Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, hiduplah seorang gadis cantik bernama Cinde Roro Sari. Ia adalah anak tunggal dari seorang pria yang dulunya sangat mencintai istrinya, tetapi kini hidupnya penuh kesedihan setelah sang ibu meninggal dunia. Ayahnya yang kemudian menikah lagi dengan seorang wanita yang jahat dan dua anak tirinya yang sombong, membuat hidup Cinde semakin sulit.
Setiap hari, Cinde harus bekerja keras di rumah, mencuci pakaian, membersihkan rumah, dan memasak, sementara ibu tirinya, Nyi Roro Wulan, bersama dengan dua saudara tirinya, Endang dan Wulandari, hanya bersantai dan menikmati hidup. Mereka memperlakukan Cinde dengan sangat kejam, menyuruhnya untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tanpa belas kasihan.
Namun, meski sering diperlakukan tidak adil, Cinde tetap sabar dan tidak pernah mengeluh. Ia tahu, bahwa suatu hari nanti, kehidupannya akan berubah.
Suatu hari, sebuah berita besar menyebar di seluruh desa. Sang Raja mengundang semua gadis muda di kerajaan untuk datang ke pesta di keraton, karena ia ingin mencari calon istri untuk Pangeran Adipati, putranya yang tampan dan bijaksana. Endang dan Wulandari sangat gembira mendengar berita itu. Mereka berdua segera mempersiapkan diri dengan pakaian mewah dan riasan wajah yang indah.
Namun, Cinde merasa sangat sedih. Ia ingin sekali menghadiri pesta itu, tetapi ibu tirinya tidak mengizinkannya. “Kamu tidak pantas pergi ke pesta, Cinde. Kamu terlalu miskin dan kotor. Kerja saja di rumah,” kata ibu tirinya dengan kasar.
Cinde merasa hancur, tetapi ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia terus bekerja keras di rumah, mempersiapkan pakaian untuk ibu tiri dan saudara tirinya yang akan berangkat ke keraton.
Saat Cinde sedang menangis sendirian di pojok rumah, tiba-tiba muncul seorang bidadari yang datang dari awan lembut. Bidadari itu mengenakan pakaian kebaya Jawa yang sangat indah dan membawa sepasang sepatu emas yang berkilauan. Bidadari itu tersenyum lembut kepada Cinde dan berkata, “Cinde, aku datang untuk membantumu. Pergilah ke pesta keraton, namun ingatlah satu hal: kamu harus pulang sebelum tengah malam, sebelum sihir ini hilang.”
Dengan sentuhan sihir, pakaian kotor Cinde berubah menjadi gaun kebaya putih yang cantik, dihiasi bunga melati di rambutnya. Sebuah kereta dari labu yang ajaib muncul, lengkap dengan kuda yang berasal dari naga kecil yang dikendalikan oleh bidadari tersebut.
Cinde pun berangkat menuju keraton dengan hati yang gembira, meski ia tahu bahwa ia harus kembali sebelum tengah malam.
Sesampainya di keraton, semua mata tertuju pada Cinde Roro Sari, gadis cantik yang mengenakan gaun putih berkilauan. Pangeran Adipati, yang melihatnya pertama kali, langsung jatuh cinta padanya. Mereka berdansa bersama sepanjang malam, dan Pangeran tidak bisa melepaskan pandangannya dari Cinde.
Namun, saat waktu hampir menunjuk tengah malam, Cinde mengingat pesan dari sang bidadari. Ia segera melarikan diri dari pesta, meninggalkan Pangeran yang terpesona. Dalam kepanikannya, sepatu emas Cinde terjatuh di tangga keraton.
Pangeran Adipati merasa sangat kehilangan, dan ia memutuskan untuk mencari pemilik sepatu itu, dengan harapan dapat bertemu dengan gadis yang telah mencuri hatinya.
Keesokan harinya, Pangeran Adipati mengirimkan utusannya ke seluruh penjuru desa untuk mencari gadis yang memiliki sepatu emas itu. Ketika utusan tiba di rumah Cinde, ibu tirinya dan kedua saudara tirinya sangat bersemangat. Mereka mencoba memaksa sepatu itu masuk ke kaki mereka, tetapi tidak berhasil. Sepatu itu terlalu kecil untuk mereka.
Akhirnya, Cinde yang tengah berada di rumah mendekati utusan itu dan mencoba sepatu emas itu. Sepatu itu pas dengan sempurna. Pangeran Adipati yang mendengar kabar itu langsung datang untuk menemuinya.
Pangeran Adipati akhirnya menemukan Cinde, gadis yang ia cari. Mereka berbicara dan Pangeran mengungkapkan perasaannya yang tulus. Cinde yang juga sudah jatuh cinta pada Pangeran merasa bahagia, dan ia menerima lamaran itu.
Pernikahan mereka diadakan dengan meriah di keraton, dan seluruh desa datang untuk merayakan. Ibu tiri dan saudara tirinya menyesal karena telah memperlakukan Cinde dengan tidak adil, namun semuanya sudah terlambat. Cinde kini menjadi Permaisuri, dan ia hidup bahagia bersama Pangeran Adipati.
Tamat