Embun pagi menyelimuti Kyoto yang tenang. Sakura mulai bermekaran, menebarkan kelopak merah muda lembut di sekitar kuil kuno tempat aku, Hana, sering menghabiskan waktu. Aku duduk di bawah pohon sakura yang besar, mengamati adikku, Ren, yang baru berusia sepuluh tahun, tengah asyik bermain dengan anak panah kecil yang terbuat dari kayu. Dia begitu terfokus, matanya berbinar dengan konsentrasi yang luar biasa.
Ren bukanlah anak biasa. Sejak kecil, ia menunjukkan bakat yang luar biasa dalam memanah. Bukan hanya akurasi tembakannya yang mengagumkan, tetapi juga instingnya yang tajam dan seolah-olah memahami gerakan angin dan targetnya dengan sempurna. Kakek kami, seorang penjaga kuil yang bijaksana, pernah berbisik padaku bahwa Ren adalah reinkarnasi dari Yumi no Kami, Dewa Panah legendaris dalam mitologi Jepang. Aku awalnya ragu, menganggapnya hanya dongeng, sampai aku menyaksikan sendiri kemampuan adikku.
“Onee-chan, lihat!” seru Ren, suaranya penuh semangat. Dia melepaskan anak panah kecilnya, terbang dengan kecepatan yang mengejutkan, mengenai sasaran tepat di tengah lingkaran. Sasaran itu bukanlah target biasa, melainkan sebuah buah persik kecil yang tergantung di dahan pohon yang cukup jauh.
“Luar biasa, Ren,” kataku, takjub. “Bagaimana kau bisa begitu akurat?”
Ren tersenyum, matanya berbinar. “Aku hanya… merasakannya, Onee-chan. Aku merasakan angin, dan aku tahu ke mana panahku harus pergi.”
Kakek kami, yang muncul dari balik pohon sakura, mengangguk pelan. “Ren memiliki bakat yang langka, Hana. Dia adalah pembawa warisan Yumi no Kami.”
Beberapa bulan kemudian, sebuah bencana menimpa Kyoto. Hujan deras tak henti-hentinya melanda kota, menyebabkan banjir besar dan tanah longsor. Banyak rumah hancur, dan orang-orang kehilangan tempat tinggal. Di tengah kekacauan itu, muncullah ancaman yang lebih besar: sebuah roh jahat kuno yang terbangun dari tidurnya yang panjang, mengancam akan menghancurkan Kyoto.
Para pendeta dan samurai berusaha menghentikan roh jahat itu, tetapi mereka kewalahan. Roh jahat itu memiliki kekuatan yang luar biasa, mampu memanipulasi elemen alam. Dalam keputusasaan, mereka mencari bantuan dari kakek kami, yang kemudian mengungkap rahasia tentang Ren dan Yumi no Kami.
“Hanya Ren yang dapat menghentikan roh jahat itu,” kata kakek kami, suaranya berat. “Dia adalah satu-satunya yang memiliki kekuatan untuk mengalahkan Oni itu.”
Ren, meskipun masih muda, menunjukkan keberanian yang luar biasa. Dia menerima takdirnya sebagai reinkarnasi Yumi no Kami. Kakek memberinya busur dan anak panah sakti, pusaka kuno yang telah disimpan selama berabad-abad. Busur itu terbuat dari kayu sakti, diukir dengan simbol-simbol suci, dan anak panah itu terbuat dari batu giok yang berkilau.
Di tengah badai dan hujan yang mengamuk, Ren menghadapi roh jahat itu. Pertempuran berlangsung sengit. Roh jahat itu melepaskan serangan dahsyat, tetapi Ren mampu menghindarinya dengan kelincahan yang luar biasa. Dia menembakkan anak panahnya dengan akurasi yang sempurna, setiap tembakan mengenai titik lemah roh jahat itu.
“Kau tidak akan bisa mengalahkanku!” teriak roh jahat itu, suaranya menggelegar.
“Aku adalah Yumi no Kami,” jawab Ren, suaranya tegas meskipun masih terdengar seperti anak kecil. “Dan aku akan melindungi Kyoto!”
Setelah pertempuran yang panjang dan melelahkan, Ren akhirnya berhasil mengalahkan roh jahat itu. Dengan tembakan terakhirnya, ia menembus jantung roh jahat itu, dan roh itu lenyap menjadi debu. Kyoto diselamatkan.
Ren, si anak kecil yang sederhana, menjadi pahlawan Kyoto. Kisah keberaniannya dan kekuatannya yang luar biasa akan selalu dikenang, sebagai bukti nyata bahwa bahkan anak kecil pun dapat memiliki kekuatan yang luar biasa jika mereka memiliki tekad dan keberanian untuk melindungi apa yang mereka cintai. Dan aku, sebagai kakak perempuannya, akan selalu bangga padanya, adikku, reinkarnasi Dewa Panah.