"Mendidik Anak Laki-laki"
Ibuku selalu bilang, "Dunia ini tidak akan mudah untukmu, apalagi kalau kau lemah." Aku tumbuh dengan suara itu di kepalaku. Tapi, aku bukan perempuan seperti ibuku—aku laki-laki. Dan tetap saja, dia mendidikku dengan keras, seolah aku harus selalu siap menghadapi badai.
Sejak kecil, aku tidak pernah dimanja. Jatuh? Bangun sendiri. Gagal? Coba lagi tanpa menangis. "Laki-laki tidak boleh cengeng," katanya. Aku harus bisa melindungi, harus bisa kuat, harus bisa berdiri tegak meskipun dunia berusaha menekanku.
Saat kecil, aku tidak mengerti. Aku hanya merasa ibuku tidak pernah puas, tidak pernah memberikan pujian. Tapi semakin aku dewasa, semakin aku paham. Hidup memang tidak akan memberiku belas kasihan. Jika aku tidak kuat, aku akan diinjak. Jika aku tidak berjuang, aku akan ditinggalkan.
Kini, ibuku sudah tua. Tangan yang dulu kuat kini berkeriput. Suaranya yang dulu lantang kini lebih pelan. Aku tahu dia tidak pernah meminta aku berterima kasih, tapi dalam hati, aku berterima kasih. Karena tanpanya, aku mungkin tidak akan jadi pria yang bisa berdiri tegak seperti sekarang.
Terimakasih Ibu