Hari itu hari yang sangat menenangkan, setelah kuliah usai aku pergi ke jalan kota untuk merilekskan pikiran ku. Dalam hal itu, penuh pertanyaan yang sangat aku ingin perjuangkan tapi belum pasti.
Benar, ingin rasanya menjadi sosok yang berguna bagi orangtua kelak. Yang tidak melibatkan mereka dalam hal kecil mau pun besar. Saat aku berpikir sejenak tanpa sadar aku berada di ujung tanduk kamatian.
"Tiiinnnnnn............"
"Brakkkk............."
Motor yang baru di beli oleh orang tua hancur dan jauh dari tubuhku. Jalanan penuh dengan darahku yang mengalir. Mobil yang menabrakku berhenti dengan asap di depannya. Sesaat semuanya ramai, dan kesadaran ku pun hilang dan gelap yang terlihat.
Samar-samar aku mendengar orang-orang berbicara di sekitar ku. Mereka membahas siapa aku dan dari mana aku berasal. Karena mereka tidak menemukan kartu identitasku.
Benar karena dompetku tertinggal di tas kuliah yang aku tinggalkan di kos. Karena aku merasa aku hanya Keluar sebentar tanpa membeli apapun.
Tidak tau kapan dan tanggal berapa saat itu aku terbangun. Aku merasa.... Kalau aku membuka mata, tapi ....? Kenapa... Tidak ada apapun dan hanya kegelapan yang Ada. Aku merasa di saat itu masih di dalam mimpi atau masih tidak sadarkan diri.
Namun, perasaan positif itu di patahkan oleh seseorang yang memanggil dokter. Tidak tau kenapa aku memang menoleh ke arah suara itu, tapi akuntidak dapat melihat apapun.
Apa yang terjadi padaku? Aku ada di mana, dan kemana semua orang?
Sesaat tiba-tiba ruanganku seperti banyak orang. Aku mulai ditanya dan di periksa. Tapi aku masih bingung dengan keadaan ini.
Apa mataku tertutup? Kenapa tidak bisa di buka? Tapi aku merasa rasanya membuka mata sendiri, tapi kenapa gelap?
Orang mulai berbicara kencang, mengatakan
" Bagaimana dengannya dokter?, apa yang di katakanya? Padahal ia membuka matanya sendiri!" Ucap seseorang tanpa diketahui.
Dokter langsung memeriksa di bagian mataku. Saat itu firasat ku sudah tidak enak, tentunya aku tau itu apa.
"Dia mengalami kebutaan diakibatkan oleh kecelakaan itu. Saya tidak tau pasti apakah bisa sembuh seperti semula atau tidak, karena kecelakaan itu sangatlah parah untuk nya!" Ucap dokter di balik kegelapan mataku yang tidak dapat melihat nya.
Hatiku sakit mendengarnya, tapi lebih sakit lagi bagaimana dengan orang tuaku yang masih bekerja keras di sana untuk membiayai kuliah ku dan adik-adikku.
Dimana orang tuaku? Apakah mereka ada disini?
Sejenak aku tidak mendapatkan jawaban, mereka tidak mengetahui identitasku dan merawatku di rumah sakit selama 1 bulan.
Ternyata aku sudah 1 bulan tidak bangun. Dan bagaimana dengan kuliah ku? Orangtua ku? Apa mereka mencari ku karena tidak ada kabar?
Aku kemah saat memikirkan orangtuaku, aku menangis dan tidak dapat berkata apapun dalam kegelapan itu. Tapi aku sedikit bersyukur karena masih hidup dan dalam keadaan yang baik.
"Aku minta maaf, jika saat itu aku tidak melamun, mobilku pasti di akan berlawanan arah dengan motor mu" lirih seorang wanita yang mendekatiku.
Aku mulai reda dengan perkataannya, tapi sedih itu tidak hilang. Aku meraba dan mengambil tangannya.
"Aku minta maaf, aku telah merebut indra penglihatan mu, aku sangat menyesalinya " lanjut wanita itu lagi.
Aku tersenyum kecil dan menahan tangisan. Dengan lirih aku mengucapkan
Semuanya sudah terjadi, aku tidak akan mempermasalahkan nya, tapi aku juga ga mau orangtuaku susah karena aku yang buta. Aku ga mau orangtuaku tau kalau aku tidak dapat lagi menjalankan aktivitas seperti biasa. Aku bingung harus apa. Tapi kalau tidak memberitahukan mereka bagaimana denganku?
"A, aku, aku akan bertanggung jawab. Aku akan mencarikan pendonor untukmu. Dan selama itu aku dan keluarga ku yanga kan mengurusmu. Kamu tenang saja" lirih wanita itu.
Aku bingung dengan keluarga ini, kenapa mereka sebaik itu untuk merawatku. Tapi jika aku menolak, aku akan membuat orang tuaku sedih dan kesusahan
Terimakasih sudah mau menampung ku, aku hanya punya permintaan, jangan beritahu orang tuaku kalau aku kecelakaan dan mengalami kebutaan, apakah kalian keberatan?
Aneh dan sungguh aneh, mereka menerima ku dengan senang hati. Aku di rawat, di jaga dan diperlakukan sebaik Mukin oleh mereka.
Dan anehnya lagi dia, Vani seorang mahasiswa perempuan yang menangis lirih meminta maaf padaku, selalu menemaniku di saat ia sedang berada di rumah.
Dia memberikanku hadiah kecil yang dapat di dengar, belajar menggunakan tongkat dan belajar untuk membaca dengan khusus. Terkadang aku merasa kasihan padanya yang harus mengurus ku setelah selesai kuliah dan mengerjakan tugas-tugas kuliahnya sambil menemaniku.
Saat itu pertama kalinya aku bertanya.
Apakah aku sangat merepotkan mu?
Tanpa terduga ia dengan senang berkata.
"Apa yang kau bicarakan? Aku malah sangat senang karena saat ini ada teman di kasurku. Dulu aku sangat ingin punya sahabat dan bermain di rumahku. Dan sekarang aku menemukan mu. Bukankah ini luar biasa? "
Senyuman lebarnya itu mungkin tidak dapat aku lihat, tapi aku dapat mendengarkan nya dengan nada yang sangat bersemangat.
Tidak pernah sekalipun dia ngeluh untuk bersama denganku.
Tapi ada pertanyaan balik darinya.
"Kenapa kau begitu kuat? Jika aku menjadi kamu aku mungkin akan menangis setiap hari"
Itu karena aku berpasrah, aku selalu berpasrah apapun yang terjadi padaku, karena apa yang sudah terjadi tidak dapat di ubah dan tidak dapat di ulang kembali. Tuhan tau apa yang terbaik buatku. Dan mungkin jika aku menjadi kamu Vina, aku ga mungkin sekuat kamu untuk menemani orang buta ini.
"Kamu bicara apa? Aku akan menemanimu, tunggu sebentar lagi, aku kan mendapatkan pendonor untukmu mu, jadi saat itu kita bisa bermain bersama !"
Itu tidak perlu, karena itu tidak akan murah, aku di urus di sini saja sudah menjadi hal yang paling baik, apalagi ada kamu Vani, jujur saja kamu teman yang sangat baik.
Percakapan itu berakhir dengan alunan musik yang di dengar di kamar. Perasaan sangat senang saat bernyanyi bersama. Dan terkadang paman dan bibi menghampiri ku dan mengatakan bahwa Vani lebih ceria setelah kehadiran ku.
Aku merasa sangat di terima oleh keluarga itu, tetapi jujur saja aku benar-benar rindu keluarga ku. Terkadang aku menelpon mereka dan berbohong kalau aku tidak bisa pulang pada hari libur karena banyak kegiatan.
Dan aku menolak uang kuliah dan mengatakan akan membayarnya sendiri karena sudah bekerja. Kebohongan kecil ini akan semakin bertambah jika aku sering menelpon. Karena itu aku mengurungkan niat untuk menelpon mereka seserian mungkin.
Tak kadang juga aku menangis, dan Vani menenangkan ku, dan membacakan novel yang sama-sama kami baca. Hal itu membuatku luluh dan tertidur.
Andai saat kau sudah menikah nanti atau kau menjadi sukses, aku akan kembali ke rumah orang tuaku walau aku ga tau apa yang akan terjadi kedepannya.
"Kalau aku sudah menikah aku akan menitipkan mu pada ibuku, dan aku pastikan pria yang menikahi ku adalah pria yang dekat dengan rumahku, supaya aku bisa melihatmu Naya!"
Aku tersentuh walaupun itu tidak akan terjadi, karena aku harus pulang untuk kebaikan keluarga mereka. Karena aku tidak mau menjadi beban mereka.
Tapi benar saja, Vina berpacaran dengan pria yang tak jauh dari rumah mereka. Terkadang aku bingung kenapa dia selalu lebih banyak menghabiskan waktunya untuk ku dari pada bersama pacarnya.
Sampai-sampai mereka bertengkar karena aku, dan itu pertama kalinya Vani menangis setelah di rumah sakit itu.
Aku meraba dengan kegelapan dan Isak tangis terdengar di sudut ruangan. Aku menghampirinya dan mengusap bahunya.
Sepertinya sudah saatnya aku pulang, aku ga mau menusahkanmu lagi. Berbahagialah, dan jangan menangis, aku tidak suka temanku menangis.
"Apa yang kau pikirkan, kau tidak boleh pergi, kalaupun aku menikah, dia adalah pria yang harus menerimamu!"
Memangnya aku siapa? Aku juga ga punya ikatan sedarah denganmu. Dengar aku akan jadi temanmu selamanya dan kamu harus menjadi temanku juga. Tidak selamanya aku berada di sini dan menjadi benalu di hidupmu, aku ingin kau bahagia dengan pilihanmu Vina.
"Kau tidak benalu, kau adalah temanku yang sangat aku hargai, kalau aku harus memilih aku akan memilih mu!"
Isak tangis ituasih terdengar, aku tau sebenernya dia sangatlah menyayangi kekasihnya itu. Aku tidak punya pilihan lain. Karena aku tidak ingin Vina bimbang.
Suatu hari Vina mendapatkan kelas seharian, ia tidak pulang. Aku tau itu karena kami sudah bersama selama 2 tahun.
Aku memaksa paman dan bibi untuk mengantar ku pulang, dan aku akan terima apapun konsekuensinya. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengantarku sampai ke rumah dan menceritakan segalanya. Aku sudah menduga ini yang akan terjadi, isakan tangis itu akan membuatku tidak berdaya dan memohon maaf pada mereka.
Paman dan bibi pulang, namun aku memikirkan keadaan Vani yang tidak mengetahui kepergian ku. Dan aku melarang untuk memberitahu Vina soal alamat rumahku, karena aku berharap dia tidak bimbang lagi memilih dan akhirnya menangis.
Aku akan menemui mu saat kau menikah, dan saat itu aku harap kau bahagia selalu.
Awalnya begitu, tapi tiba-tiba akhirnya tidak kesampaian. Aku memutuskan itu mengirim kado dan surat sebagai permintaan maaf atas ketidak hadiran diriku pada hari pernikahannya saat itu. Karena aku yakin tidak akan bisa hadir hari itu.
Maafkan aku, jadilah teman terbaikku selamanya karena kamu adalah teman terbaik ku selamanya. Jika bukan karena kecelakaan itu, aku pasti tidak akan pernah bertemu dengan mu, jadi aku sama sekali tidak pernah menyesal bertemu denganmu Vani, jadi jangan berkecil hati temanku.
Dari Naya temanmu
Air mata menetes dari pipi Vani saat membaca surat yang hadir pada pesta pernikahan. Dia sangat merindukannya. Namun orang tuanya mengatakan hal yang tidak dia inginkan, yaitu kabar meninggalnya Naya sosok yang selalu bersamanya.
Vani marah karena orang tuanya yang tidak memberitahukan itu, padahal sebenarnya itu adalah wasiat dari Naya untuk Vani. Orang tuanya hanya menyampaikan apa yang di wasiatkan. Saat itu juga orang tua Naya datang dan mengucapkan selamat. Dan beribu-ribu terimakasih telah merawat Naya seperti saudaranya sendiri.
" Naya bilang kalau ia datang takutnya dia tidak akan sanggup untuk bertahan. Dia juga ga mau ngasih surat ini saat kau menikah, jadi ibu kasih di waktu pesta dan sekalian orang tuanya datang langsung atas permintaan Naya."
Vani menangis keras dan tidak menyangka teman yang ia temukan di jalan yang penuh darah itu, berakhir dengan cepat.
And
~bikin versi novel nya ga yah?