Lokal-au
Si kecil tertidur pulas, mulutnya sedikit terbuka sesekali bergerak seperti sedang menyusu, perutnya yang besar kembang kempis teratur terlihat cukup lucu, genggaman tangannya tak lepas dari jari Minho, sedikit menyusahkan tapi tak apa.
Senyum keduanya tak luntur Sejak kepergian mengambil sang buah hati dari rumah kasih yang sering sekali didatangi oleh keduanya.
Merapalkan doa yang semua orang juga tau, tak akan pernah bisa dikabulkan. Bercengkrama selayaknya orang tua dan anak kandung. Sedikit miris karena banyaknya anak yang dengan cuma-cuma diberikan, bahkan lebih parahnya dibiarkan kedinginan dipinggir jalan atau semak-semak.
Bjingan gila, berotak pendek, membiarkan mahkluk kecil tak berdosa kedinginan tanpa seorangpun disisinya, mereka yang membuang anak tak tau perjuangan para garis dua, dunia sungguh kejam.
"A' mau diberi nama siapa?" Minho kembali palingkan wajahnya sesaat, menatap wajah Jisung yang tersenyum cerah.
"Kamu belum ada kepikiran nama buat dia." Genggaman si kecil terlepas, tangan Minho terangkat mengusap rambut halus Jisung.
Jisung nampak berpikir sejenak. Pandangannya beralih pada si kecil, mengusap pipinya yang lembut dan masih sedikit merah. Bahkan belum genap satu Minggu dirinya lahir.
"Ardhanaya, pramudita." Senyumnya ngembang diakhir kalimat.
"Rasa syukur dan penuh kebahagiaan, hmmm. Sangat menggambarkan kita, nama yang bagus!" Lagi Minho bawa tangannya untuk mengelus kepala Jisung, menyempatkan diri untuk memberi kecupan sayang di pelipis pria manis disampingnya.
Dua Minggu berlalu, kepala Jisung rasanya mau pecah, sebanyak-banyaknya ia belajar berbagai parenting tetap aja ternyata tidak semudah itu.
"Dek, Sayang. Kamu ini, teh, kenapa, atuh Sayang. Mum capek atuh kamu dari tadi nangis terus." Kembali Jisung timang Ardha kecil, namum bayi itu tetap saja menangis kencang, bahkan wajahnya memerah.
Diberi susu tak mau, sudah dikeluarkan angin yang bersarang diperutnya juga tidak membuat bayi itu reda, semuanya sudah Jisung lakukan.
Suara yang nyaring rasanya sangat memekakkan telinga, berdengung bersamaan dengan suara yang semakin tinggi.
Tak bisa! Jisung yang biasa merasakan runah sangat damai harus tiba-tiba mendengar suara nyaring dari si kecil, tak mau kelepasan. Jisung kembali meletakkan Ardha kecil diatas kasur.
Pergi keluar kamar tanpa menutup pintu. Langkahnya pelan, merasa bersalah meninggalkan Ardha kecil, namum ia juga tak mau kelepasan seperti beberapa hari yang lalu, hampir saja ia meremat kuat Ardha kecil yang berada dalam gendongannya.
Beruntung ada Minho, entah apa yang terjadi jika Minho tak ada disana.
Dua air mata turun, lalu dilanjut dengan yang lainnya, sukses membuat sungai kecil diwajah kelelahan Jisung.
"Kok berat banget sihh!" rengek Jisung diatas sofa, memukul-mukul kakinya sendiri yang sedang meringkuk. Ia peluk kakinya yang ditekuk, peluk kuat sebisanya, kepalanya menggeleng ribut.
"Enggak! harus kuat, kan udah janji!... Aa' capek!" Ia remat kedua tangannya, pukul sandaran sofa, gigit kuat bibir bawahnya, guna meredam tangisannya yang semakin kenceng.
Mendengar teriakkan samar dan tangis si kecil yang kencang, secepat kilat Minho memasuki rumah, pagar depan yang belum ditutup saja Minho abaikan.
Pandangan saat membuka pintu adalah Jisung yang yang sedang menangis, penampilannya berantakan, hampir lima hari dirinya meninggalkan si manis untuk urusan pekerjaan.
Mungkinkah seharusnya ia tidak mengambil saja bantuan atasannya untuk ikut pergi kekota sebrang?
"Sayang, maaf ...." Minho rentangkan tangannya, membawa Jisung yang masih menangis kencang dalam dekapannya.
"Maaf yah, Aa' ninggalin kamu sama Dede lama-lama, kenapa? Capek, yah?" Suaranya lembut mengalun memasuki rungu, Jisung eratkan pelukannya, kepalanya mengangguk dengan napas yang tersengal.
"Maaf yah sayang, kamu hebat. Sekarang istirahat yah, biar Aa' yang jaga Dede, yah?" Minho berikan elusan sayang pada punggung sempit Jisung, kecup pucak kepala, mata dan bibir simanis. Tak lupa berikan pujian punjian menenangkan hati.
Setelah agak tenang, Jisung melepaskan pelukannya, mempersilahkan Minho untuk memasuki kamar, kasian Ardha kecil masih juga belum berhenti tangisnya.
Keadaan rumah berantakan begitu pula dengan kamar, pusing sih saat baru pulang dari kota sebrang harus melihat keadaan rumah yang berantakan seperti ini, ditambah dua kesayangannya yang sama-sama menangis dengan kencang.
"Uuh, cup-cup-cup kenapa atuh ..., anak ayah teh, mau apaa?" Minho angkat si kecil, rapalkan mantra-mantra penenang yang biasa ia dengar dari Bundanya saat menenangkan keponakannya.
Ajaib, sikecil langsung meredakan tangisnya, Jisung tentu terkejut dong, dua hari selepas Minho pergi semuanya berjalan normal, namun tiga hari belakang ini entah Kenapa si kecil jadi sangat sensitif, selalu saja menangis, bahkan rumah yang biasanya rapih sudah seperti kapal pecah karena terlalu sibuk mengurusi si kecil.
Jisung saja tak ingat kapan terakhir kali mandi. "Curang! giliran sama aku aja nangisnya enggak berhenti berhenti, giliran sama Aa' aja!" Jisung kembungkam pipinya dengan bibir mengerucut, undang kekehan gemas dari Minho.
"Istri aa yang paling imut, paling cantik, paling baik, paling manis, paling Aa' sayang, Narendra Elvanonya Aa'. Gemes banget sih kamuuuu~" Minho hampiri Jisung yang sedang terdiam diambang pintu, tangannya bersedekap dada.
Ia cubit, cium dan gigit pipi tumpah milik istri kecilnya tersebut. "Iih Aa' atuh lepas, basahh!" elak Jisung yang padahal ia suka, ia hanya malu mendengar kalimat Minho diatas.
Walaupun mulut berkata, buktinya bukannya menjauhkan Minho Jisung malah merapatkan dirinya sendiri, ikut memeluk Ardha kecil yang sudah tenang, matanya yang bulat seperti Jisung menatap tak fokus.
"Maaf yah De, Mum jahat." jisung kecup pipi kenyal si kecil, hatinya kembali sakit mengingat dirinya yang meninggalkan Ardha sendirian.
"Enggak pa-pa, Dede ngerti kok, kalo Momanya cuma mau sendiri dulu sebentar, enggak pa-pa. Eh udah makan belom?" Si manis mengangguk masih menempel begitu dekat dengan Minho dan Ardha, mengharuskannya mendongak karena tinggi yang berbeda.
"Aa' bawa ayam goreng sama cheesecake tau!" Si manis langsung semangat terlihat dari gummy smilenya yang langsung merekah.
Disini lah sekarang ketiganya berada, Diruang tamu, dengan satu kotak besar ayam goreng dan cheesecake yang tadi Minho beli saat pulang, Televisi menyala menampilkan Performance boygrup favoritnya Jisung.
Si kecil ternyata sudah kembali tertidur, namum Minho maupun Jisung enggak mengembalikan si kecil kekamar, mereka lagi cuddle soalnya.
Dengan Jisung yang duduk didepan Minho sambil memakan ayam gorengnya, membuat pipinya yang lumer bertambah volume saat ada makanan didalamnya, mengembung lucu.
Minho yang berada dibelakang Jisung dengan kaki yang terbuka agar simanis bisa duduk persis didepannya, Ia peluk pinggang kecil tersebut, senderkan kepalanya diperpotongan leher si pria manis itu.
Tak tahan, ia cium pipi si manis, sampai membuat empunya menepuk paha berotot miliknya, walaupun tau si manis tak suka diganggu jika sedang makan, namun apa boleh buat, Narendranya sangat menggemaskan!
"Aa' udah makan?" tanya si manis dengan mulut yang penuh ayam goreng.
Minho masih sibuk mengendus-endus leher Jisung, membuat Jisung kegelian tapi juga tak menolak, ia kanget pshycal touch dengan Minho.
"Udah, tapi masih laper," jawab Minho kembali terdiam, memandangi Jisung dari samping.
Tatapannya yang dalam mampus membuat Jisung yang sedang enak makan jadi grogri, walaupun sudah satu tahun hidup bersama, nyatanya tatapan maut Minho masih saja bisa membuat Jisung panas dingin.
"Udah atuh aah! Aku lagi makan!" sentak si manis mencoba menjauhkan wajah Minho.
Minho tertawa, mau sampai kapanpun Narendranya tetap saja menggemaskan sama seperti pertemuan pertama keduanya.
"Eh, aa mau atuh ayamnya, jangan diabisin sendiri." ucap Minho sadar tinggal satu potong ayam itupun yang sedang dipegang oleh Jisung.
"Iih naha atuh, bukannya bilang dari tadi!" Jisung memberikan ayam goreng yang sudah ia gigi seperempatnya.
Tapi tak kunjung diambil oleh yang lebih tua. "Katanya mau." Lagi Jisung sodorkan ayam goreng tersebut.
"Suapin, dong." ucap Mindo dengan alisnya yang naik, duh. Jisung enggak mau geer, tapi coba aja kali yah.
Senyum minho terulas saat melihat ranum pink Jisung menggulum malu, sangat mengkilat dan pink, oh! Minho rasanya ingin meraup belah tipis itu saat ini juga.
Jisung arahkan ayam goreng tersebut, ia gigit dengan ukuran agak besar, menahannya digigi depan, ia arahkan potongan ayam goreng itu didepan Minho.
Minho tentu menyambutnya dengan senang hati, bahkan senyumnya sangat lebar sampai memperlihatkan gigi-giginya yang rapih.
Minho ambil potongan ayam tersebut, sedikit menlumat bibir mengkilap tersebut. Buat jisung malu-malu, ia kunyah dengan cepat lalu telan, kembali meraup ranum tipis Jisung.
Suata kecipak khas perlahan terdengar, tangan Minho tak tinggal diam, perlahan masuk kedalam piyaman yang sedang dipakai Jisung, bertengkar di Flat stomach milik Jisung, terus merambat naik keatas.
"A-a hhh."
Mata sayu itu, selalu Minho tatap dengan pancaran pujiannya.