Bab 1 — Wajah dari Masa Lalu
✦✦✦
Langkah sepatu haknya bergema di lantai marmer gedung pencakar langit itu. Bukan langkah ragu, tapi langkah penuh perhitungan. Nara tidak pernah ragu sejak hari itu—hari ketika masa lalunya terbakar bersama jasad ayahnya di vila tua mereka. Ia tidak datang untuk bekerja. Ia datang untuk menuntaskan sesuatu yang sudah lama tertanam di kepalanya: obsesinya pada pria bernama Kael.
Kael Alistair—CEO perusahaan teknologi paling berpengaruh di Asia Tenggara. Dingin, cerdas, dan selalu penuh rahasia. Pria yang pernah sekali menatapnya waktu kuliah, dan sejak itu, semuanya berubah.
"Nama kamu siapa?" Kael menatap tajam wanita di depannya, suaranya dalam dan tanpa ekspresi.
“Nara Elizia, Sir. Saya asisten baru Anda mulai hari ini.”
Ia diam sesaat. Terlalu lama. Seolah mencoba mengingat sesuatu.
"Aku tidak pernah menyetujui adanya asisten pribadi."
"Tapi surat resmi dari HR sudah keluar, dengan tanda tangan Anda sendiri."
Nara tersenyum tipis, memperlihatkan dokumen itu. Pemalsuan. Sesuatu yang mudah bagi putri mafia yang tumbuh besar di meja perundingan berdarah.
Kael menatap tajam dokumen itu. Wajahnya tetap datar, tapi matanya sedikit menyipit. Ada sesuatu yang aneh, tapi dia tak bisa menjelaskannya.
"Baik," katanya akhirnya. “Kita lihat sejauh mana kamu bisa bertahan.”
Nara tersenyum. "Saya tidak berniat bertahan, Kael. Saya ingin tinggal."
✦✦✦
Tiga hari berlalu, dan dia sudah mulai menghafal semua kebiasaan pria itu—kopi tanpa gula jam 8 pagi, tidak suka disentuh, dan selalu membuka jendela kantor tepat pukul 17.00 seolah mengintip langit yang tak pernah berubah.
Tapi yang Kael tidak tahu, setiap langkah Nara selalu terekam. Dia punya catatan sendiri. Tentang detik saat Kael menurunkan pandangannya, cara napasnya berubah tiap kali mengingat kenangan. Karena Kael pun sebenarnya belum sembuh. Belum sembuh dari luka yang sama yang mereka bagi dulu, di universitas.
✦✦✦
FLASHBACK
Tujuh tahun lalu.
Kampus yang diselimuti hujan malam. Di pojok perpustakaan yang sepi, Kael duduk sendiri membaca file kasus pembunuhan lama. Nara mengintipnya dari sela rak buku. Bukan karena penasaran, tapi karena naksir. Waktu itu, ia belum tahu nama pria itu, tapi entah kenapa... ada sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih dalam. Ingin memilikinya.
Waktu berlalu. Saat Kael akhirnya tahu siapa Nara, semuanya sudah terlambat. Mereka sudah terobsesi. Sudah saling menaruh luka di hati masing-masing. Tapi dunia tidak mengizinkan mereka bersama. Orang tua Kael adalah musuh keluarga mafia Nara.
Sampai akhirnya, Kael menghilang tanpa jejak. Nara bersumpah akan menemukannya kembali. Karena satu hal: obsesi tak pernah bisa dilenyapkan, hanya bisa disimpan.
✦✦✦
Kini, dia berdiri di balik pintu kantor Kael. Jam 2 pagi. Gedung sudah kosong. Tapi Kael masih di dalam, mengetik dokumen.
Nara masuk tanpa mengetuk. Suasana hening. Mereka hanya saling menatap.
"Apa kamu sering menatapku waktu kuliah dulu?" tanya Kael tiba-tiba.
Nara tidak menjawab. Dia hanya berjalan perlahan, menghampiri, lalu berkata, "Aku bahkan tahu kamu meminum antihistamin tiap malam karena alergi dingin, Kael."
Pria itu membeku. "Siapa kamu sebenarnya?"
Nara tersenyum. Tapi kali ini senyumnya dingin. "Aku adalah gadis yang kamu buang, dan sekarang aku kembali bukan untuk bekerja. Tapi untuk... tinggal dalam hidupmu."
Mata Kael berubah. Dingin. Marah. Tapi... juga menaruh rindu.
Dan di balik meja itu, untuk pertama kalinya sejak tujuh tahun lalu, mereka saling menatap tanpa pelindung, tanpa topeng.
Tapi obsesi itu... tak pernah mati. Hanya menunggu saatnya bangkit dan menelan mereka berdua.
✦✦✦
Pertanyaan untuk pembaca:
Apakah cinta bisa lahir dari obsesi?
Atau... apakah obsesi itu sendiri yang menyamar menjadi cinta?