Langit malam membentang luas di atas desa Sunara, tempat di mana waktu berjalan lambat dan cahaya bintang bisa dilihat dengan jelas. Di tepi danau biru yang tenang, seorang gadis duduk sendiri. Namanya Ayla, seorang siswi SMA biasa yang menyukai kesendirian dan malam yang sunyi.
Namun sejak malam itu, semuanya berubah. Saat ia nyaris tenggelam karena terpeleset ke danau, seseorang menyelamatkannya. Seorang pemuda asing—berpakaian serba hitam, bermata kelabu seperti awan badai.
Ia memperkenalkan diri dengan nama Ravel. Sejak itu, Ravel sering muncul di malam hari, hanya saat bulan purnama menggantung di langit. Ayla tahu, ia bukan manusia biasa. Sesuatu dari Ravel terasa asing, namun damai.
"Aku berasal dari dunia lain," ucap Ravel pada malam keempat belas mereka bertemu. "Dunia yang hanya bisa dicapai melalui celah waktu di balik danau ini. Aku ke sini karena... entah kenapa, aku terpanggil."
Ayla menatapnya lekat-lekat. Hatinya tahu, ini bukan cinta biasa. Ini adalah perasaan yang melampaui logika.
"Kenapa kamu terus datang?" bisiknya.
"Aku ingin mengerti kenapa dunia ini... dan kamu, menarikku begitu kuat."
Mereka terus bertemu. Tertawa, berbicara, saling mengenal. Tapi setiap malam, waktu mereka terbatas. Saat fajar datang, Ravel akan menghilang, meninggalkan Ayla dalam sunyi.
Suatu malam, Ravel menggenggam tangan Ayla erat. "Jika aku membawamu ke duniaku, kamu tak bisa kembali. Waktu tak sama di sana. Tapi jika kamu menginginkannya... aku akan menunggumu di danau, satu kali terakhir."
Ayla bingung. Haruskah ia tinggalkan segalanya demi cinta yang belum pasti?
Malam itu, Ayla tak datang ke danau. Tapi ia meninggalkan sesuatu di tempat biasa mereka duduk—sebuah surat.
"Aku tidak bisa mengikutimu. Tapi aku akan tetap mencintaimu dari sini, dari duniaku. Jika suatu hari kita bertemu lagi, meski dalam wujud yang berbeda, aku yakin hatiku akan tetap mengenalmu."
Ravel membaca surat itu dalam diam. Lalu ia kembali ke celah dunia yang menunggunya—membawa rasa yang belum selesai.
Dan Ayla, setiap malam duduk di tepi danau, menatap bayangannya sendiri di permukaan air. Menunggu. Entah untuk apa. Tapi hatinya tahu, cinta sejati tak pernah benar-benar pergi.