggeleng. "Posesifmu itu sudah level dewa, Bro. Sebaiknya kamu cemburu ke Bayangan Kaila saja sekalian, karena dia selalu mengikuti Kaila!"
Tiba-tiba, Kaila muncul di ambang pintu, memegang sapu. Di belakangnya, Rara dan Zara sudah sibuk mengambil foto dan video dengan tawa yang tidak terkontrol.
"Prince! Sini lo! Rasain sliding tackle sapu!" teriak Kaila.
Prince gemetar, tapi ia sempat berteriak balasan yang sangat konyol.
"Jangan, Kaila! Aku minta maaf! Aku janji! Aku akan ajak sikat gigimu duet nyanyi biar dia enggak terlalu fokus sama bibirmu! Aku janji, besok aku akan posesif ke kaos kaki bolongmu saja!"
Kaila hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, tawa geli kembali muncul di wajahnya. Ia menurunkan sapunya.
"Baik, Panci Presto," kata Kaila, nadanya lebih lembut dari biasanya. "Gue capek ngurusin kegilaan lo. Tapi... dengerin baik-baik."
Prince langsung memasang telinga.
"Lo boleh posesif, boleh cemburu, asalkan lo terus jadi cowok yang lucu dan bikin gue ketawa kayak gini," ujar Kaila, akhirnya mengakui betapa terhiburnya dia. "Kalau lo jadi posesif yang bikin boring, gue lempar lo ke planet Pluto!"
Prince langsung melompat kegirangan. "Yes! Kode keras telah terkirim! Kaila, aku janji! Aku akan menjadi paket komplit! Posesif, lucu, dan garing di waktu yang sama! Aku akan cemburu pada kucing galak di komplekmu karena dia sering duduk di pangkuanmu!"
Kaila memutar mata, tapi senyumnya tak bisa hilang. "Dasar Bucin Gila!"
Meskipun Prince adalah cowok paling posesif di SMA Merdeka, semua orang tahu—terutama Kaila—bahwa keposesifannya hanyalah bungkus humor yang menjamin Kaila akan selalu tertawa setiap hari.
Setelah gagal cemburu pada sikat gigi, Prince memutuskan untuk meningkatkan level posesifnya ke makhluk hidup, tapi yang setara dengan benda mati dalam hal komunikasi: Kucing Peliharaan Kaila.
Kucing Kaila bernama Muezza, seekor kucing kampung super galak yang tatapannya seolah-olah siap menagih hutang. Muezza adalah satu-satunya makhluk yang diizinkan Kaila peluk erat tanpa keluhan.
Prince, ditemani Putra (yang tergiur janji Prince akan mentraktirnya martabak special jika misi berhasil), mengunjungi rumah Kaila sepulang sekolah.
Saat mereka tiba, Kaila sedang duduk di teras sambil memangku Muezza. Kaila tampak jauh lebih lembut saat berinteraksi dengan kucing itu, sebuah pemandangan langka.
"Assalamualaikum, Calon Istriku!" teriak Prince sambil melompat pagar. Putra langsung menarik Prince kembali.
"Pangeran! Lo pikir ini rumah kebakaran?" bisik Putra sambil mengunyah permen karet.
Kaila mendongak, wajahnya langsung kembali ke mode jutek. "Ngapain lo ke sini? Mau cemburu sama genteng rumah gue?"
Prince berjalan mendekat, tapi ia berhenti 3 meter dari Kaila, matanya fokus pada Muezza.
"Kaila, aku datang bukan untuk posesif. Aku datang untuk... negosiasi diplomatis dengan pihak ketiga," kata Prince, menunjuk Muezza dengan sangat formal.
Muezza menatap Prince. Kucing itu tidak mengeong, ia hanya menatap dengan mata menyipit penuh penghinaan.
"Muezza! Dengar aku baik-baik! Aku Prince, calon pendamping hidup Kaila! Aku ingin protes! Kamu terlalu mesra dengan calon pacarku!" Prince mulai berteriak ke arah kucing itu.
Kaila menahan tawa, sementara Putra sibuk mengambil snack dari tas Kaila.
"Kamu setiap hari tidur di pangkuannya! Kamu sering dielus-elus tanpa izin! Kamu mendapatkan perlakuan spesial!" Prince berjalan maju mundur.
Muezza bereaksi. Ia menggeram pelan, seperti suara motor yang mau mogok.
"Tuh kan! Dia mengancamku! Lihat, Kaila! Dia adalah rival terberat!" Prince bersembunyi di belakang Putra. "Putra, lindungi aku! Ini lebih bahaya dari tukang siomay!"
Putra, yang sudah sibuk makan, hanya bergumam, "Pangeran, gue cuma mau martabak. Bukan mau melawan preman berbulu."
Kaila tertawa terbahak-bahak, tawanya kali ini benar-benar lepas. Muezza terkejut mendengar suara tawa Kaila yang langka, dan ia melompat dari pangkuan Kaila ke atas meja.
"Prince! Muezza itu benda hidup! Lo posesif ke dia, artinya lo resmi gila!" seru Kaila sambil memegangi perutnya.
Prince mengambil napas dalam-dalam, lalu mendekati meja, berhadapan langsung dengan Muezza.
"Muezza! Aku tahu kamu posesif ke Kaila, tapi aku lebih posesif! Aku adalah Pangeran Posesif Level 99! Mulai sekarang, aku tidak mengizinkan kamu mencium Kaila! Dan kalau kamu mau duduk di pangkuannya, kamu harus lapor SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) ke aku dulu!"
Muezza mengangkat cakarnya, menunjukkan kuku tajamnya.
"Wah! Dia mau menyerang! Itu namanya Upaya Pembunuhan Berencana!" Prince histeris dan langsung memeluk kaki Kaila erat-erat. "Kaila, lindungi aku dari kucing galak yang cemburu!"
Kaila hanya bisa menggelengkan kepala, air mata keluar dari matanya karena terlalu banyak tertawa. Ia menendang pelan pantat Prince.
"Minggir, bodoh! Lo enggak lihat Muezza malah takut sama tingkah gila lo?"
Muezza, si kucing galak, bukannya menyerang. Dia malah melompat turun dari meja, berjalan perlahan, dan menggesekkan kepalanya ke kaki Prince.
Prince kaget, lalu menatap Muezza dengan mata berkaca-kaca.
"Ya Tuhan! Muezza! Apakah ini artinya... kita berdamai? Kamu mengakui cinta posesifku?"
Kaila, yang sudah lelah tertawa, hanya tersenyum simpul. "Itu artinya dia minta makan, Prince. Dia tahu lo bucin banget sama gue, jadi dia manfaatin lo."
Prince langsung berdiri tegak, dadanya membusung bangga. "Aku tahu! Dia pasti mencium aroma bucin sejati di diriku!"
Ia mengambil tasnya, mengeluarkan sebuah kaleng makanan kucing premium yang super mahal. "Muezza, sebagai calon mertua Kaila, ini hadiah perdamaian! Tapi ingat! Jangan pernah lagi tidur telanjang di pangkuan Kaila! Itu melanggar Kode Etik Bucin!"
Kaila tidak bisa menahan senyumnya. Ia tahu, Prince akan selamanya menjadi cowok paling posesif, paling berisik, dan paling konyol yang pernah ia temui. Dan lucunya, ia mulai terbiasa, bahkan menyukainya.
"Dasar Gila!" bisik Kaila, kali ini tanpa nada jutek, melainkan dengan cinta yang tersembunyi di balik tawa.
Melihat tingkat keposesifan Prince yang semakin tidak waras (terakhir cemburu pada kucing galak), Geng GG—terutama Dion dan Reno yang paling waras—merasa harus turun tangan. Mereka khawatir Prince akan cemburu pada oksigen yang dihirup Kaila.
Mereka mengadakan rapat darurat di basecamp mereka, warung kopi Mang Ujang.
"Prince, dengerin kita baik-baik," kata Dion, si bijak yang mendadak serius. "Lo harus berhenti posesif. Kaila itu ketawa karena lo lucu, bukan karena lo ngeselin."
"Tapi posesif itu brand dagang-gue, Dion! Kalau gue enggak posesif, gue hanya Pangeran biasa! Padahal aku ini Pangeran Pose-sif!" seru Prince, memegang mug kopinya dramatis.
Reno, si kalem, menyindir tajam, "Iya, Pangeran. Posesif lo udah kayak iklan pop-up di website gratis. Mengganggu, tapi selalu muncul."
Mereka memutuskan untuk menjalankan Operasi: 'Hilangkan Posesif'. Tujuannya adalah membuat Prince cuek selama satu jam penuh.
"Vano, lo awasi Prince. Kalau dia mulai cemburu ke meja atau kursi, kamu jewer dia," perintah Dion.
"Putra, tugasmu adalah mengalihkan perhatian Kaila dengan menawarkan makanan," timpal Axel.o
Misi di Perpustakaan: Cemburu pada Pena
Baru
Rencana dimulai di perpustakaan. Kaila sedang fokus mengerjakan tugas, ditemani Rara dan Zara.
Kaila baru saja membeli pena gel baru berwarna ungu metalik, dan ia tampak sangat menyukainya.
Prince, didampingi Dion dan Vano, duduk agak jauh, pura-pura membaca kamus tebal.
"Oke, Pangeran, ingat. Cuek! Anggap Kaila dan penanya tidak ada," bisik Dion.
Prince mengangguk, ia mencoba fokus pada kamus.
Tiba-tiba, Kaila mengeluarkan suara senang. "Wah! Pena ungu ini enak banget buat nulis! Rasanya nyaman di tangan!"
Mendengar kata "nyaman" dari Kaila ditujukan pada benda mati, radar posesif Prince langsung menyala.
Prince gemetar. Ia membanting kamus itu, menciptakan bunyi GEDEBUK keras.
"Aku tidak tahan!" Prince melompat.
Dion dan Vano buru-buru menahan Prince. Vano menjewer telinga Prince. "Sabar, Pangeran! Itu pena! Benda mati!"
"Aku tahu! Tapi pena itu menggoda Kaila dengan kelembutannya! Itu namanya rayuan terselubung benda mati! Lihat, dia memegang pena itu dengan sangat lembut! Lebih lembut daripada dia memegang tanganku waktu aku pura-pura pingsan!" Prince meronta.
Kaila mendongak. "Berisik, Prince! Gue lempar pena ini ke mata lo, ya!"
Prince berteriak balik, "Jangan, Kaila! Jangan sakiti dia! Dia masih muda! Tapi tolong, Pena Ungu! Jaga Jarak Aman! Aku bisa melihatmu di cermin! Mataku ada di mana-mana!"
Dion dan Vano menyerah. "Oke, Pangeran. Operasi gagal. Lo memang ditakdirkan posesif," kata Dion pasrah.
Perlawanan Konyol Kaila: Pura-Pura Mesra dengan Pohon
Kaila, Rara, dan Zara yang sudah melihat kegagalan Operasi 'Hilangkan Posesif' itu, memutuskan untuk membalas Prince dengan kekonyolan yang setara.
Saat berjalan di taman sekolah, Kaila mendadak berhenti di depan sebuah pohon mangga besar.
Kaila mengelus-elus batang pohon itu dengan wajah yang dibuat-buat mesra. "Oh, Pohonku sayang... kamu begitu kokoh, begitu tegak. Kamu tidak pernah posesif padaku..."
Prince, yang mengawalnya dari jarak 10 meter, langsung shock.
Ia berlari mendekat. "Kaila! Hentikan tindakan tidak etis ini!"
"Kenapa? Gue lagi ngobrol sama Pohon. Lo cemburu sama pohon, ya?" tantang Kaila, sambil menyandarkan pipinya ke batang pohon.
Prince memandang pohon mangga itu dengan tatapan penuh kebencian.
"Pohon! Kamu pikir kamu siapa, hah?! Jangan sok tampan dan kokoh di depan calon istriku! Kamu cuma bisa diam dan berfotosintesis! Aku bisa berfotosintesis dengan cinta! Aku akan buat kamu cemburu!"
Prince kemudian memeluk Kaila dari belakang (dengan jarak aman, takut kena sliding tackle).
"Kaila, aku lebih baik daripada Pohon ini! Aku bisa membelikanmu es krim mangga! Dia cuma bisa memberimu buah mangga yang harus kamu tunggu matang!"
Kaila tertawa terpingkal-pingkal. "Astaga, Prince! Lo cemburu sama Pohon! Gimana kalau lo cemburu sama batu kerikil yang gue injak setiap hari, hah?!"
Zara merekam momen itu sambil berbisik ke Rara, "Lihat! Si Prince sudah tidak waras! Dia berhasil dicintai Kaila karena kegilaannya!"
Prince menatap Kaila, wajahnya serius (tapi matanya kocak). "Tidak, Kaila! Aku tidak akan cemburu pada kerikil! Tapi aku akan cemburu pada cacing tanah yang berada di bawah kerikil itu, karena dia mencium bau sepatu butut-mu setiap hari!"
Kaila akhirnya menyerah. Ia melepaskan pelukannya pada pohon dan menoleh ke Prince, senyumnya kali ini adalah campuran antara geli dan sayang.
"Oke, Pangeran Posesif. Lo menang. Enggak ada yang bisa mengalahkan kegilaan posesif lo," kata Kaila, ia kemudian menjentikkan jarinya ke dahi Prince.
"Sekarang, belikan gue es krim! Rasa mangga! Tapi jangan posesif sama es krimnya!"
Prince bersorak penuh kemenangan. "Siap! Tapi kalau ada es krim lain yang mencoba mendekati es krim manggamu, aku akan melelehkannya dengan api cemburu abadi-ku!"
Mereka pun berjalan bersama, meninggalkan Pohon Mangga yang kini menjadi rival abadi Prince dalam hal posesif. Meskipun Kaila galak, ia tak pernah benar-benar bisa marah pada Prince, karena cowok posesif itu selalu berhasil membuatnya tertawa terbahak-bahak.