Pernikahan kami sudah menginjak usia tujuh tahun sekarang. Anak pertama kami usia lima tahun sekarang, sedangkan anak yang kedua baru menginjak usia enam bulan.
Awal-awal pernikahan kami memang mengalami masalah ekonomi yang cukup sulit. Bahkan biaya lahiran anak pertama pun dibantu oleh mertua. Yah, terimakasih mertuaku.
Genap usia satu tahun anak pertama kami, Alhamdulillah kondisi ekonomi kami mulai stabil. Ayah mertua rupanya cukup prihatin dengan keadaan kondisi ekonomi kami, jadi beliau mengajak suami untuk ikut berjualan. Beberapa bulan kemudian, aku dan anak pertamaku diboyong ikut ke kota. Katanya untuk bantu-bantu cuci pakaian dan masak saja. Ya, akupun setuju.
Seiring berjalannya waktu, kondisi keuangan mulai membaik. Yah, meskipun penghasilan tidak menentu. Namanya juga pedagang. Kadang untung kadang merugi.
Tepat tiga tahun merantau di kota, kami memutuskan untuk memiliki anak lagi. Setelah lepas KB, satu tahun kemudian Alhamdulillah kami diberikan kepercayaan oleh Allah untuk memiliki anak kembali.
Tahun baru aku memutuskan untuk pulang kampung, berniat ingin lahiran di kampung saja. Yah, biaya dikota memang serba mahal.
Tapi, permasalahan nya bukan terletak pada anak-anak. Permasalahan ada pada diri suamiku.
Apa salah jika seorang istri menginginkan perhatian dari suaminya sendiri? Kurasa tidak.
Entah sejak kapan, suamiku jadi sibuk dengan game-nya. Sering kutegur, namun respon yang kudapat hanya : "jangan bawel. Main game itu itung-itung hiburan saja." Begitu lah yang sering kudengar.
Pernah tengah malam, terdengar suara perempuan, yah, meskipun terdengar suara teman-teman lainnya (pria). Tapi, itu tidak menutup rasa cemburuku.
Kami pernah cekcok perkara itu. Aku hanya wanita biasa, yang tak suka jika pasangan ku berbincang dengan lawan jenisnya. Dari situ dia mulai merubah sedikit demi sedikit karena tidak ingin cekcok lagi. Meskipun sejujurnya, aku tak menyukai dengan kebiasaan nya yang sering bermain game online.
Dampak dari seringnya main game, anak jarang di perhatikan, istri merasa terabaikan. Hingga berujung cekcok lagi.
Kini, bukan hanya masalah game. Dia menghubungiku hanya ketika ada inginnya saja. Menanyakan kabar anak pun jarang. Terkadang, haruskah hubungan ini kuakhiri? Tidak. Itu bukan sebuah penyelesaian. Ada anak yang harus aku perjuangkan.
Kini, aku memutuskan untuk memperhatikan diri sendiri saja dan anak-anak ku. Siapa lagi yang mencintaiku jika bukan diriku sendiri.
Ku serahkan semuanya pada Allah. Bukan hati yang sudah tidak mencinta, tapi sikapnya lah, yang membuat hatiku mendingin.
Note : untuk para ibu-ibu hebat yang mengalami hal serupa, peluk jauh. Kita makhluk hebat. Jangan menyerah. Tetap cintai diri sendiri.