Di sebuah pameran, terdapat seorang lelaki yg sedang membawa beberapa barang untuk melukis, dan ia terlihat sedang membaca sebuah novel. Beberapa menit kemudian ada seorang wanita yg menghampiri nya dan berkata;
"permisi.. boleh ikutan gabung? Soalnya semua kursi udh ke isi"
dan di jawab oleh lelaki tersebut dengan anggukan kecil dan sedikit menoleh, wanita itu pun bertanya
"kamu suka baca novel?" Tanya nya
dgn sedikit anggukan, lelaki itu berkata "yaa sebenarnya enggak juga sih, tapi entah kenapa gw tertarik aja sama ni novel, judulnya 'laut biru', dan ternyata bagus bgt, setiap kata, setiap bait, dan baris, terasa begitu hidup dan bernafas."
Setelah mendengar itu, wanita itu berkata dengan ekspresi terkekeh"wiih itu aku yg buat lohh"
lelaki itu pun terkejut dan berkata"gila, itu novel nya bgs bgt loh, oh ya nama kmu siapa?" Sambil mengulurkan tangan nya
wanita itu pun membalas dan berkata "nama aku elera, klo kmu?"
lelaki itu menjawab "gw Rendra, terserah mau panggil apa, oh ya knp Lo kesini?"
Wanita itu pun menjawab dengan sedikit nada malas "aku kesini soalnya di ajak temen, eh ternyata dia ga Dateng,klo kmu? "
Rendra menjawab" gw kesini mau pamerin lukisan gw"
dgn sedikit terkejut, elera pun berkata"wihh kmu bisa ngelukis?"
" hehe iya nih",
dgn raut penasaran elera, ia berkata"sejak kapan kmu hobi ngelukis?"
dgn raut wajah berpikir, Rendra menjawab"dari kls 2 SD, dan jujur aja itu bukan hobi awal nya, karena gw dulu Punya penyakit aneh yg ngebuat gw tbtb takut parah, akhirnya gw di saranin buat ngelukis, eh ternyata jadi hobi"
sedikit terkejut ia berkata"sekarang masih kyk gt?"
Rendra pun menjawab"enggak sih untung nya, klo kmu sejak kpn?"
sedikit nada sedih elera menjawab"aku hobi nulis itu sebenarnya karena dulu aku ga sengaja ketabrak truk, dan setahun kurang aku lupa ingatan, dan karena lupa ingatan itu, akhirnya punya hobi ini deh"
tidak sengaja mata Rendra menatap jam yg ia gunakan, ia pun berkata"eh udh dlu ya, aku udh waktu nya ke STAN lagi, oh ya, sampai bertemu kembali!", dgn sedikit anggukan dari elera, percakapan itu pun berakhir.
Dua hari berlalu,
saat ini elera berada di sebuah pameran, dan dia tidak sengaja menatap satu lukisan yg sangat abstrak dan saat ia melihat tanda tangan dan siapa yg membuat, ternyata pembuat nya adalah Rendra, dgn hati yg bingung ia berkata
"entah knp aku ngerasa lukisan ini susah bgt di jadiin kata kata, hampa, suram, dan...? Entah, kurasa tidak hanya sekedar sebuah lukisan abstrak, bahkan lebih besar dari sebuah kata kata"
ternyata ada seseorang yg berdiri di samping nya, dan berkata "Itu yang aku rasakan saat membaca tulisan. Kadang, ada rasa yang terlalu besar untuk diikat oleh alfabet. Itu adalah saat di mana warna bisa berbicara tanpa perlu diketik."
elera sedikit termenung, lalu berkata "Jadi... lukisanmu ini adalah ketakutanmu yang sudah sembuh, atau ingatan yang sudah kamu lukis ulang?"
Rendra menjawab "Keduanya. Itu adalah jiwaku. Aku ingin tahu, apakah novelmu juga jiwamu yang ingin bernapas?"
Mereka pun terdiam dan saling memandang satu sama lain, menyadari ternyata mereka lahir dari proses yg sama, yaitu dari kesulitan. Rendra pun berkata "Elera, bagaimana kalau kita coba buktikan? Kita buat satu karya, di mana kata dan warna saling melengkapi. Maukah kamu menulis sesuatu untuk lukisanku, atau aku melukiskan sesuatu untuk tulisanmu?"
elera sedikit terkejut sekaligus senang dan berkata"boleh, gimana kalau kita ketemu lagi besok? Free kn?"
sedikit senyum Rendra berkata"iya, oh ya tukeran kontak yuk", setelah itu mereka bertukar kontak dan berbincang bincang santai.
Ke esokan hari nya mereka bertemu di sebuah cafe, mereka berbincang sebentar lalu mulai mempersiapkan alat alat. Elera yg sedang menulis, dan Rendra yg sedang melukis tiba-tiba terhenti sejenak saat tidak sengaja menatap karya satu sama lain,
Elera berkata "kata dan..warna..yang... " Sejenak ia berpikir, Rendra berkata "...bernafas..." Lalu seketika mereka saling memandang, dan elera berkata "...maka di antara pena dan kuas, kita belajar mencintai bukan dengan kata, bukan dengan warna, melainkan dengan jiwa."
Rendra meraih tangan Elera di atas meja, di tengah-tengah kanvas yang masih basah dan lembaran kertas yang penuh tinta. Saat itu, mereka tidak lagi melihat pena atau kuas, tidak lagi melihat warna atau kata. Yang mereka lihat adalah sebuah bayangan, awal dari suatu hubungan yg lebih manis dan menembus batas dunia melalui karya.
Kata yang Elera ukir dan kuas yang Rendra oles, bagaikan sebuah kehidupan yang hidup di antara ruang dan waktu. Menjadi sesuatu yang abstrak dan menembus batas dunia.
Rendra tersenyum dan berkata "laut, langit, dan daratan." Gumam nya di hadapan elera.
Elara membalas senyumnya, air mata haru samar di sudut mata. "Bagaikan sesuatu yang saling berdampingan, di saat yang sama, waktu yang sama, dan selalu bersama. Itulah kita. Kata dan Warna."
~•END•~