Alya selalu merasa berbeda. Sejak kecil, ia lebih suka memakai celana jeans daripada rok, lebih senang bermain basket daripada boneka. Namun, setiap kali ia mencoba berbicara tentang perasaannya, orang-orang hanya tertawa dan berkata, "Ah, kamu cuma tomboy."
Di sekolah, ia memiliki sahabat bernama Raka. Raka adalah satu-satunya orang yang tidak pernah menghakimi pilihan Alya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, bermain game di kafe, atau sekadar duduk di taman sambil berbicara tentang impian mereka.
Namun, saat SMA, segalanya mulai berubah. Teman-teman mulai berpacaran, mulai membicarakan cinta dengan cara yang membuat Alya semakin bingung. Suatu hari, ketika seorang cowok menembaknya, Alya merasa panik. Ia tidak merasakan apa yang seharusnya dirasakan—tidak ada degupan jantung cepat, tidak ada rasa bahagia seperti di film-film romantis.
Ia pun mulai bertanya pada dirinya sendiri, Siapa aku sebenarnya?
Malam itu, ia menghubungi Raka. "Aku merasa aneh, Rak. Seperti... aku tidak seperti yang orang lain pikirkan."
Raka mendengarkan dengan tenang sebelum menjawab, "Alya, kamu tidak perlu terburu-buru mencari jawaban. Identitas itu bukan sesuatu yang harus kamu tentukan sekarang. Yang penting, kamu jujur pada dirimu sendiri."
Perkataan Raka membuat Alya merasa lebih ringan. Mungkin, ia belum tahu siapa dirinya sepenuhnya. Mungkin, dunia masih penuh dengan pertanyaan yang belum bisa ia jawab. Tapi satu hal yang pasti—ia tidak sendiri.
Dan itu sudah cukup untuk saat ini.