Dion adalah seorang lajang abadi yang punya fobia ekstrem terhadap pertanyaan "kapan nyusul?". Setiap kali ada kondangan, ia selalu menyiapkan seribu satu alasan untuk tidak datang. Tapi kali ini, ia tak punya pilihan. Kakak sepupunya yang paling disayang menikah, dan Dion harus hadir sebagai pendamping pengantin pria.
"Dion, jangan sampai kamu bikin malu ya," pesan ibunya pagi itu, dengan tatapan mengancam yang lebih menakutkan dari tatapan guru BP.
Dion menghela napas. "Iya, Bu. Aman terkendali!"
Acara resepsi dimulai dengan megah. Dion sudah tampil rapi dengan batik terbaiknya, siap memancarkan aura "lajang bahagia dan independen". Ia sudah menyusun strategi: senyum lebar, anggukan sopan, dan lari tunggang langgang jika ada bibi-bibi yang mulai membuka sesi interogasi.
Sesi foto bersama keluarga pun tiba. Posisinya agak di belakang, cukup aman dari serbuan para penanya. Tapi, malapetaka datang dari arah yang tak terduga. Entah bagaimana, saat semua orang sibuk berpose, sandal Dion yang sebelah kanan tersangkut di karpet merah yang licin.
Gubrak!
Dion jatuh terguling dengan anggun, persis di depan pelaminan. Posisinya telentang, dengan satu tangan menutupi wajahnya yang memerah padam, sementara kaki kanannya yang tanpa sandal menjulur ke atas. Semua mata tertuju padanya. Keheningan tiba-tiba menyelimuti aula, kecuali suara cekikikan beberapa anak kecil yang menyaksikan "pertunjukan" tak terduga itu.
Sang pengantin wanita, sepupu Dion, tak kuasa menahan tawa. Ia terbahak-bahak sampai air matanya keluar. "Dion, kamu ini niat banget mau jadi pusat perhatian, ya?" serunya di sela-sela tawanya.
Pengantin pria, yang tadinya tegang, ikut tertawa geli. Bahkan fotografer pun sempat melupakan tugasnya dan ikut terkekeh. Dion ingin sekali menghilang ke dalam perut bumi, tapi ia sadar, ini adalah kesempatan langka.
Dengan wajah masih merah, Dion mengangkat satu tangannya yang tak menutupi wajahnya, membentuk tanda "oke". "Maaf, guys! Ini latihan jatuh yang sempurna kalau nanti istriku nolak pas dilamar!" celetuknya dengan suara yang dibuat-buat ceria.
Seketika, tawa pecah di seluruh ruangan. Dari yang tadinya canggung, suasana menjadi cair dan penuh gelak tawa. Para bibi yang tadinya ingin bertanya "kapan nyusul?", kini malah menepuk-nepuk pundak Dion sambil tertawa.
"Makanya, Dion! Jangan terlalu banyak latihan jatuh, latihan melamar sana!" goda salah satu bibi.
Dion hanya bisa tersenyum masam. Meskipun ia jadi bahan tertawaan, setidaknya ia berhasil mengalihkan perhatian dari status lajangnya. Dan yang paling penting, ia berhasil membuat kondangan itu menjadi lebih hidup dengan "pertunjukan" spontannya.
Sejak saat itu, setiap kali ada kondangan, Dion selalu disarankan untuk pakai sepatu yang tak mudah lepas. Tapi ia tak masalah, toh ia sudah punya cerita legendaris untuk diceritakan sambil tertawa terbahak-bahak.
Semoga cerita ini cukup menghibur dan membuktikan bahwa dunia nyata ini masih bisa jadi tempat yang lucu, bahkan saat kita mengalami insiden memalukan sekalipun! Ada lagi cerita lucu yang ingin kamu dengar?