Di koridor SMP Negeri 12—sekolah yang terkenal lebih karena kantinnya yang berantakan daripada prestasi akademiknya—tinggallah seorang anomali bernama Elio Satria.
Elio bukan sekadar pintar; ia adalah sebuah keanehan berjalan. Pada usia 14 tahun, ia sudah mampu menelaah Fisika Kuantum, mengoreksi soal-soal matematika gurunya, dan merancang model simulasi lubang hitam di laptop bututnya. Namun, di balik kecemerlangan otaknya, Elio adalah sebuah unit kesunyian sempurna. Rambutnya selalu sedikit gondrong, matanya selalu terfokus ke lantai atau papan tulis—tidak pernah pada wajah manusia—dan ia bergerak seolah ada medan gaya tak terlihat yang menolaknya dari segala bentuk interaksi sosial. Julukannya? 'Si Lubang Hitam', karena dia menyerap semua informasi dan tidak mengeluarkan apa pun, bahkan suara.
Dunia Elio yang teratur, sunyi, dan penuh persamaan diferensial mulai terdistorsi pada suatu Selasa, tepatnya saat pelajaran Biologi, oleh sebuah variabel acak yang bernama Senja Rinjani.
Senja adalah kebalikan mutlak Elio. Ia adalah suara tawa, sumber energi yang tak pernah habis, dan wajah ceria yang tak pernah absen dari kelas 8-B. Senja adalah seorang aktivis kebaikan kecil: ia selalu mengembalikan pulpen teman yang jatuh, mengingatkan guru untuk istirahat, dan yang paling absurd, ia memanggil semua temannya, bahkan guru, dengan sebutan "Kakak".
"Kakak-kakak, tolong ya sampahnya dibuang di tempatnya!"
"Kakak Guru, kita istirahat dulu, nanti kepalanya berasap lho!"
Elio, yang duduk di bangku paling belakang pojok, mengamati Senja dengan metode ilmiah yang ia terapkan pada galaksi jauh: tanpa emosi, penuh data. Ia mencatat frekuensi tawa Senja per jam pelajaran, mengkalkulasi kecepatan Senja berlari mengejar kucing di halaman sekolah (rata-rata 12 km/jam, Elio menduga), dan yang paling aneh, ia menghitung berapa kali Senja secara tidak sengaja menjatuhkan sandal jepit Swallow merah mudanya.
Ya, Senja selalu memakai sandal jepit Swallow merah muda di sekolah, sebuah pelanggaran kode etik seragam yang anehnya tidak pernah dipermasalahkan. Sandal itu—terkadang hanya satu, terkadang sepasang—adalah bagian dari identitas Senja.
Awalnya, ketertarikan Elio hanyalah studi kasus tentang fenomena 'kebahagiaan berlebihan'. Namun, pada suatu Kamis sore yang mendung, semuanya berubah.
Momen Sandal Swallow dan Rumus Cinta
Saat itu, mereka sedang praktik Fisika. Elio, tentu saja, sudah selesai dan sedang membaca buku tentang Relativitas Khusus Einstein. Senja, seperti biasa, bersemangat tapi sedikit ceroboh. Ketika ia mencoba meletakkan beban pada timbangan pegas, ia tersandung kabel dan... satu-satunya sandal Swallow merah mudanya terlempar dengan gerakan parabola yang sempurna.
Sandal itu melayang, berputar di udara, dan mendarat—tepat di atas tumpukan buku Fisika Elio.
Keheningan melanda lab. Semua mata, termasuk tatapan kosong 'Si Lubang Hitam', tertuju pada sandal jepit itu.
Senja, yang wajahnya kini semerah cat tembok, hanya bisa bergumam, "Ya ampun, Kak Elio, maaf banget! Sandal laknat!"
Elio menatap sandal itu. Ia melihat lekukan sol yang sudah aus, tali karet yang sedikit melar, dan tulisan 'Swallow' yang nyaris tak terbaca. Otaknya yang jenius, alih-alih memikirkan cara membersihkan benda kotor itu dari bukunya, malah memikirkan: Gaya apa yang bekerja agar benda berkecepatan rendah bisa melayang sejauh ini dan mendarat setepat ini?
Ia perlahan, sangat perlahan, mengambil sandal itu.
Kontak mata terjadi. Mungkin hanya sepersekian detik, tetapi bagi Elio, itu terasa seperti satu menit penuh—seumur hidup yang baru saja dihidupkan. Mata Senja yang bening dan penuh penyesalan menembus lapisan es di hati Elio.
"Aku... aku minta maaf, Kak Elio. Aku akan ambil," bisik Senja.
Elio menggeleng, sebuah gerakan yang sangat langka. Ia lalu melakukan hal yang benar-benar absurd. Ia membalik buku Fisikanya, mengambil pulpen, dan di halaman kosong di samping rumus-rumus Hukum Newton, ia menuliskan sebuah persamaan yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri:
Di mana: F_{S} = Gaya Tarik-Menarik Sandal. G = Konstanta Absurditas Semesta. M_{E} = Massa Keintrovertan Elio. M_{S} = Massa Keceriaan Senja. r = Jarak fisik antara mereka. Ia menulis itu, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Elio mengulurkan sandal jepit merah muda itu kepada Senja. Senja menerimanya dengan bingung, tetapi melihat ekspresi Elio yang lebih terkejut dari biasanya—seperti melihat alien mendarat—Senja tersenyum lebar. Senyuman itu bukan tawa, melainkan senyuman lembut. "Terima kasih, Kak Elio. Kamu baik banget. Aku tahu kamu marah karena Sandal ini kotor," kata Senja sambil menggosok-gosok sol sandal itu ke roknya. Elio menggeleng lagi, kali ini lebih tegas. Ia lalu melakukan sesuatu yang jauh lebih gila. Ia menunjuk rumus yang baru ia tulis. Senja membacanya. Wajahnya yang ceria berubah menjadi tanda tanya besar. "Ini... rumus apa, Kak? Gravitasi? Tapi ada Massa Sandal dan Gaya Sandal?" Elio akhirnya, untuk pertama kalinya, mengeluarkan suara yang lebih panjang dari sekadar 'ya' atau 'tidak' kepada orang lain selain gurunya. Suaranya serak, seperti mesin yang sudah lama tidak dipakai. "Itu... rumus tarik-menarik, Senja," kata Elio, suaranya nyaris berbisik. "Semua benda, sejauh apa pun jaraknya, saling tarik-menarik. Dan... beberapa benda, seperti sandal ini, memiliki tarikan yang lebih kuat dari yang lain." Senja memandangi Elio. Ia tidak mengerti rumusnya, tetapi ia mengerti pandangan mata Elio—tatapan yang kini tidak lagi kosong, melainkan penuh dengan cahaya bintang yang baru saja ia ciptakan. "Oh... aku mengerti, Kak Elio!" Senja tersenyum, senyum kali ini adalah senyum penuh arti, bukan senyum ceria biasa. Ia menunduk, memakai sandal jepitnya, lalu memandang Elio lagi. "Kalau begitu, Kak Elio, aku harus sering-sering menjatuhkan sandal ini, ya? Biar tarikannya kuat terus," goda Senja. Wajah Elio memerah, kini ia lah yang menjadi anomali panas, bukan lubang hitam dingin. Ia tidak menjawab, tetapi kembali menunduk ke bukunya. Jantungnya berdebar, melanggar semua hukum fisika tentang ketenangan. Namun, pada buku Fisika yang sama, di halaman rumus gravitasi dan di bawah persamaan Sandal itu, Elio menulis sebuah catatan kaki kecil, yang hanya ia yang tahu: Hipotesis baru: M_{S} dan M_{E} memiliki sifat magnetis. Tarikan ini tidak dapat diabaikan. Sejak hari itu, Elio si Lubang Hitam tidak lagi menyerap informasi semata. Ia mulai memancarkan sesuatu—sebuah cahaya samar, sebuah kehangatan kecil. Ia masih diam, tetapi kini ia diam sambil sesekali, secara misterius, melihat ke arah kaki Senja. Ia menunggu, dengan sabar, datangnya momen absurd selanjutnya di mana sepasang sandal jepit Swallow merah muda kembali menantang hukum alam dan gravitasi, menarik seorang jenius introvert keluar dari semestanya sendiri. Kisah cinta mereka yang absurd baru saja dimulai, sepasang sandal jepit melawan alam semesta.
Fenomena 'Elio Bergeser'
Sejak insiden Sandal Swallow dan rumus gravitasi aneh, terjadi pergeseran seismik kecil di alam semesta Elio. Ia masih 'Si Lubang Hitam,' tetapi kini ia memiliki satelit.
Interaksi malu-malu Elio sangat unik, hampir seperti percobaan ilmiah yang gagal. Ia tidak bisa bicara langsung pada Senja. Jadi, ia mengembangkan sebuah sistem: Metode Komunikasi Data Terselubung (MKDT).
Contoh 1: Meja Ujian (MKDT Level 1)
Saat ujian Matematika, Senja kebingungan dengan soal volume kerucut. Ia menggaruk-garuk kepalanya. Elio, yang sudah selesai 20 menit lalu, bukannya menawarkan bantuan verbal. Ia malah mengambil pulpen, menuliskan catatan di secarik kertas, melipatnya menjadi kubus kecil, dan, dengan presisi seorang penembak jitu, menggelindingkannya melintasi lantai hingga berhenti sempurna di bawah meja Senja.
Senja membuka kubus kertas itu. Di dalamnya, tertulis:
Rumus volume kerucut. Tidak ada sapaan, tidak ada nama. Hanya data.
Senja tersenyum lebar ke arah punggung Elio. "Kak Elio! Terima kasih, ya!" teriaknya pelan, mengundang tatapan sinis dari pengawas.
Elio? Ia segera pura-pura memeriksa kembali soal nomor 1, wajahnya menempel begitu dekat ke kertas hingga hidungnya hampir menyentuh tinta. Pipinya memanas, mencapai suhu fusi termonuklir.
Contoh 2: Kotak Bekal yang Diserbu Semut (MKDT Level 2)
Suatu hari, bekal nasi goreng Senja diserbu semut saat istirahat. Senja panik. "Aduh, Kakak-kakak Semut nakal, kok makan bekalku!"
Elio melihat dari kejauhan. Ia tidak mendekat. Sebaliknya, ia berjalan ke koperasi, membeli sekantong besar keripik kentang rasa keju, lalu ia meletakkan kantong itu di atas meja Senja—saat Senja sedang mencuci tangan.
Ketika Senja kembali, ia menemukan keripik itu. "Wah, siapa Kakak baik hati yang kasih aku keripik?"
Ia melihat ke belakang, dan menemukan Elio sedang berpura-pura sangat tertarik pada poster Struktur Sel Tumbuhan di dinding, padahal ia sedang mencerna rumus Hukum Termodinamika.
"Kak Elio ya?" tanya Senja.
Elio hanya bergumam nyaris tak terdengar, "A-apa? Nggak. A-aku cuma..." ia menunjuk ke poster. "...analisis membran sel."
Senja hanya tertawa. "Iya deh, iya. Terima kasih ya, Kakak Penyelamat!"
Elio buru-buru kembali ke tempat duduknya, merasa lega karena misinya berhasil, dan malu karena interaksi singkat itu terasa seperti presentasi skripsi di depan dewan penguji.
Senja: Sang Matahari Sekolah
Sementara Elio sibuk menghitung setiap interaksinya sebagai variabel, Senja hidup dalam orbit keceriaan yang konstan. Dunia Senja melibatkan seluruh penghuni sekolah, dari penjaga kantin hingga kepala sekolah.
Interaksi dengan Teman:
Senja adalah lem di kelas 8-B. Ia tidak hanya baik, ia aktif menyebarkan kebaikan.
Saat Rani, teman sebangkunya, sedang sedih karena nilai IPA-nya jelek, Senja tidak memberinya kata-kata motivasi klise. Senja malah membawa Rani ke kantin, membelikannya bakso porsi ganda, dan kemudian memaksa Rani menceritakan adegan sinetron terbaru agar Rani tertawa.
"Kak Rani, nilai itu cuma angka. Kayak rumus Kak Elio. Nanti bisa dipelajari lagi. Sekarang, mari kita lihat bagaimana si Ratu Jahat itu dihukum!" kata Senja sambil mengakhiri curhatan Rani dengan cekikikan.
Senja selalu punya nama panggilan unik untuk temannya. Ada 'Kakak Otot' (untuk cowok yang suka olahraga), 'Kakak Poni' (untuk yang poninya selalu rapi), dan yang paling sering, 'Kakak Jagoan' untuk siapapun yang berhasil melakukan hal kecil, seperti menjawab soal sulit atau menolongnya menemukan kunci yang hilang.
Interaksi dengan Guru:
Hubungan Senja dengan guru-guru adalah anomali administrasi. Semua guru sangat menyayanginya, meskipun ia selalu memanggil mereka dengan sebutan "Kakak".
Suatu kali, Bu Rina, Guru Bahasa Indonesia yang terkenal disiplin dan tegang, sedang sakit kepala.
Senja, bukannya diam, malah menghampiri meja guru. "Kak Guru Rina, kepalanya pasti lagi pusing ya? Jangan mikir tentang majas metafora dulu, nanti otaknya overheating!"
Bu Rina awalnya ingin menegur, tetapi melihat mata Senja yang tulus, ia hanya bisa tersenyum lelah.
"Saya bawa ini, Kak Rina," kata Senja. Ia mengeluarkan sebotol minyak angin cap elang dari tasnya dan dengan gerakan yang lembut, ia memijat pelipis Bu Rina sejenak.
"Wangi, kan? Nanti Kak Rina istirahat ya," bisik Senja.
Di ujung kelas, Elio melihat seluruh adegan itu. Otaknya menghitung. Data: Sentuhan Senja. Jarak: 2 meter. Energi yang dihasilkan dari senyum Bu Rina: Signifikan.
Elio merasa Senja adalah Partikel Tuhan (Higgs Boson) dalam Fisika—partikel yang memberi massa pada segala sesuatu. Senja memberi bobot dan arti pada rutinitas sekolah yang membosankan dan penuh peraturan.
Ia sadar, bukan hanya sandal Swallow yang menariknya. Seluruh keberadaan Senja—energi positifnya, kehangatannya, bahkan keabsurdan panggilannya—adalah sebuah Gaya Fundamental Baru yang tidak tercatat dalam buku Fisika manapun. Dan Elio, Si Lubang Hitam yang seharusnya hanya menyerap, kini mulai mengeluarkan radiasi energi malu-malu, yang hanya ia dan Senja yang tahu.