Hujan turun sejak pagi itu, membasahi halaman sekolah yang biasanya ramai dengan suara tawa. Dari balik jendela kelas XI IPA 2, Aisyah memandangi rintik air yang jatuh dari jendela kaca, sementara di meja sebelahnya, Raka sibuk menggambar sesuatu di buku catatannya.
"Eh, jangan bengong. Nanti ketinggalan materi," bisik Raka sambil tersenyum tipis.
Aisyah hanya mengangguk, padahal pikirannya sedang tidak fokus pada pelajaran. Sudah beberapa minggu ini, ia menyadari bahwa perasaannya pada Raka mulai berbeda. Mereka berteman sejak awal masuk SMA, Raka yang supel, suka bercanda, dan selalu membantu siapa pun, termasuk dirinya, membuatnya menyimpan perasaan berbeda padanya.
Hari-hari berjalan seperti biasa. Mereka belajar, bercanda, kadang mengerjakan tugas bersama di perpustakaan. Tapi suatu sore, saat mereka sedang duduk di bangku taman sekolah, Raka tiba-tiba berkata,
"Syah, kalau suatu hari aku nggak ada, kamu jangan sedih ya."
Aisyah mengernyit.
"Maksudnya? Kamu mau pindah sekolah?"
Raka hanya tersenyum. "Nggak. Pokoknya janji aja."
Aisyah tertawa kecil. "Aneh banget sih. Yaudah, janji."
Hari berikutnya, Aisyah mulai menyadari sesuatu yang aneh. Raka sering absen. Ketika datang, ia tampak pucat, tapi selalu bilang kalau cuma kecapekan. Aisyah ingin memaksa tahu, tapi Raka selalu mengalihkan pembicaraan.
Hingga suatu hari, wali kelas mengumumkan bahwa Raka tidak akan masuk sekolah untuk waktu yang lama karena sakit. Tidak ada penjelasan detail.
Aisyah memberanikan diri mengunjungi rumah Raka. Di sana ia melihat sahabatnya itu terbaring di ranjang, wajahnya semakin tirus. "Kamu sakit apa, Rak?" tanyanya, suara bergetar.
Raka menatapnya lama, lalu berkata pelan, "Leukemia. Udah lama."
Aisyah terdiam, air mata mulai mengalir. "Kenapa nggak bilang dari dulu?"
"Aku nggak mau kamu sedih. Aku pengen kita cuma punya kenangan yang bahagia."
Sejak hari itu, Aisyah sering datang membawa buku pelajaran dan cerita-cerita konyol. Mereka mengulang tawa-tawa lama, walau ada rasa takut yang menggantung.
Musim hujan datang lagi. Pada suatu pagi, Aisyah menerima kabar dari ibu Raka. Ia berlari ke rumahnya, tapi yang tersisa hanya foto Raka tersenyum, diapit karangan bunga.
Hari Senin berikutnya, Aisyah duduk di bangku kelas mereka, memandangi kursi kosong di sebelahnya. Dari jendela, ia melihat halaman sekolah yang basah oleh hujan. Di buku catatan Raka yang masih tertinggal, ada gambar dua orang duduk di bangku taman, di bawah payung yang sama. Di bawahnya tertulis:
"Janji, ya. Jangan sedih."
Tapi janji itu… tidak pernah bisa ia tepati sepenuhnya.