Dalam khazanah sosial dan struktur adat etnis Minangkabau, suku (klan) Malayu memegang posisi fundamental, dengan akar sejarah yang terentang jauh ke masa lampau dan terkait erat dengan entitas politik penting di Nusantara. Keberadaan klan ini sering dikaitkan dengan catatan gemilang mengenai Kerajaan Malayu kuno yang pusatnya berkembang di sepanjang aliran Sungai Batanghari, Jambi. Bukti historis keberadaan kerajaan ini pada abad ke-7 Masehi diperkuat secara signifikan oleh catatan perjalanan biksu Tiongkok terkemuka, I-Tsing (Yi Jing), yang tercatat mengunjungi Malayu sekitar tahun 671-672 M dalam perjalanannya dari dan ke India, memberikan gambaran berharga mengenai kerajaan tersebut sebelum pengaruh Sriwijaya menguat di kawasan itu.
Beberapa penafsiran historis bahkan mencoba menarik garis keterkaitan lebih jauh ke masa lalu, mengacu pada istilah "Maleu colon" yang tertera dalam peta geografis karya Ptolemeus pada abad ke-2 Masehi, meskipun identifikasi lokasi pastinya masih menjadi subjek diskusi akademik. Memasuki milenium kedua, entitas historis Malayu ini bertransformasi dan berkelindan dengan kemunculan Kerajaan Dharmasraya, yang juga berpusat di kawasan Batanghari. Salah satu raja Dharmasraya yang tercatat dalam sumber prasasti (Prasasti Grahi, 1183 M) adalah Sri Maharaja Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa.
Kerajaan ini kemudian menjadi fokus dari Ekspedisi Pamalayu yang dilancarkan oleh Kerajaan Singasari di bawah perintah Raja Kertanegara antara tahun 1275 hingga 1286 M. Ekspedisi ini bukan sekadar penaklukan militer, melainkan juga misi diplomatik yang menghasilkan hubungan politis, termasuk dibawanya arca Amoghapasa sebagai hadiah dan pernikahan antara putri Dharmasraya (seperti Dara Petak dengan Raden Wijaya, pendiri Majapahit, dan Dara Jingga). Fase sejarah berikutnya ditandai oleh kemunculan tokoh besar Adityawarman, yang memiliki kaitan darah dengan elite Dharmasraya dan juga pernah mengabdi di Majapahit.
Melalui serangkaian prasasti yang dikeluarkannya di pedalaman Minangkabau, terutama yang bertarikh 1347 M (Prasasti Amoghapasa di Padang Roco), Adityawarman memantapkan kekuasaannya dan dianggap sebagai pendiri Kerajaan Pagaruyung, yang kemudian menjadi pusat kebudayaan dan kekuasaan Minangkabau selama berabad-abad. Dalam konteks inilah, pemahaman mengenai sejarah panjang klan Malayu sebagai bagian integral Minangkabau dan pewaris kerajaan-kerajaan kuno di Sumatera menjadi krusial.
Hal ini perlu dibedakan secara cermat dari narasi mengenai identitas etnis Melayu dalam pengertian modern, yang proses konsolidasi dan penyebarannya secara masif sangat terkait erat dengan kemunculan dan kejayaan Kesultanan Malaka, yang didirikan oleh Parameswara (bergelar Sultan Iskandar Shah setelah memeluk Islam) sekitar awal abad ke-15 (kurang lebih 1400-1402 M).
Malaka pada abad ke-15 inilah yang menjadi episentrum pembentukan identitas Melayu berbasis Islam dan bahasa Melayu standar, sebelum akhirnya ditaklukkan oleh bangsa Portugis di bawah pimpinan Afonso de Albuquerque pada tahun 1511 M. Dengan demikian, apresiasi terhadap kronologi sejarah yang berbeda ini—dimana entitas Malayu Minangkabau telah memiliki sejarah ratusan tahun sebelum kristalisasi identitas Melayu modern di Malaka—sangat penting untuk memahami lanskap sejarah, budaya, dan dinamika identitas yang kompleks di wilayah ini.
HISTORIOGRAFI (Fakta Historis)
____________
By : Karim