Di negeri yang penuh kemegahan, Kerajaan Acles berdiri kokoh di bawah kepemimpinan Raja Edric dan Ratu Lysandra. Mereka adalah pemimpin yang adil dan bijaksana, dicintai rakyatnya. Namun, kejayaan mereka menimbulkan iri hati Kerajaan Ovlex, negeri yang diperintah oleh Ratu Veyra, seorang wanita licik yang menginginkan kehancuran Acles.
Ratu Veyra tidak bisa menyerang secara terang-terangan karena kekuatan militer Acles terlalu kuat. Maka, ia memilih cara yang lebih kejam—penghancuran dari dalam. Ia mengutus seorang mata-mata, seorang pelayan kerajaan bernama Soren, yang telah lama menyusup ke istana Acles dengan kesetiaan palsu.
Pengkhianatan dalam Istana
Soren menemukan cara untuk menyerang keluarga kerajaan tanpa mencabut pedang. Ia menargetkan Pangeran Kael, putra kedua Raja Edric dan Ratu Lysandra. Kael adalah pemuda baik hati yang setia kepada keluarganya, berbeda dengan kakaknya, Pangeran Alden, yang memiliki sifat lebih ambisius dan sering iri terhadap adiknya.
Dengan sihir hitam yang diberikan oleh Ratu Veyra, Soren menghipnotis Kael, memaksanya melakukan tindakan yang mengerikan di dalam istana—meracuni seorang bangsawan yang sangat dihormati. Saat kejahatan itu terungkap, semua bukti mengarah pada Kael.
Raja Edric dan Ratu Lysandra tak percaya bahwa anak mereka bisa melakukan hal sekeji itu. Namun, di bawah tekanan para bangsawan dan dengan Alden yang diam-diam mendorong hukuman berat, mereka akhirnya terpaksa menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Kael.
Hari eksekusi tiba. Kael, dengan mata yang penuh kesedihan dan kebingungan, dijatuhi hukuman gantung di alun-alun kerajaan. Ratu Lysandra menangis sejadi-jadinya, dan Raja Edric menutup mata saat jeritan terakhir Kael menggema di udara.
Namun, satu orang yang paling terpengaruh oleh kejadian ini adalah Putri Selene, saudari tertua Kael. Ia tahu adiknya tidak bersalah. Ia merasa ada konspirasi besar yang sedang terjadi, dan satu-satunya yang ada di benaknya adalah balas dendam.
Darah di Taman Kerajaan
Malam itu, di taman kerajaan yang biasanya dipenuhi cahaya lentera dan aroma bunga, hanya ada kegelapan dan bisikan dendam. Selene telah mengetahui siapa dalang dari semua ini—Soren, si pelayan pengkhianat. Dengan pedang di tangannya, ia menunggu di bawah pohon ek besar.
Soren datang dengan senyum tipis, mengetahui bahwa Selene mencurigainya. Namun, ia tidak takut. “Kael memang lemah,” katanya dengan dingin. “Seharusnya kau bersyukur, dia telah disingkirkan.”
Selene tidak menjawab. Ia hanya melangkah maju dan mengayunkan pedangnya. Soren menghindar, tetapi luka tipis terbentuk di pipinya. Darah menetes. Pertarungan dimulai.
Selene bukanlah pendekar biasa. Ia menyerang dengan kecepatan dan keakuratan yang mengerikan. Soren melawan, tapi ia tidak cukup cepat. Dengan gerakan tajam, Selene menusukkan belati ke lambungnya, lalu menariknya perlahan, membiarkan rasa sakit merayapi tubuh pria itu sebelum akhirnya memotong tenggorokannya.
Namun, Selene tidak berhenti di sana. Ia tahu bahwa Alden juga berperan dalam kematian Kael.
Saudara kandungnya sendiri.
Alden yang sombong tidak percaya bahwa Selene berani menghunus pedang kepadanya. “Kau pikir kau bisa membunuh saudaramu sendiri?” tanyanya sambil tertawa.
Selene tidak menjawab. Ia hanya menusukkan pedangnya ke jantung Alden, membiarkan pria itu jatuh berlutut di tanah, matanya membelalak dalam ketidakpercayaan sebelum akhirnya mati di bawah cahaya rembulan.
Taman kerajaan yang dahulu indah kini menjadi kuburan bagi para pengkhianat, dan tanahnya dibasahi darah.
Kutukan yang Tak Berakhir
Di alam baka, Ratu Lysandra dan Kael menyaksikan semuanya. Ratu itu menangis untuk kedua anaknya—yang satu mati sebagai korban, yang lain berubah menjadi pembunuh berdarah dingin.
“Kebencian ini… tidak akan pernah selesai,” bisik Kael.
Ratu Lysandra mengangguk. Ia tahu bahwa kebencian ini akan terus berlanjut.
Dan memang benar.
Di kehidupan selanjutnya, mereka semua terlahir kembali. Ratu Veyra dan Ratu Lysandra kembali sebagai musuh bebuyutan. Kael dan Alden kembali sebagai saudara yang saling bertikai. Selene kembali sebagai wanita yang dipenuhi dendam.
Mereka semua berjalan di jalan yang sama, menuju nasib yang sama.
Darah akan terus tumpah.
Hingga salah satu dari mereka memilih untuk mengakhiri lingkaran kebencian ini.