Belajarlah untuk berani,
Bukan hanya untuk berani mencintai dan memperjuangkan, tapi juga berani untuk selesai.
Karena tidak semua hal yang kita genggam kuat-kuat akan tetap tinggal. Terkadang, sesuatu yang kita jaga dengan hati-hati justru memilih pamit tanpa permisi.
Lalu kita diam, menggigil, menangis, danengita bahwa semakin kuat kita bertahan semakin besar kemungkinan hubungan itu tetap utuh.
Padahal…tidak semua yang kita genggam itu ditakdirkan untuk menjadi milik kita.
Beranilah selesai
Tanpa marah
Tanpa dendam
Tanpa menuntut penjelasan yang tak kunjung datang
Ada masa dimana kita tak butuh penutup yang indah
Tak perlu akhir yang sempurna …
Yang kita butuhkan hanya keberanian untuk kembali berdiri sendiri.
Menghapus air mata sia-sia tanpa mengutuk, tanpa membenci.
Mengikhlaskan tanpa harus memaksa untuk dimengerti dan dipahami.
Terkadang, orang pergi bukan karena kita buruk tapi karena masanya sudah habis. Sesederhana itu…
Tapi yang membuat semuanya jadi rumit adalah bagaimana hati kita harus belajar menerima kenyataan tanpa menggerogoti hati dengan amarah yang membakar dan menisbikan dendam.
Kita hidup di dunia yang seringkali tidak memberikan kita alasan. Tidak semua luka, datang dengan penjelasan.
Dan tidak semua kepergian memberi ruang dengan kata “maaf” atau “terima kasih”.
Lalu disinilah keberanian kita diuji. Tidak mengungkit, tidak bertanya terus menerus dan berusaha untuk tidak menyimpan benci dalam dada.
Kita tidak harus menyalahkan siapa pun. Tidak dia, tidak diri kita sendiri. Kadang, hubungan yang gagal bukan karena ada yang salah tapi karena waktunya sudah habis. Perjalanan itu sudah mencapai ujungnya.
Dan satu satunya hal yang tersisa adalah, memilih untuk diam dalam luka atau melangkah dengan penuh keberanian.
Selesai bukan berarti kalah
Selesai bukan berarti menyerah
Selesai adalah bentuk keberanian tertinggi untuk menghargai diri sendiri
Untuk berkata, “Aku pantas bahagia, meski tanpamu.”
Jadi belajarlah …
Berani selesai, meski masih cinta
Berani melepaskan, meski masih ingin bertahan
Berani menerima, meski tak ada kata “kenapa”
Berani berdamai dengan kenyataan, bahkan saat luka belum sepenuhnya kering.
Berani menyelesaikan … bukan karena tak bisa lanjut, tapi karena kamu tahu ada saatnya semua harus berhenti.
Kamu pantas untuk memulainya lagi, tanpa membawa luka lama ke dalam kisah yang baru.
Tak perlu dendam karena kamu bukan orang yang layak untuk menyimpan racun dalam dada. Tak perlu marah, karena kamu sudah cukup kuat untuk mengerti bahwa … tidak semua orang mencintaimu dengan cara yang sama seperti kamu mencintai mereka.
Cukup selesai dan berbahagialah karena kamu berani.
Karena tidak semua orang bisa berani dan mencapai titik ini.
Semangat ya … wahai hati yang terluka.