Rumah. Bukan sekadar bangunan dari batu dan semen, melainkan sebuah metafora dari kedamaian dan kebahagiaan. Tiara merindukan rumah, bukan rumah yang dihuni bersama suami dan mertuanya, tetapi rumah yang dibangun dari keringatnya sendiri; rumah yang menjadi benteng pertahanan terakhirnya dari badai kehidupan. Tiga tahun pernikahan, tiga tahun pula ia berjuang melawan badai hutang dan kekecewaan yang tak berujung. Namun, impian memiliki rumah sendiri tetap menyala dalam hatinya, bagaikan api unggun yang tak pernah padam. Itu bukan sekadar tempat tinggal; itu adalah simbol kemerdekaan dan kebahagiaan yang selama ini ia rindukan.
Hutang pernikahan yang menumpuk, janji-janji suami yang tak ditepati, dan sikap acuh tak acuh sang suami telah mengubah rumah menjadi tempat yang sesak dan penuh tekanan. Lebih menyakitkan lagi, perlakuan buruk dari saudara iparnya yang disaksikannya sendiri, dibiarkan begitu saja oleh suaminya. Suami yang dulunya penuh perhatian kini seakan berubah menjadi orang asing. Kecewa dan sakit hati bercampur aduk dalam dirinya. Tiara merasa terkekang, terpenjara dalam sebuah hubungan yang tak lagi memberinya kebahagiaan. Kini, ia menyadari bahwa hidup yang bebas, hidup yang ia kendalikan sendiri, adalah tujuannya. Rumah sendiri menjadi simbol dari kebebasan tersebut.
Ia menabung diam-diam, setiap rupiah yang ia sisihkan adalah batu bata yang perlahan-lahan membangun istananya sendiri. Ia bekerja keras, lembur, bahkan mengambil pekerjaan sampingan, demi mewujudkan impiannya. Setiap lelah yang ia rasakan, setiap keringat yang membasahi keningnya, adalah pengorbanan yang ia lakukan untuk masa depannya yang lebih baik. Rumah itu bukan sekadar tempat tinggal, tetapi simbol kekuatan dan kemandiriannya. Ia telah berubah. Kecewa dan sakit hati telah mengubahnya menjadi seseorang yang lebih tegar, lebih kuat, dan lebih mandiri. Ia tak lagi bergantung pada suami yang acuh dan keluarga mertua yang tak mendukungnya. Ia belajar untuk mengandalkan dirinya sendiri. Ia belajar untuk berjuang sendiri. Dan ia akan membuktikan bahwa ia mampu mewujudkan impiannya sendiri, tanpa harus bergantung pada siapa pun. Rumah itu adalah bukti bahwa ia mampu berdiri di atas kakinya sendiri, bebas dari belenggu hutang dan kekecewaan. Rumah itu adalah awal dari babak baru dalam hidupnya, babak di mana ia akan menentukan jalan hidupnya sendiri, bebas dari belenggu hutang dan kekecewaan. Rumah itu adalah simbol dari kebebasan dan kemandiriannya.
Namun, bagaimana Tiara mampu mewujudkan mimpinya yang begitu besar itu? Akankah ia berhasil mengumpulkan cukup uang untuk membeli rumah impiannya? Dan bagaimana reaksi suaminya ketika Tiara akhirnya memiliki rumah sendiri?
(Bersambung...)