Saat matahari semakin rendah, cahaya merah dan jingga memenuhi langit. Pemandangan matahari terbenam menjadi sangat indah, dengan warna-warna yang memukau.
Orang-orang mulai menikmati sore hari dengan berbagai aktivitas, seperti berjalan-jalan di taman, bersepeda, atau sekadar duduk di teras rumah menikmati suasana.
Banyak orang menggunakan waktu sore untuk berkumpul dengan keluarga atau teman-teman. Mereka bisa berbagi cerita, menikmati makanan ringan, atau bermain bersama.
Kehidup yang selalu menjadi bayang bayangan, selalu menjadi doa yang ingin segra dikabulkan, keinginan menjadi puncak keegoisan, renungan menjadi landasan.
Aku Nafisa namaku memiliki arti Berharga, nama tak berlaku untuk raga dan jiwanya. Kesunyiaan menemani jalan hidup tak bewarna ini, berat dipikul. Banyak cercaan yang dilontarkan kepadaku, anak sial, bodoh, tak tau diuntung, hama dan sebagainya. Aku tak sakit, hanya saja merasa tak hidup. Dimana letak kesalahanku?
Tuhan bolehkah aku berteriak? untuk berteriak saja aku sudah tak kuat. Terlalu berat rahangku untuk bersuara, terlalu perih hatiku untuk merasa, terlalu lelah pikiranku untuk berfikir sejenak, terlalu berat bibirku untuk mengucap sepatah kata maupun kalimat. Ya tuhan cobaan apa ini, mengapa terlalu bertubi tubi.
Kini aku berada di taman rumah sakit menikmati sore dengan sang kekasih yang selalu mewarnai kosongnya hidupku.
"Nah kita duduk disini aja ya" ucap Abuy sang kekasih sambil ia mendorong kursi roda untuk menuju kursi yang kebetulan berada di tanam rumah sakit
"Kita perlu ngerileks in tubuh yang jenuh ini" memindahkan nafisa ke kursi besi itu
"hahaa" tawaku garing
"kamu gak capek ngerawat aku selama 3 bulan?" Tanyaku
"Capek kenapa coba, udah gak usah mikirin aneh aneh" jawabnya
"Yang penting sekarang tuh kamu sembuh" jelasnya
aku terkena autoimun yang menyerang otak, yang menyebabkan kerusakan organ mengharuskan diriku terbaring dikasur rumah sakit, dengan infus yang harus selalu terpasang menempati nadi.
Senyumanku getir tak kuat menahan tangis, air yang menggenang di kelopak mata turun begitu saja, membuat kekhawatiran sang kekasih yang menemaniku menikmati sore hari,menatapku kasihan, seolah-olah aku perlu untuk dikasihani.
"Kamu gpp, dimana yang sakit?" Wajahnya jelas menunjukan kekawatiran-nya
"Aku cuma mikir, kalo semisalnya aku udah gak kuat sama rasa sakit ini dan memilih untuk pergi" isak membuat kalimat yang ku ucap terhenti, "Kamu gimana" menatap sedu
"Ngomong apa si kamu, lagi capek ya? Ini minum dulu" menyondorkan air mineral yang memang Efan bawa sebelum membawaku jalan-jalan.
"Aku gak haus, cuma butuh istirahat aja hehe" mengelap air mata dengan ukiran senyum yang menyerta di bibir
"Aku capek, ngantuk boleh gak aku bersandar di bahu, mau tidur-in badan ini sebentarr aja" pitaku memohon
"Ulu ulu pacarku ngantuk nih, sini sini sender dibahu epan" menyerahkan bahu nya untuk nafisa
"Makasih epay"
"Aku izin tidur di bahu mu ya, nanti kalo udah sore banget kamu boleh bangunin aku" senyum lebar
"Asiap tuan putri" menggenggam tangan nafisa erat
Kini nafisa bersandar dibahu gagah abuy, perlahab ia memejamkan matanya
"Udah tidur aja, cepek banget pasti" mengelus rambut dengan tangan yang tak menggenggam jari jari mungil nafisa
Sudah lewat 15 menit lebih, aku sudah membangunkan nafisa berkali kali tapi tak merespon apapun "Sayang lanjut ke kamar aja, udah dingin diluar" menepuk pipi nafisa pelann "Nafisa kamu udah kedinginan, tangan kamu dingin banget, ampe pucet itu muka" kenapa ini mengapa hati ku terus berdebar kencang
"TOLONG DOKTERR" teriakku memohon agar bantuan datang.
Kebetulan, dokter wanita melewati taman yang menjadi tempat singgah sementarku dan pacar
"Kenapa mas?" Terlihat ia tergesa-gesa menghampiriku
"Tolong pacar saya gak bangun-bangun" kawatirku
"Mas tenang, baringin pacarnya ke pangkuan mas"
Tak pake lama aku memindahkan nafisa ke pangkuan, badannya selonjor ke kursi besi yang panjang, dokter pun memeriksa seluruh nadi dan nafas , membuatku terengah-engah
"Innalilahi" ucap dokter berhijab itu
"Pacar mas udah gada"
Duarrr, Tepatt sungguh tepat petir menyambar permukaan bumi menghasilkan dentuman keras, Sama hal nya dengan aku.
"Engga, engga, saayang bangun" memeluk raga nafisa yang kini jiwa nya telah pergi
"Sayang, sayang bangun! Katanya cuma istirahat" Tangisku pecah, suara hujan mendekat.Kini hujan bersamaan dengan aku yang terpuruk kehilangan hal berharga.
Terlihat beberapa orang yang mengenakan jas biru dan putih sambil memdorong tempat tidur milik rumah sakit.
Dear author:: selalu direvisi tak lanjut untuk kenyamanan para readres 🙌🫶