Loli, gadis manis berlesung pipi dengan rambut ikal sebahu, baru saja mengukir status baru: jomblo. Setelah hampir setahun berpacaran, akhirnya hubungan itu kandas juga. Tapi hidup tetap harus berjalan, kan?
Malam ini, Loli ikut sepupunya, Anna, yang jalan bareng pacarnya, Edi, ke sebuah acara komunitas. Sebenarnya Loli males sih, karena dia bakal jadi Baygon alias pengusir nyamuk alias nyamuk di antara dua sejoli. Tapi karena gak enak nolak ajakan Anna, dia ikut juga.
Edi tuh tipe cowok idaman banyak perempuan. Ganteng, baik, dan kocak. Tapi justru itu bikin Loli makin gak enak—soalnya dia kayak penonton di bioskop, tapi duduk di antara layar dan penonton. Gak nyaman banget.
“Ann, aku ke toilet dulu ya,” kata Loli, mencari alasan untuk kabur sejenak dari adegan romantis yang gak dia undang.
“Aku temenin,” kata Anna sigap.
Dan ternyata keputusan kecil itu mengubah malam Loli.
Saat keluar dari toilet, mereka bertemu dua cowok. Loli kenal. Yang satu Diego—pacar kakaknya, Kirana. Satunya lagi Lexi—cowok yang dulu pernah ngelempar dia pakai gulungan kertas waktu Loli main ke sekolahnya. Isinya cuma tulisan: “Senyum dong.”
Saat itu Loli cuma bilang dalam hati: “Apa-apaan sih? Biarpun kamu mau sama aku, aku gak akan mau.”
Tapi sekarang cowok itu berdiri di depannya. Dan senyumnya... lumayan bikin deg-degan.
“Kirana tadi kami lihat lho,” kata Diego.
“Hah? Kakakku? Dia kan di kota, kuliah...” Loli mengernyit.
“Iya, tadi dia bilang baru sampai,” sahut Lexi, membenarkan.
Loli langsung loncat kecil, kegirangan kayak anak kecil dikasih permen. Mereka tertawa melihatnya.
“Eh aku permisi ya, mau balik ke Anna.”
“Eh, tunggu. Bagi minuman kalengmu dong. Tinggal dikit nggak apa-apa,” pinta Diego sambil nyengir.
“Nih,” Loli nyodorin minuman kalengnya yang tinggal setengah.
Malam terus berjalan. Anna entah ke mana sama Edi. Loli akhirnya ketemu kakaknya. Tapi Kirana malah jalan sama Diego, tinggal Loli dan Lexi bengong berdua.
“Daripada bengong, jalan yuk,” ajak Lexi.
Mereka naik motor keliling kota, hingga akhirnya berhenti di sebuah jembatan. Bintang malam itu luar biasa indah, bertaburan seperti confetti dari langit.
“Liat deh,” bisik Loli.
Dan tanpa aba-aba, Lexi mencium pipi Loli. Cepat. Ringan. Tapi cukup bikin jantung Loli loncat salto.
“Lexi!” Loli kaget. “Antar aku pulang!”
“Bentar dulu. Ngobrol dulu, ya?”
Setelah duduk lagi, mereka lanjut ngobrol. Dari obrolan Loli tahu kalau Lexi juga jomblo baru putus dari pacarnya.
Lagi-lagi, Lexi mencium pipinya. Loli berdiri mendadak.
“pasti mau Mau pulang, ?” tebak Lexi.
Loli tersenyum, malu-malu. “Iya aku mau pulang!"
"Nanti ya aku antar kita jalan dulu?"
Mereka jalan kaki menyusuri jalan.
“Sebelah sini kamu,” kata Lexi sambil menarik tangan Loli ke sebelah kirinya.
“Hah? Kenapa?”
“Perempuan harus di sebelah kiri. Kalau ada motor lewat, kamu gak kesenggol.”
"Biar aku aja yg kesenggol!"
Deg. Loli diam-diam terharu. Sweet banget sih ni cowok?
Akhirnya mereka duduk di bawah pohon mangga, ngobrol sampai malam makin larut. Ketika jam menunjukkan pukul 12.30, Loli minta diantar pulang. Sampai di rumah, mamanya yang buka pintu.
“Kirana mana? Kamu sama siapa?”
“Kirana belum pulang, Ma. Aku bareng Lexi, anaknya Om Anton,” jawab Loli.
Loli masuk kamar dan menunggu kakaknya. Jam satu lewat, terdengar suara motor berhenti. Kirana datang.
“Ngapain kamu ninggalin aku?” tanya Kirana begitu masuk.
“Aku kira Kakak udah pulang.”
“Kamu jadian ya sama Lexi?”
“Enggak.”
“Gak apa-apa kali. Kalau kamu mau. Dia ganteng, mirip Roger Danuarta.”
Deg.
Loli senyum-senyum sendiri. Siapa sih yang gak mau sama cowok seganteng Lexi?
Malam itu, Loli baru bisa tidur menjelang subuh. Matanya terpejam dengan senyum kecil di bibirnya. Malam Minggu yang dia kira bakal sepi, justru jadi awal kisah baru yang manis.
---
Dua Minggu Kemudian...
Sudah dua minggu sejak malam penuh bintang itu. Loli masih sering senyum-senyum sendiri tiap ingat ciuman kilat di pipi, omongan Lexi yang manis, dan cara dia narik tangan Loli ke sisi kiri jalan.
Dan malam ini, mereka janjian ketemu lagi.
Di taman kota, di bawah lampu temaram, Lexi sudah nunggu sambil mainin kunci motor di jari. Pas Loli datang, cowok itu langsung berdiri. Baju flanel, celana jeans, rambut agak berantakan. Tetap cakep. Dan tetap... bikin Loli grogi setengah mati.
“Hai,” sapa Loli sambil duduk di sebelahnya.
“Hai juga. Kamu kayaknya makin manis, ya. Atau aku aja yang makin jatuh cinta?” goda Lexi.
Loli langsung menunduk. Duh ni cowok, gombalnya bisa dibotolin.
Mereka ngobrol lama, bahas yang receh sampai yang gak penting. Sampai akhirnya Lexi tiba-tiba serius.
“Lo, aku mau ngomong sesuatu,” katanya sambil duduk lebih dekat.
Jantung Loli langsung dung-dung-dung.
“Aku suka sama kamu,” ucap Lexi, menatap mata Loli. “Bukan cuma suka deh… aku jatuh cinta. Aku pengen kamu jadi pacarku.”
Sunyi.
Loli cuma bengong. Tatapannya ke depan. Udara kayak berhenti.
Lexi ngedipin mata sekali, dua kali. “Lo… halo? Kamu ngerti bahasa Indonesia, kan?”
Loli masih diam. Matanya memandang rumput.
“Eh… kamu masih di sini? Atau udah ngilang jadi roh halus?”
Loli cengengesan, tapi belum jawab juga.
Lexi mulai gelisah. “Aku nembak kamu, bukan ngasih teka-teki silang. Kok gak dijawab-jawab?”
Loli ngunyah bibir bawah. “Aku…”
“Iya?” Lexi makin merapat.
“Aku mikir dulu…”
“YA AMPUN LOLI INI NEMBAK APA NGISI FORMULIR SPPD?”
Loli ngakak. Tapi masih belum jawab.
Lexi berdiri. “Ya udah deh, aku pulang. Nungguin jawaban kamu kayak nunggu paket COD yang nyasar ke kampung tetangga.”
Loli ikut berdiri dan narik lengannya. “Lexi…”
“Apa?” katanya sambil manyun.
“Aku suka sama kamu… dan aku cinta.”
Lexi langsung melongo. “HAH?”
Loli nyengir. “Iya beneran. Suka banget malah.”
Dan tanpa banyak kata, Lexi langsung melingkarkan lengannya ke tubuh Loli. Memeluknya erat. “Akhirnyaaaa! YESSS!”
Loli ngakak sambil dipeluk. “Kamu lebay.”
“Kamu nyiksa aku. Dua minggu ini aku udah siap-siap mental ditolak. Tadi tuh deg-degan setengah mati. Kayak nunggu hasil ujian nasional!”
Loli tersenyum, lalu berbisik, “Tapi kamu lulus kok…”
Lexi cengengesan kayak anak kecil dikasih mainan. “Lulus dengan predikat: pacarnya Loli.”
---
Selesai.