Pagi itu, Kazuya bangun dengan mata setengah tertutup. Tangannya terjulur ke meja di samping kasur, berusaha mematikan alarm. Tapi bukannya tombol alarm yang dia tekan, tangannya malah menjatuhkan botol air.
Cplash!
Air dingin langsung membasahi wajahnya. Dia berkedip beberapa kali, mencoba memahami situasi, lalu mendesah pasrah.
“...Ah, pagi yang menyegarkan.“
Dari lantai bawah, suara ibunya terdengar. "Kazuya! Jangan molor terus! Sarapan udah siap!"
“Iya, iya!“ sahutnya, buru-buru bangun dan mengenakan seragam sekolah. Tanpa repot-repot bercermin, dia turun ke ruang makan.
Di meja makan, adiknya, Yui, sudah duduk dengan ponsel di tangannya. Gadis kecil itu menoleh sebentar, lalu menyeringai. “Kazu-nii, kamu bakal telat lagi, ya?“
Kazuya melirik jam dinding. Masih ada waktu. Setidaknya, itu yang dia pikirkan. Dia mengambil roti dari meja, menggigitnya cepat, lalu berjalan ke pintu.
Namun, begitu dia membuka pintu rumah...
Dia terdiam.
Di depan rumahnya, seorang gadis berambut perak duduk di atas sapu terbang. Seragam sekolahnya sama seperti Kazuya, tetapi wajahnya tetap datar, seakan-akan tidak ada yang aneh dengan situasi ini.
“Mmm... pagi,“ ucap gadis itu singkat.
Angin pagi berhembus pelan, membuat ujung rambut peraknya sedikit melambai.
Kazuya tidak langsung merespons. Dia hanya berkedip beberapa kali, lalu menghela napas.
”...Kayaknya gue masih ngantuk, deh.”